Minggu, 16 April 2017

MAKALAH PERUBAHAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN



PERUBAHAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN

Oleh:

M. SYAIFUDDIN

(ADMINISTRASI PUBLIK UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG)

2.1 Pengertian Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Para sosiolog maupun antropolog telah banyak mempersoalkan mengenai pembatasan pengertian perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan. 
1. Pengertian Perubahan Sosial
·            Menurut Kingsley Davis, Perubahan Sosial adalah perubahan yang melibatkan struktur dan fungsi masyarakat.
·            Menurut mac Ivan, Perubahan Sosial adalah perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial yang terjalin antara masyarakat.
·            Menurut Gillin dan Gillin, Perubahan Sosial merupakan suatu variasi dari cara hidup dalam suatu lingkungan masyarakat. Perubahan tersebut bisa saja terjadi karena perubahan secara geografis, kebudayaan material, kependudukan, ideologi, dan bisa karena munculnya penemuan-penemuan baru oleh masyarakat.
·            Menurut Samuel Koenig, Perubahan Sosial adalah modifikasi dari pola kehidupan masyarakat.
·            Menurut Selo Soemardjan, Perubahan Sosial adalah segala perubahan pada berbagai lembaga masyarakat dalam suatu lingkungan masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial, termasuk di dalamnya nilai sosial, sikap, pola perilaku antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
2. Pengertian Kebudayaan
Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya sedikit tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar, yaitun hanya beberapa tindakan naluri, beberapa refleks, beberapa tindakan akibat proses fisiologi, atau kelakuan membabi buta.

2.2 Teori-teori Perubahan Sosial
Perubahan dapat terjadi karena terdapat modifikasi terhadap beberapa pola kehidupan dari berbagai kondisi. Kondisi penyebab terjadi perubahan sosial dapat diketahui dengan teori-teori terjadi perubahan sosial. Teori-teori perubahan sosial adalah sebagai berikut.
1. Teori Evolusi (Evolutionary Theory)
Teori evolusi menjelaskan perubahan sosial memiliki arah tetap dan dialami setiap masyarakat. Arah tetap yang dimaksud adalah perubahan sosial akan terjadi bertahap, mulai dari awal hingga akhir. Saat telah tercapainya perubahan terakhir maka tidak terjadi perubahan lagi. 
Teori Evolusi pada dasarnya berpijak dari teori evolusi Darwin dan dipengaruhi dari pemikiran Herbert Spencer. Sedangkan dalam teori evolusi dalam perubahan sosial terdapat dua tokoh yang paling berpengaruh yaitu Emile Drkheim, dan Ferdinand Tonnies. 
Menurut Emile Durkheim,  adanya perubahan karena suatu evolusi mempengaruhi perorganisasian masyarakat, terutama dalam menjalin hubungan kerja. Sedangkan menurut Ferdinan Tonnies, bahwa masyarakat berubah dari yang sebelum masyarakat sederhana yang mempunyai hubunga erat dan komperatif menjadi masyarakat besar yang menjalin hubungan secara terspesialisasi dan impersonal. 



2. Teori Konflik (Conflict Theory) 
Teori Konflik menjelaskan bahwa perubahan sosial dapat berbentuk konflik. Konflik berasal dari pertentangan kelas antara kelompok penguasa dengan kelompok yang masyarakat tertindas sehingga melahirkan perubahan sosial yang mengubah sistem sosial tersebut. Dalam Teori Konflik, tokoh yang berpengaruh adalah Karl Marx dan Ralf Dahrendort. Menurut Karl Marx, konflik sosial merupakan sumber yang paling penting dan paling berpengaruh terhadap semua perubahan sosial terjadi. Menurut Ralf Dahrendorf, setiap perubahan sosial merupakan hasil konflik dalam kelas masyarakat.
3. Teori Fungsionalis
Dalam Teori Fungsionalis menjelaskan perubahan sosial merupakan suatu yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan. Oleh karena itu perubahan sosial bisa saja mengacaukan suatu keseimbangan dalam masyarakat. jadi teori fungsional hanya menerima perubahan yang menguntungkan/bermanfaat untuk masyarakat, sedangkan bagi perubahan yang tidak bermanfaat tidak akan digunakan atau dibuang.
Dalam Teori Fungsionalis, tokoh yang berpengaruh adalah William Ogburn. Menurutnya, biarpun unsur-unsur masyarakat saling berkaitan satu sama lain, namun kecepatan dalam perubahan setiap unsur tidaklah sama. Ada unsur yang berubah dengna cepat, ada juga yang perubahannya lambat.

4. Teori Siklis/Siklus
Dalam Teori Siklus, perubahan sosial terjadi secara betahap dengan perubahan yang tidak akan berhenti walau pada tahapan terakhir yang sempurna, tetapi perubahan tersebut akan kembali ke awal untuk peralihan ke tahap selanjutnya. Sehingga tergambar sebuah siklus.
Dalam Teori Siklus, tokoh yang berpengaruh adalah Oswald Spenger dan Arnold Toynbee. Menurut pendapat Oswald bahwa setiap masyarakat berkembang dengan 4 tahap, contohnya adalah pertumbuhan manusia dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa ke masa tua. Sedangkan menurut pendapat Arnold Toynbee, perubahan sosial baik itu kemajuan ataupun kemunduran dapat dijelaskan dalam konsep-konsep kemasyarakatan yang berhubungan satu dengan yang lainnya, yaitu tantangan dan tanggapan.

2.3 Hubungan antara Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan
          Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalm kebudayaan mencakup semua bagiannya, yaitu: kesenian, ilmu pengetahuan, tekhnologi, filsafat dan seterusnya, bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial. Sebagai contoh dikemukakannya pendapat pada logat bahasa Aria setelah terpisah dari induknya. Akan tetapi, perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Perubahan-perubahan tersebut lebih merupakan perubahan kebudayaan ketimbang perubahan sosial.
          Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas. Sudah barang tentu ada unsur-unsur kebudayaan yang dapat dipisahkan dari masyarakat, tetapi perubahan-perubahan dalam kebudayaan tidak perlu mempengaruhi sistem sosial. Seorang sosiolog akan lebih memperhatikan perubahan kebudayaan yang bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial, serta mempengaruhinya pendapat tersebut dapat dikembalikan pada pengertian sosiolog tentang masyarakat dan kebudayaan.
          Sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari, acak kali tidak mudah untuk menentukan letak garis pemisah antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan karena tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Dengan demikian walaupun secara teoritis dan analitis pemisahan antara pengertian-pengertian tersebut dapat dirumuskan, di dalam kehidupan nyata, garis pemisah tersebut sukar dapat dipertahankan. Hal yang jelas adalah perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai satu aspek yang sama, yaitu kedua bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhanya. Penjelasan ini lebih menegaskan lagi, tetapi kesukaran kita meletakan garis pemisah antara perubahan sosial dan kebudayaan.
          Berikut contoh mengenai perubahan kebudayaan tidak menyebabkan terjadinya perubahan sosial: Perubahan-perubahan dalam model pakaian dan kesenian dapat terjadi tanpa mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan atau system sosial. Namun, sukar pula dibayangkan terjadinya perubahan-perubahan sosial tanpa didahului oleh suatu perubahan kebudayaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti keluarga, perkawinan, hak milik, perguruan tinggi, atau Negara tak akan mengalami perubahan apa pun bila tak di dahului oleh sutau perubahan fundamental di dalam kebudayaan. Suatu perubahan sosial dalam bidang kehidupan tertentu tidak mungkin berhenti pada satu titik karena perubahan di bidang lain akan segera mengikutinya. Ini disebabkan karena struktur lembaga-lembaga kemasyarakatan sifatnya jalin-berjalin. Apabila sutau negara mengubah undanng-undang dasarnya atau bentuk pemerintahnya, perubahan yang kemudian terjadi tidak hanya terbatas pada lembaga-lembaga politik saja.
          Pada dewasa ini proses-proses pada perubahan-perubahan sosial dapat diketahui dari adanya cirri-ciri tertentu, yaitu sebagai berikut;
1.      Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap masyarakat mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau secara cepat;
2.      Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembaga sosial lainya. Karena lembaga-lembaga sosial tadi sifatnya independen, maka sulit sekali untuk mengisolasi perubahan pada lembaga-lembaga sosial tertentu saja. Proses awal dan proses-proses selanjutnya merupakan suatu mata rantai;
3.      Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara karena berada di dalam proses penyesuaian diri. Disorganisasi akan diikuti oleh suatu reorganisasi yang mencakup pemantapan kaidah-kaidah dari nilai-nilai lain yang baru;
4.      Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual saja karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal balik yang sangat kuat;
5.      Secara tipologis, perubahan-perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai berikut;
a.           Social process: the circulation of various rewards, facilities, and personnel in an existing structure;
b.            Segmentation: the proliferation of structural units that do not differ qualitatively from existing units;
c.           Structural change: the emerge of qualitatively new complexes of roles and organization;
d.           Change in group structure: the shifts in the composition of groups, the level of consciousness of groups, and the relations among the group in society.
2.4 Bentuk Perubahan Sosial dan Kebudayaan
          Perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut.
1. Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat
Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama, dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat dinamakan evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan, dan kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Rentetan perubahan-perubahan tersebut tidak perlu sejalan dengan rentetan peristiwa-peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan. Ada bermacam-macam teori tentang evolusi, yang pada umumnya dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori sebagai berikut.
a.    Unilinear  theories of evolution
Teori ini pada pokonya berpendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk kebudayaanya) mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu, bermula dari bentuk yang sederhana, kemudian bentuk yang kompleks  sampai pada tahap yang sempurna. Pelopor-pelopor teori tersebut antara lain August Comte, Herbert Spencer, dan lain-lain. Suatu variasi dari teori tersebut adalah Cylical theories, yang dipelopori Vilfredo Pareto, yang berpendapat bahwa masyarakat dan kebudayaan mempunyai tahap-tahap perkembangan yang merupakan lingkaran, di mana suatu tahap tertentu dapat dilalui berulang-ulang. Termasuk pendukung teori ini adalah Pitirim A. Sorokin yang pernah pula mengemukakan teori dinamika sosial dan kebudayaan. Sorokin menyatakan bahwa masyarakat berkembang melalui tahap-tahap yang masing-masing didasarkan pada suatu system kebenaran. Dalam tahap pertama dasarnya kepercayaan tahap kedua dasarnya adalah indra manusia dan tahap terakhir dasarnya adalah kebenaran.
b. Universal theory of evolution.
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidaklah perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Teori ini mengemukakan bahwa kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi yang tertentu. Prinsip-prinsip teori ini diuraikan oleh Herbert Spencer yang antara lain mengatakan bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogeny ke kelompok yang heterogen, baik sifat maupun susunanya.

c. Multilined theories of evolution
Teori ini lebih menekankan pada penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat, misalnya, mengadakan penelitian perihal pengaruh perubahan system pencaharian dari system berburu ke pertanian, terhadap system kekeluargaan dalam masyarakat yang bersangkutan dan seterusnya.
Dewasa ini agak sulit untuk menentukan apakah masyarakat berkembang melalui tahap-tahap tertentu. Lagi pula sangat sukar untuk dipastikan apakah tahap yang telah dicapai dewasa ini merupakan tahap terakhir. Sebaliknya juga sulit untuk menentukan ke arah mana masyarakat akan berkembang, apakah pasti menuju ke bentuk kehidupan sosial yang lebih sempurna apabila dibandingkan dengan keadaan deawasa ini, atau bahkan sebaliknya oleh karena itu para sosiolog telah  banyak yang meninggalkan teori-teori evolusi (tentang, masyarakat).
Sementara itu, perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat (yaitu lembaga-lembaga) kemasyarakatan yang lazimnya dinamakan” revolusi” . Unsur-unsur pokok revolusi adalah adanya perubahan yang cepat, dan perubahan tersebut mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, sebenarnya bersifat relatif karena revolusi dapat memakan waktu lama.
Misalnya, revolusi industri di Inggris, di mana perubahan-perubahan terjadi dari tahap reproduksi tanpa mesin menuju ketahap produksi menggunakan mesin. Perubahan tersebut dianggap cepat karena mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat, seperti sistem kekeluargaan, hubungan antara buruh dengan majikan dan seterusnya. Suatu revolusi dapat berlangsung dengan didahului oleh suatu pemberontakan (revolt rebellion) yang kemudian menjelma menjadi revolusi. Pemberontakan para petani di Banten pada 1888 misalnya, didahului dengan suatu kekerasan, sebelum menjadi revolusi yang mengubah sendi-sendi kehidupan masyarakat. Secara sosiologis, agar suatu revolusi dapat terjadi, harus dipenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain sebagai berikut;
a.       Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat, Harus ada perasaan tidak puas terhadap keadaan dan suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan perubahan keadaan tersebut;
b.      Adanya  seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu mempin masyarakat tersebut;
c.       Adanya pemimpin dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah gerakan;
d.      Pemimpin tersebut harus dapat menunjukan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya tujuan tersebut terutama bersifat konkret dan dapat dilihat oleh masyarakat. Disamping itu, diperlukan juga suatu tujuan yang abstrak, misalnya, perumusan sesuatu ideologi tertenttu;
e.       Harus ada “momentum”, yaitu saat dimana segala keadaan dan factor sudah tepat dan baik untuk memulai suatu gerakan. Apabila “momentum” keliru, revolusi dapat gagal.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan contoh suatu revolusi yang tepat “momentum”-nya. Pada waktu itu, perasaan tidak puas di kalangan bangsa Indonesia telah mencapai puncaknya dan ada pemimpin-pemimpin yang mampu menampung keinginan-keinginan tersebut, sekaligus merumuskan tujuanya. Saat itu bertepatan dengan kekalahan kerajaan jepang yang menjajah Indonesia sehingga sangat tepat untuk memulai suatu revolusi yang diawali dengan proklamsi kemerdekaan Indonesia menjadi suatu Negara yang merdeka dan berdaulat penuh.
2. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar
Agak sulit untuk merumuskan masing-masing pengertian tersebut di atas karena batas-batas pembedaanya sangat relatif. Sebagai pegangan dapatlah dikatakan bahwa perubahan-perubahan kecil merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Perubahan mode pakaian, misalnya, tak akan membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat secara keseluruhan karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sebaliknya suatu proses industrialisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris, misalnya, merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh besar pada masyarakat. Berbagai lembaga kemasyarakatn akan ikut terpengaruh misalnya hubungan kerja, sistem milik tanah, hubungan kekeluargaan, stratifikasi masyarakat, dan seterusnya.
            Kepadatan penduduk di pulau Jawa, misalnya, telah melahirkan berbagai perubahan dengan pengaruh yang besar. Areal tanah yang dapat diusahakan menjadi lebih sempit; pengangguran tersamar kian tampak di desa-desa. Mereka yang tidak mempunyai tanah menjadi buruh tani  dan banyak wanita serta anak-anak yang menjadi “buruh” potong padi pada waktu panen. Sejalan dengan itu, terjadi pula proses individualisasi milik tanah. Hak-hak ulayat desa semakin luntur karena areal tanah tidak seimbang dengan kepadatan penduduk. Timbullah bermacam-macam lembaga hubungan kerja, lembaga gadai tanah, lembaga bagi hasil dan seterusnya, yang pada pokoknya bertujuan untuk mengambil manfaat yang sebesar mungkin dari sebidang tanah yang tidak begitu luas. Warga masyarakat hanya hidup sedikit di atas standar minimal. Keadaan atau system sosial yang demikian oleh Clifford Geertz disebut shared poverty.

3. Perubahan yang Dikehendaki (Intended-Change) atau Perubahan yang Direncanakan (Planed-Change) dan Perubahan yang Tidak Dikehendaki (Unintened-Change) atau Perubahan yang Tidak Direncanakan (Unplanned-Change)
Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change, yaitu seorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Agent of change memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial. Dalam melaksanakanya, agent of change langsung tersangkut dalam tekanan-tekanan untuk mengadakan perubahan. Bahkan mungkin kemasyarakatan lainnya. Suatu perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan agent of change tersebut. Cara-cara memengaruhi masyarakat dengan sisitem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan rekayasa sosial (sosial engineering) atau sering pula dinamakan perencanaan sosial (sosial planning).
Perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat. Apabila perubahan yang tidak dikehendaki tersebut berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang dikehendaki perubahan tersebut mungkin mempunyai pengaruh yang demikian besarnya terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki. Dengan demikian., keadaan tersebut tidak mungkin diubah tanpa mendapat halangan-halangan masyarakat itu sendiri, atau dengan kata lain, perubahan yang dikehendaki bekerja sama dengan perubahan yang tidak di kehendaki dan kedua proses tersebut saling mempenngaruhi.
Konsep perubahan yang dikehendaki dan yang tidak dikehendaki tidak mencakup paham apakah perubahan-perubahan tadi diharapkan atau tidak diharapkan oleh masyarakat. Mungkin suatu perubahan yang tidak dikehendaki sangat diharapkan dan diterima oleh masyarakat. Mungkin suatu perubahan yang tidak dikehendaki sangat diharapkan dan diterima oleh masyarakat. Bahkan para agent of change yang merencanakan perubahan-perubahan yang dikehendaki telah memperhitungkan terjadinya perubahan-perubahan yang tidak terduga (dikehendaki) di bidang-bidang lain. Pada umunya sulit mengadakan ramalan tentang terjadinya perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki. Karena proses tersebut biasanya tidak hanya merupakan akibat dari satu gejala sosial saja, tetapi dari berbagai gejala sosial sekaligus.
Contoh akibat dari adanya perubahan adalah sebagai berikut; Perubahan yang terjadi di lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta sejak akhir kekuasaan Belanda sekaligus merupakan perubahan-perubahan yang dikehendaki maupun tidak dikehendaki. Perubahan yang dikehendaki menyangkut bidang politik dan administrasi, yaitu suatu perubahan dari system sentralisme autokratis ke suatu desentralisasi demokratis. Perubahan ini dipelopori oleh Sri sultan Hamengku Buwono IX. Sebagai salah satu akibatnya timbul perubahan yang tidak dikehendaki. Akan tetapi, telah diperhitungkan oleh pelopor perubahan, yaitu para petugas pamong praja kehilangan wewenang atas pemerintah desa. Suatu keadaan yang tidak diharapkan dalam kerangka ini adalah bertambah pentingnya peranan dukuh (bagian-bagian desa atas dasar administratif) yang menyebabkan berkurangnya ikatan antara kekuatan sosial yang merupakan masyarakat desa. Akibat lain juga tidak diharapkan adalah hilangnya peranan kaum bangsawan, secara berangsur-angsur, sebagai warga kelas tinggi.
Suatu perubahan yang dikehendaki dapat timbul sebagai reaksi (yang direncanakan) terhadap perubahan-perubahan sosial dan kebuadayaan yang terjadi sebelumnya, baik yang merupakan perubahan yang dikehendaki maupun tidak dikehendaki. Terjadinya perubahan-perubahan yang dikehendaki, perubahan-perubahan yang kemudian merupakan perkembangan selanjutnya meneruskan proses. Bila sebelumnya terjadi perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki , perubahan-perubahan yang kemudian merupakan perkembangan selanjutnya meneruskan proses. Bila sebelumnya terjadi perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki, perubahan yang dikehendaki dapat ditafsirkan sebagai pengakuan terhadap perubahan-perubahan sebelumnya agar kemudian diterima secara luas oleh masyarakat.
Perubahan yang dikehendaki merupakan suatu teknik sosial yang oleh Thomas dan Znaniecki dutafsirkan sebagai suatu proses yang berupa perintah dan larangan. Artinya, menetralisirkan suatu keadaan krisis dengan satu akomodasi (khususnya arbitrasi) untuk melegakan hilangnya keadaan yang tidak dikehendaki atau berkembangnya suatu keadaan yang dikehendaki. Legalisasi tersebut dilaksanakan dengan tindakan-tindakan fisik yang bersifat arbitrative.
2.5   Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Untuk mempelajari perubahn masyarakat, perlu diketahui sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam mengenai sebab terjadinya suatu perubahan masyarakat, mungkin dikarenakan adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan. Mungkin saja perubahan terjadi  karena ada faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor yang lama itu. Mungkin juga masyarakat mengadakan perubahan karena terpaksa demi untuk menyesuaikan suatu faktor dengan faktor-faktor lain yang sudah mengalami perubahan terlebih dahulu.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa mungkin ada sumber sebab-sebab tersebut yang terletak di dalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya di luar. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri, antara lain sebagai berikut.
1. Bertambah atau Berkurangnya Penduduk
Pertambahan penduduk yang sangat cepat di pulau Jawa menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama lembaga-lembaga kemasyarakatan. Misal, orang lantas mengenal hak milik individual atas tanah, gadai tanah, bagi hasil, dan selanjutnya, yang sebelumnya tidak kenal.
Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dari daerah ke daerah lain (misalnya transmigrasi). Perpindahan penduduk mengakibatkan kekosongan, misalnya, dalam bidang pembagian kerja dan stratifikasi sosial, yang mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan. Perpindahan penduduk telah berlangsung berates-ratus ribu tahun lamanya di dunia ini. Hal itu sejajar dengan bertambah banyaknya manusia penduduk bumi ini. Pada masyarakat-masyarakat yang mata pencaharian utamanya berburu, perpindahan sering kali dilakukan, yang tergantung dari persediaan hewan-hewan buruannya. Apabila hewan-hewan tersebut habis, mereka akan berpindah ke tempat lain.
2. Penemuan-penemuan Baru
Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama disebut inovasi (innovation). Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian masyarakat, dan cara-cara unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari, dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan.
Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertian-pengertian discovery dan invention. Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa alat ataupun yang berupa gagasan yang diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan pada individu.
Discovery baru menjadi invention kalau msyarakat sudah mengakui, menerima, serta menerapkan penemuan baru itu. Sering kali proses dari discovery sampai ke invention membutuhkan suatu rangkaian penciptaan-penciptaan.
Apabila ditelaah lebih lanjut perihal penemuan-penemuan baru, terlihat ada beberapa faktor pendorong yang dipunyai masyarakat bagi individu pendorong tersebut, antara lain:
a.  Kesadaran individu-individu akan kekurangan dalam kebudayaannya;
b.  Kualitas ahli-ahli dalam suatu kebudayaan;
c.  Perangsang bagi aktivitas-aktivitas penciptaan dalam masyarakat.
Di dalam setiap masyarakat tentu ada individu yang sadar akan adanya kekurangan dalam kebudayaan masyarakatnya. Di antara orang-orang tersebut banyak yang menerima kekurangan-kekurangan tersebut sebagai sesuatu hal yang harus diterima saja. Orang lain mungkin tidak puas dengan keadaan, tetapi tidak mampu memperbaiki keadaan tersebut. Mereka inilah yang kemudian menjadi pencipta-pencipta baru tersebut.
Keinginan akan kualitas juga merupakan pendorong bagi terciptanya penemuan-penemuan baru. Keinginan untuk mempertinggi kualitas suatu karya merupakan pendorong untuk meneliti kemungkinan-kemungkinan ciptaan baru. Sering kali bagi mereka yang telah menemukan hal-hal yang baru diberikan hadiah atau tanda jasa atas jerih payahnya. Ini juga merupakan pendorong bagi mereka untuk lebih bergiat lagi. Perlu diketahui bahwa penemuan baru dalam kebudayaan rohaniah dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan. Khusus penemuan-penemuan baru dalam kebudayaan jasmaniah atau kebendaan menunjukkan adanya berbagai macam pengaruh pada masyarakat.
Di samping penemuan-penemuan baru di bidang unsur-unsur kebudayaan jasmaniah, terdapat pula penemuan-penemuan baru di bidang unsur-unsur kebudayaan rohaniah. Misalnya, ideologi baru, aliran-aliran kepercayaan baru, sistem hukum yang baru, dan sebagainya. Penemuan-penemuan baru oleh Ogburn dan Nimkoff dinamakan social invention adalah penciptaan pengelompokkan individu-individu yang baru, atau penciptaan adat istiadat baru, maupun suatu perilaku sosial yang baru. Akan tetapi, yang terpenting adalah akibatnya terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan dan akibat lanjutnya pada bidang-bidang kehidupan lain. Misalnya, dengan dikenalkannya nasionalisme di Indonesia pada awal abad ke-20 melalui mereka yang pernah mengalami pendidikan Barat, timbullah gerakan-gerakan yang menginginkan kemerdekaan politik yang kemudian menimbulkan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang baru dikenal, yaitu partai politik.
3. Pertentangan (Conflict) Masyarakat
Pertentangan msyarakat mungkin pula menjadi sebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Pertentangan-pertentangan mungkin terjadi antara individu dengan kelompok atau perantara kelompok dengan kelompok.
Umumnya msyarakat tradisional di Indonesia bersifat kolektif. Segala kegiatan didasarkan pada kepentingan masyarakat. Kepentingan individu walaupun diakui, tetapi mempunya fungsi sosial. Tidak jarang timbul pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan kelompoknya, yang dalam hal-hal tertentu dapat menimbulkan perubahan-perubahan.
Pertentangan antar kelompok mungkin terjadi antara generasi tua dengan generasi muda. Pertentangan-pertentangan demikian itu kerap kali terjadi, apalagi pada masyarakat yang sedang berkembang dari tahap tradisional ke tahap modern. Generasi muda yang belum terbentuk kepribadiannya lebuh mudah menerima unsur-unsur kebudayaan asing (kebudayaan Barat) yang dalam beberapa hal mempunyai taraf yang lebih tinggi. Keadaan demikian menimbulkan perubahan-perubahan tertentu dalam masyarakat, misalnya pergaulan yang lebih bebas antara wanita dengan pria, atau kedudukan mereka yang kian sederajat di dalam masyarakat dan lain-lainnya.
4. Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi
 Contoh revolusi yang meletus pada Oktober 1917 di Rusia telah menyulut terjadinya perubahan-perubahan besar negara Rusia yang mula-mula mempunyai bentuk kerajaan absolut berubah menjadi diktator proletariat yang dilandaskan pada doktrin Marxis. Segenap lembaga kemasyarakatan, mulai dari bentuk negara sampai keluarga, mengalami perubahan-perubahan yang mendasar.

Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri, antara lain sebagai berikut.
a. Sebab-sebab yang Berasal dari Lingkungan Alam Fisik yang Ada di   Sekitar Manusia
Terjadinya gempa bumi, topan, banjir besar, dan lain-lain mungkin menyebabkan masyarakat-masyarakat yang mendiami daerah-daerah tersebut terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya. Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat tinggalnya yang baru, mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru tersebut. Kemungkinan hal tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Bagi suatu masyarakat yang mula-mula hidup dari berburu, kemudian menetap di suatu daerah pertanian, perpindahan itu akan melahirkan perubahan-perubahan dalam diri masyarakat tersebut, misalnya timbul lembaga kemasyarakatan baru, yaitu pertanian.
Sebab yang bersumber pada lingkungan alam fisik kadang-kadang ditimbulkan oleh tindakan para warga masyarakat itu sendiri. Misalnya penggunaan tanah secara sembrono tanpa memperhitungkan kelestarian humus tanah, penebangan hutan tanpa memikirkan penanaman kembali, dan lain sebagainya.
b. Peperangan
Peperangan dengan negara lain dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan karena biasanya negara yang menang akan memaksakan kebudayaannya pada negara yang kalah. Contohnya adalah negara-negara yang kalah pada Perang Dunia Kedua banyak sekali mengalami perubahan dalam lembaga kemasyarakatannya. Negara-negara yang kalah dalam Perang Dunia Kedua seperti Jerman dan Jepang mengalami perubahan-perubahan besar dalam masyarakat.
c. Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain
Apabila sebab-sebab perubahan bersumber pada masyarakat lain, itu mungkin terjadi karena kebudayaan dari masyarakat lain melancarkan pengaruhnya. Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai kecenderunagn untuk menimbulkan pengaruh timbal balik. Artinya, masing-masing masyarakat mempengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima pengaruh dari masyarakat yang lain itu.
Namun, apabila hubungan tersebut berjalan melalui alat-alat komunikasi massa, ada kemungkinan pengaruh itu hanya datang dari satu pihak saja, yaitu dari masyarakat pengguna alat-alat komunikasi tersebut. Sementara itu, pihak lain hanya menerima pengaruh tanpa mempunyai kesempatan memberikan pengaruh balik. Apabila pengaruh dari masyarakat tersebut diterima tidak karena paksaan, hasilnya dinamakan demonstration effect. Proses penerimaan pengaruh kebudayaan asing di dalam antropologi budaya disebut akulturasi.
Di dalam pertemuan dua kebudayaan tidak selalu akan terjadi proses saling memengaruhi. Kadangkala pertemuan dua kebudayaan yang seimbang akan saling menolak. Keadaan semacam itu dinamakan cultural animosity. Cultural animosity yang ada hingga kini adalah antara Surakarta dengan Yogyakarta yang dapat dikembalikan pada 1755, kemudian perjanjian Salatiga pada 1757. Pertemuan dua kebudayaan ini mula-mula diawali dengan pertentangan fisik yang kemudian dilanjutkan dengan pertentangan-pertentangan dalam segi-segi kehidupan lainnya. Sampai sekarang corak pakaian kedua belah pihak tetap berbeda, demikian pula tari-tariannya, seni musik tradisional, gelar-gelar kebangsawanan, dan seterusnya. Padahal mereka berasal dari sumber dan dasar yang sama, yaitu kebudayaan khusus (sub-culture) Jawa.
Apabila salah satu dari dua kebudayaan yang bertemu mempunyai taraf teknologi yang lebih tinggi, maka yang terjadi adalah proses imitasi, yaitu oeniruan terhadap unsur-unsur kebudayaan lain. Mula-mula unsur-unsur tersebut ditambahkan pada kebudayaan asli. Akan tetapi, lambat-laun unsur-unsur kebudayaan aslinya diubah dan diganti oleh unsur-unsur kebudayaan asing tersebut.
2.6  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jalannya Proses Kebudayaan
1. Faktor-faktor yang Mendorong Jalannya Proses Perubahan
Di dalam masyarakat dimana terjadi suatu proses perubahan, terdapat faktor-faktor yang mendorong jalannya perubahan yang terjadi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
a.     Kontak dengan kebudayaan lain
Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion. Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain, dari satu masyarakat ke masyarakat lain.dengan proses tersebut, manusia mampu menghimpun penemuan-penemuan baru yang telah dihasilkan. Dengan terjadinya difusi, suatu penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan disebarkan pada msyarakat luas. Proses tersebut merupakan pendorong pertumbuhan suatu kebudayaan dan memperkaya kebudayaan-kebudayaan masyarakat.
Ada dua tipe difusi, yaitu difusi intramasyarakat (intrasociety diffusion) dan difusi antarmasyarakat (inter-society diffusion). Difusi intramasyarakat terpengaruh oleh beberapa faktor, misalnya:
1)    Suatu pengakuan bahwa unsur yang baru tersebut mempunyai kegunaan;
2)    Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang mempengaruhiditerimanya atau tidak diterimanya unsur-unsur yang baru;
3)    Unsur baru yang berlawanan dengan fungsi unsur lama, kemungkinan besar tidak akan diterima;
4)    Kedudukan dan peranan sosial dari individu yang menemukan sesuatu yang baru tadi akan mempengaruhi apakah hasil penemuannya itu dengan mudah diterima atau tidak, dan;
5)    Pemerintah dapat membatasi proses difusi tersebut.
Difusi antarmasyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor pula, antara lain:
1)   Adanya kontak antara masyarakat-masyarakat tersebut;
2)  Kemampuan untuk mendemonstrasikan kemanfaatan penemuan baru tersebut;
3)  Pengakuan akan kegunaan penemuan baru tersebut;
4)   Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang menyaingi unsur-unsur penemuan baru tersebut;
5)  Peranan masyarakat yang menyebarkan penemuan baru di dunia  ini, dan;
6) Paksaan dapat juga dipergunakan untuk menerima suatu penemuan baru.
Pertemuan antara individu dari satu masyarakat dengan individu dari masyarakat lainnya juga memungkinkan terjadinya difusi. Misalnya hubungan antara individu dimana bentuk masing-masing kebudayaannya hamper tidak berubah. Hubungan demikian dinamakan hubungan symbiotic. Cara lain yang mungkin pula dilakukan adalah dengan pemasukan secara damai (penetration pacifique). Cara lain adalah paksan, misalnya menaklukan masyarakat lain dengan peperangan. Sebenarnya, antara difusi dan akulturasi terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa kedua proses tersebut memerlukan adanya kontak. Akan tetapi, proses difusi berlangsung dalam keadaan dimana kontak tersebut tidak perlu ada secara langsung dan kontinu. Lain halnya dengan akulturasi yang memerlukan hubungan dekat, langsung, serta kontinu (ada kesinambungan).
b.    Sistem pendidikan formal yang maju
Pendidikan mengajarkan aneka macam kemampuan kepada individu. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah. Pendidikan mengajarkan manusia untuk dapat berpikir secara objektif, yang akan memberikan kemampuan untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan zaman atau tidak.
c.    Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju
Apabila sikap tersebut melembaga dalam masyarakat, masyarakat merupakan pendorong bagi usaha-usaha penemuan baru. Hadiah Nobel, misalnya merupakan pendorong untuk menciptakan hasil-hasil karya yang baru. Di Indonesia juga dikenal sistem penghargaan yang tertentu, walaupun masih dalam arti yang sangat terbatas dan belum merata.
d.    Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation), yang bukan merupakan delik
e.     Sistem terbuka lapisan masyarakat (open stratification)
Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal yang luas atau berarti memberi kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan sendiri. Dalam keadaan demikian, seseorang mungkin akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai status lebih tinggi. Identifikasi merupakan tingkah laku yang sedemikian rupa sehingga seseorang merasa berkedudukan sama dengan orang atau golongan lain yang dianggap lebih tinggi. Identifikasi terjadi di dalam hubungan superordinasi-subordinasi. Pada golongan yang berkedudukan lebih rendah, acap kali terdapat perasaan tidak puas terhadap kedudukan sosial sendiri. Keadaan tersebut dalam sosiologi disebut status-anxiety. Status-anxiety menyebabkan seseorang berusaha untuk menaikkan kedudukan sosialnya.
f.      Penduduk yang heterogen
Pada mayarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang mempunyai latar belakang kebudayaan ras ideologi yang berbeda dan seterusnya, mudah terjadinya pertentangan-pertentangan yang mengundang kegoncangan-kegoncangan. Keadaan demikian menjadi pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
g.    Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
h.    Orientasi ke masa depan
i.      Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya

2. Faktor-Faktor yang Mengahalangi Terjadinya Perubahan
a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain
Kehidupan terasing menyebabkan sebuah masyarakat tidak mengetahui perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain yang mungkin akan dapat memperkaya kebudayaannya sendiri. Hal itu juga menyebabkan para warga masyarakat terkungkung pola-pola pemikirannya oleh tradisi.
b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat
Hal ini mungkin disebabkan hidup masyarakat tersebut terasing dan tertutup atau mungkin karena lama dijajah oleh masyarakat lain.
c. Sikap masyarakat yang sangat tradisional
Suatu sikap yang mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau serta anggapan bahwa tradisi secara mutlak tak dapat diubah menghambat jalannya proses perubahan. Keadaan tersebut akan menjadi lebih parah apabila masyarakat yang bersangkutan dikuasai oleh golongan konservatif.
d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interests
Dalam setiap organisasi sosial yang mengenal sistem lapisan, pasti akan ada sekelompok orang yang menikmati kedudukan perubahan-perubahan. Misalnya dalam masyarakat feodal dan juga pada masyarakat yang sedang mengalami transisi. Dalam hal yang terakhir, ada golongan-golongan dalam masyarakat yang dianggap sebagai pelopor proses taransisi. Karena selalu mengidentifiksikan diri denagn usaha-usaha dan jasa-jasanya, sukar sekali bagi mereka untuk melepaskan kedudukannya di dalam suatu proses perubahan.

e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan
Memang harus diakui kalau tidak mungkin integrasi semua unsur-unsur suatu kebudayaan bersifat sempurna. Beberapa perkelompokan unsur-unsur tertentu mempunyai derajat integrasi tinggi. Maksudnya unsur-unsur luar dikhawatirkan akan menggoyahkan integrasi dan menyebabkan perubahan-perubahan pada aspek-aspek tertentu.
f.    Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap tertutup
Sikap yang demikian banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang pernah dijajah bangsa-bangsa Barat. Mereka sangat mencurigai sesuatu yang berasal dari Barat karena tidak pernah bisa melupakan pengalaman-pengalaman pahit selama penjajahan. Kebetulan unsur-unsur baru kebanyakan berasal dari Barat, sehingga prasangka kian besar lantaran khawatir bahwa melalui unsur-unsur tersebut penjajahan bisa masuk lagi.
g.    Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis
Setiap usaha perubahan pada unsur-unsur kebudayaan rohaniah biasanya diartikan sebagai usaha yang berlawanan dengan ideologi masyarakat yang sudah menjadi dasar integrasi masyarakat tersebut.
h.    Adat atau kebiasaan
Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat di dalam memenuhi segala kebutuhan pokoknya. Apabila kemudian ternyata pola-pola perilaku tersebut  efektif lagi di dalam memenuhi kebutuhan pokok, krisis akan muncul. Mungkin  adat atau kebiasaan yang mencakup bidang kepercayaan, sistem mata pencaharian, pembuatan rumah, cara berpakaian tertentu, begitu kokoh sehingga sukar untuk diubah. Misalnya, memotong padi dengan menggunakan mesin akan terasa akibatnya bagi tenaga kerja (terutama wanita) yang mata pencaharian tambahannya adalah memotong padi dengan cara lama. Hal ini merupakan suatu halangan  terhadap introduksi alat pemotong baru yang sebenarnya lebih efektif dan efisien.
i.  Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki

2.7 Proses-proses Perubahan Sosial dan Kebudayaan
1. Penyesuaian Masyarakat terhadap Perubahan
Keserasian masyarakat dimaksudkan sebagai suatu keadaan di mana lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok benar-benar berfungsi dan saling mengisi. Adakalanya unsur-unsur baru dan lama yang bertentangan secara bersamaan memengaruhi norma-norma dan nilai-nilai yang kemudian berpengaruh pula pada warga masyarakat.
Keadaan tersebut berarti bahwa ketegangan-ketegangan serta kekecewaan diantara para warga tidak mempunyai saluran pemecahan. Apabila ketidakserasian dapat dipulihkan kembali setelah terjadi suatu perubahan, keadaan tersebut dinamakan penyesuaian (adjustment). Bila sebaliknya terjadi, maka dinamakan ketidakpenyesuaian sosial (maladjustment) yang mungkin mengakibatkan terjadinya anomie.
2. Saluran-saluran Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Saluran-saluran perubahan social dan kebudayaan (avenue or channel of change) merupakan saluran-saluran yang dilalui oeleh suatu proses perubahan. Umumnya saluran-saluran tersebut adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, gama, rekreasi dll.
Lembaga kemasyarakatan yange mendapatkan penilaian tertinggi dari masyarakat cenderung menjadi saluran utama perubahan sosial dan kebudayaan. Perubahan lembaga kemasyarakatan merupakan suatu sistem yang terintegrasi.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa saluran tersebut berfungsi agar sesuatu perubahan dikenal , diterima, diakui, serta dipergunakan oleh khalayak ramai, atau dengan singkat, mengalami proses institutional-ization (pelembagaan).
3. Disorganisasi (Disintegrasi) dan Reorganisasi (Reintegrasi)
    a. Pengertian
Organisasi merupakan artikulasi dari bagian-bagian yang merupakan suatu kesatuan fungsional. Maka, dapat dikatakan bahwa disorganisasi adalah suatu keadaan di mana tidak ada keserasian pada bagian-bagian dari suatu kebulatan. Misalnya dalam masyarakat, agar dapat berfungsi sebagai organisasi, harus ada keserasian antarbagiannya.
Sementara itu, reorganisasi atau reintegrasi adalah suatu proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai baru agar serasi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan. Tahap reorganisasi dilaksanakan apabila norma-norma dan nilai-nilai yang baru telah melembaga (institutionalized) dalam warga masyarakat.

b. Suatu Gambaran Mengenai Disorganisasi dan Reorganisasi
Gambaran mengenai disorganisasi dn reorganisasi dalam masyarakat pernah dilukiskan oleh William. I. Thomas dan Florian Znaniecki dalam karya klasiknya yang berjudul The Polish Peasant in Europe and Amerika. Khusus tentang On Disorganization and Reorganization, mereka membentangkan pengaruh dari suatu masyarakat yang tradisional dan masyarakat yang modern terhadap jiwa anggotanya. Watak atau jiwa seseorang paling tidak merupakan pencerminan kebudayaan masyarakatnya.

c. Ketidakserasian Perubahan-perubahan dan Ketertinggalan Budaya (Cultural Lag)
Pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan tidak selalu perubahan-perubahan pada unsur-unsur masyarakat dan kebudayaan mengalami kelainan yang seimbang. Ada unsur-unsur yang dengan cepat berubah, tetapi ada pula unsur-unsur yang sukar untuk berubah. Biasanya unsur-unsur kebudayaan kebendaan lebih mudah berubah daripada unsur-unsur kebudayaan rohaniah.
Perbedaan antara taraf kemajuan dari berbagai bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat dinamakan cultural lag (artinya ketertinggalan kebudayaan). Pengertian ketertinggalan dapat digunakan paling sedikit dalam dua arti. Pertama, sebagai jangka waktu antara terjadi dan diterimanya penemuan baru. Kedua,  dipakai untuk menunjuk pada tertinggalnya suatu unsur tertentu terhadap unsur lainnya yang erat hubungannya. Ketertinggalan yang mencolok adalah tertinggalnya alam pikiran dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.



















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·      Salah satu tokoh yang memberikan pengertian mengenai perubahan sosial yaitu Selo Soemardjan, yang mana perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhu sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Sedangkan pengertian kebudayaan menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
·      Ada beberapa teori-teori perubahan sosial, yaitu: 1) Teori Evolusi; 2) Teori Konflik; 3) Teori Fungsionalis; 4) Teori Siklus/Siklis.
·      Ada hubungan antara perubahan sosial dengan perubahan kebudayaan, yang mana perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan.
·      Perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk: 1) Perubahan lambat dan cepat; 2) Perubahan kecil dan besar; 3) Perubahan yang dikehendaki atau perubahan yang direncakan dan perubahan yang tidak dikehendaki atau perubahan yang tidak direncanakan.
·      Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan, yaitu bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan masyarakat, dan terjadinya pemberontakan atau revolusi.
·      Jalannya proses perubahan sosial dan kebudayaan dipengaruhi oleh dua faktor. Ada faktor yang mendorong jalannya proses perubahan, dan ada pula faktor yang menghalangi jalannya proses perubahan.
·      Ada beberapa proses perubahan sosial dan kebudayaan. Pertama, penyesuaian masyarakat terhadap perubahan. Kedua, saluran-saluran perubahan sosial dan kebudayaan. Ketiga, disorganisasi dan reorganisasi.

3.2 Saran
Dari uraian di atas, maka pembaca diharapkan untuk mengetahui mengenai perubahan sosial dan kebudayaan, baik itu mengenai teori-teorinya maupun proses-prosesnya, karena kita ini hidup sebagai masyarakat sosial bukan makhluk individual.
















DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta: Jakarta.
Koentjaraningrat. 1964. Masyarakat Desa di Indonesia Masa Ini. Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. RajaGrafindo Persada: Jakarta.

Halaman Web
http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-perubahan-sosial-teori-bentuk-dampak.html#_




Tidak ada komentar:

Posting Komentar