PERUBAHAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN
Oleh:
M. SYAIFUDDIN
(ADMINISTRASI PUBLIK UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG)
2.1 Pengertian
Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Para sosiolog maupun antropolog telah banyak mempersoalkan mengenai
pembatasan pengertian perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan.
1. Pengertian Perubahan Sosial
·
Menurut Kingsley Davis, Perubahan
Sosial adalah perubahan yang melibatkan struktur dan fungsi masyarakat.
·
Menurut mac Ivan, Perubahan Sosial
adalah perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial yang terjalin antara
masyarakat.
·
Menurut Gillin dan Gillin, Perubahan
Sosial merupakan suatu variasi dari cara hidup dalam suatu lingkungan
masyarakat. Perubahan tersebut bisa saja terjadi karena perubahan secara
geografis, kebudayaan material, kependudukan, ideologi, dan bisa karena
munculnya penemuan-penemuan baru oleh masyarakat.
·
Menurut Samuel Koenig, Perubahan
Sosial adalah modifikasi dari pola kehidupan masyarakat.
·
Menurut Selo Soemardjan, Perubahan
Sosial adalah segala perubahan pada berbagai lembaga masyarakat dalam suatu
lingkungan masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial, termasuk di dalamnya
nilai sosial, sikap, pola perilaku antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
2. Pengertian Kebudayaan
Menurut ilmu antropologi, kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Hal tersebut berarti bahwa hampir
seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya sedikit tindakan
manusia dalam kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar,
yaitun hanya beberapa tindakan naluri, beberapa refleks, beberapa tindakan
akibat proses fisiologi, atau kelakuan membabi buta.
2.2 Teori-teori Perubahan Sosial
Perubahan
dapat terjadi karena terdapat modifikasi terhadap beberapa pola kehidupan dari
berbagai kondisi. Kondisi penyebab terjadi perubahan sosial dapat diketahui
dengan teori-teori terjadi perubahan sosial. Teori-teori perubahan sosial
adalah sebagai berikut.
1. Teori Evolusi (Evolutionary
Theory)
Teori evolusi menjelaskan perubahan sosial memiliki arah tetap dan dialami
setiap masyarakat. Arah tetap yang dimaksud adalah perubahan sosial akan
terjadi bertahap, mulai dari awal hingga akhir. Saat telah tercapainya
perubahan terakhir maka tidak terjadi perubahan lagi.
Teori Evolusi pada dasarnya berpijak dari teori evolusi Darwin dan
dipengaruhi dari pemikiran Herbert Spencer. Sedangkan dalam teori evolusi dalam
perubahan sosial terdapat dua tokoh yang paling berpengaruh yaitu Emile
Drkheim, dan Ferdinand Tonnies.
Menurut Emile Durkheim, adanya perubahan karena suatu evolusi
mempengaruhi perorganisasian masyarakat, terutama dalam menjalin hubungan
kerja. Sedangkan menurut Ferdinan Tonnies, bahwa masyarakat berubah dari yang
sebelum masyarakat sederhana yang mempunyai hubunga erat dan komperatif menjadi
masyarakat besar yang menjalin hubungan secara terspesialisasi dan
impersonal.
2. Teori Konflik (Conflict
Theory)
Teori Konflik menjelaskan bahwa
perubahan sosial dapat berbentuk konflik. Konflik berasal dari pertentangan
kelas antara kelompok penguasa dengan kelompok yang masyarakat tertindas
sehingga melahirkan perubahan sosial yang mengubah sistem sosial tersebut. Dalam
Teori Konflik, tokoh yang berpengaruh adalah Karl Marx dan Ralf Dahrendort.
Menurut Karl Marx, konflik sosial merupakan sumber yang paling penting dan
paling berpengaruh terhadap semua perubahan sosial terjadi. Menurut Ralf
Dahrendorf, setiap perubahan sosial merupakan hasil konflik dalam kelas
masyarakat.
3. Teori Fungsionalis
Dalam Teori
Fungsionalis menjelaskan perubahan sosial merupakan suatu yang konstan dan
tidak memerlukan penjelasan. Oleh karena itu perubahan sosial bisa saja
mengacaukan suatu keseimbangan dalam masyarakat. jadi teori fungsional hanya
menerima perubahan yang menguntungkan/bermanfaat untuk masyarakat, sedangkan
bagi perubahan yang tidak bermanfaat tidak akan digunakan atau dibuang.
Dalam Teori Fungsionalis, tokoh yang berpengaruh adalah William Ogburn. Menurutnya, biarpun unsur-unsur masyarakat saling berkaitan satu sama lain, namun kecepatan dalam perubahan setiap unsur tidaklah sama. Ada unsur yang berubah dengna cepat, ada juga yang perubahannya lambat.
Dalam Teori Fungsionalis, tokoh yang berpengaruh adalah William Ogburn. Menurutnya, biarpun unsur-unsur masyarakat saling berkaitan satu sama lain, namun kecepatan dalam perubahan setiap unsur tidaklah sama. Ada unsur yang berubah dengna cepat, ada juga yang perubahannya lambat.
4. Teori Siklis/Siklus
Dalam Teori Siklus, perubahan sosial terjadi secara betahap dengan
perubahan yang tidak akan berhenti walau pada tahapan terakhir yang sempurna,
tetapi perubahan tersebut akan kembali ke awal untuk peralihan ke tahap
selanjutnya. Sehingga tergambar sebuah siklus.
Dalam Teori Siklus, tokoh yang berpengaruh adalah Oswald Spenger dan Arnold Toynbee. Menurut pendapat Oswald bahwa setiap masyarakat berkembang dengan 4 tahap, contohnya adalah pertumbuhan manusia dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa ke masa tua. Sedangkan menurut pendapat Arnold Toynbee, perubahan sosial baik itu kemajuan ataupun kemunduran dapat dijelaskan dalam konsep-konsep kemasyarakatan yang berhubungan satu dengan yang lainnya, yaitu tantangan dan tanggapan.
Dalam Teori Siklus, tokoh yang berpengaruh adalah Oswald Spenger dan Arnold Toynbee. Menurut pendapat Oswald bahwa setiap masyarakat berkembang dengan 4 tahap, contohnya adalah pertumbuhan manusia dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa ke masa tua. Sedangkan menurut pendapat Arnold Toynbee, perubahan sosial baik itu kemajuan ataupun kemunduran dapat dijelaskan dalam konsep-konsep kemasyarakatan yang berhubungan satu dengan yang lainnya, yaitu tantangan dan tanggapan.
2.3 Hubungan antara Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan
Kingsley Davis berpendapat bahwa
perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalm
kebudayaan mencakup semua bagiannya, yaitu: kesenian, ilmu pengetahuan,
tekhnologi, filsafat dan seterusnya, bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk
serta aturan-aturan organisasi sosial. Sebagai contoh dikemukakannya pendapat
pada logat bahasa Aria setelah terpisah dari induknya. Akan tetapi, perubahan
tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya.
Perubahan-perubahan tersebut lebih merupakan perubahan kebudayaan ketimbang
perubahan sosial.
Ruang lingkup perubahan kebudayaan
lebih luas. Sudah barang tentu ada unsur-unsur kebudayaan yang dapat dipisahkan
dari masyarakat, tetapi perubahan-perubahan dalam kebudayaan tidak perlu
mempengaruhi sistem sosial. Seorang sosiolog akan lebih memperhatikan perubahan
kebudayaan yang bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial, serta
mempengaruhinya pendapat tersebut dapat dikembalikan pada pengertian sosiolog
tentang masyarakat dan kebudayaan.
Sebenarnya dalam kehidupan
sehari-hari, acak kali tidak mudah untuk menentukan letak garis pemisah antara
perubahan sosial dan perubahan kebudayaan karena tidak ada masyarakat yang
tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan yang
tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Dengan demikian walaupun secara teoritis
dan analitis pemisahan antara pengertian-pengertian tersebut dapat dirumuskan,
di dalam kehidupan nyata, garis pemisah tersebut sukar dapat dipertahankan. Hal
yang jelas adalah perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai satu
aspek yang sama, yaitu kedua bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara
baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi
kebutuhan-kebutuhanya. Penjelasan ini lebih menegaskan lagi, tetapi kesukaran
kita meletakan garis pemisah antara perubahan sosial dan kebudayaan.
Berikut contoh mengenai perubahan
kebudayaan tidak menyebabkan terjadinya perubahan sosial: Perubahan-perubahan
dalam model pakaian dan kesenian dapat terjadi tanpa mempengaruhi
lembaga-lembaga kemasyarakatan atau system sosial. Namun, sukar pula
dibayangkan terjadinya perubahan-perubahan sosial tanpa didahului oleh suatu
perubahan kebudayaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti keluarga,
perkawinan, hak milik, perguruan tinggi, atau Negara tak akan mengalami
perubahan apa pun bila tak di dahului oleh sutau perubahan fundamental di dalam
kebudayaan. Suatu perubahan sosial dalam bidang kehidupan tertentu tidak mungkin
berhenti pada satu titik karena perubahan di bidang lain akan segera
mengikutinya. Ini disebabkan karena struktur lembaga-lembaga kemasyarakatan
sifatnya jalin-berjalin. Apabila sutau negara mengubah undanng-undang dasarnya atau bentuk pemerintahnya, perubahan
yang kemudian terjadi tidak hanya terbatas pada lembaga-lembaga politik saja.
Pada
dewasa ini proses-proses pada perubahan-perubahan sosial dapat diketahui dari
adanya cirri-ciri tertentu, yaitu sebagai berikut;
1. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap
masyarakat mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau secara cepat;
2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan diikuti
dengan perubahan-perubahan pada lembaga sosial lainya. Karena lembaga-lembaga sosial
tadi sifatnya independen, maka sulit sekali untuk mengisolasi perubahan pada
lembaga-lembaga sosial tertentu saja. Proses awal dan proses-proses selanjutnya
merupakan suatu mata rantai;
3. Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi
yang bersifat sementara karena berada di dalam proses penyesuaian diri.
Disorganisasi akan diikuti oleh suatu reorganisasi yang mencakup pemantapan
kaidah-kaidah dari nilai-nilai lain yang baru;
4. Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau
bidang spiritual saja karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal
balik yang sangat kuat;
5. Secara tipologis, perubahan-perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai
berikut;
a.
Social process: the
circulation of various rewards, facilities, and personnel in an existing
structure;
b.
Segmentation: the proliferation of structural
units that do not differ qualitatively from existing units;
c.
Structural
change: the emerge of qualitatively new complexes of roles and organization;
d.
Change in group
structure: the shifts in the composition of groups, the level of consciousness
of groups, and the relations among the group in society.
2.4 Bentuk Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Perubahan sosial
dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut.
1. Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat
Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama, dan
rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat dinamakan
evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau
kehendak tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat
untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan, dan
kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.
Rentetan perubahan-perubahan tersebut tidak perlu sejalan dengan rentetan
peristiwa-peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan. Ada
bermacam-macam teori tentang evolusi, yang pada umumnya dapat digolongkan ke
dalam beberapa kategori sebagai berikut.
a. Unilinear theories of evolution
Teori ini pada pokonya
berpendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk kebudayaanya) mengalami
perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu, bermula dari bentuk yang
sederhana, kemudian bentuk yang kompleks
sampai pada tahap yang sempurna. Pelopor-pelopor teori tersebut antara
lain August Comte, Herbert Spencer, dan lain-lain. Suatu variasi dari teori
tersebut adalah Cylical theories, yang dipelopori Vilfredo Pareto, yang
berpendapat bahwa masyarakat dan kebudayaan mempunyai tahap-tahap perkembangan
yang merupakan lingkaran, di mana suatu tahap tertentu dapat dilalui
berulang-ulang. Termasuk pendukung teori ini adalah Pitirim A. Sorokin yang
pernah pula mengemukakan teori dinamika sosial dan kebudayaan. Sorokin
menyatakan bahwa masyarakat berkembang melalui tahap-tahap yang masing-masing
didasarkan pada suatu system kebenaran. Dalam tahap pertama dasarnya
kepercayaan tahap kedua dasarnya adalah indra manusia dan tahap terakhir
dasarnya adalah kebenaran.
b. Universal theory
of evolution.
Teori ini
menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidaklah perlu melalui tahap-tahap
tertentu yang tetap. Teori ini mengemukakan bahwa kebudayaan manusia telah
mengikuti suatu garis evolusi yang tertentu. Prinsip-prinsip teori ini
diuraikan oleh Herbert Spencer yang antara lain mengatakan bahwa masyarakat
merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogeny ke kelompok yang heterogen,
baik sifat maupun susunanya.
c. Multilined theories of evolution
Teori ini lebih
menekankan pada penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan
tertentu dalam evolusi masyarakat, misalnya, mengadakan penelitian perihal
pengaruh perubahan system pencaharian dari system berburu ke pertanian,
terhadap system kekeluargaan dalam masyarakat yang bersangkutan dan seterusnya.
Dewasa ini agak
sulit untuk menentukan apakah masyarakat berkembang melalui tahap-tahap
tertentu. Lagi pula sangat sukar untuk dipastikan apakah tahap yang telah
dicapai dewasa ini merupakan tahap terakhir. Sebaliknya juga sulit untuk
menentukan ke arah mana masyarakat akan berkembang, apakah pasti menuju ke
bentuk kehidupan sosial yang lebih sempurna apabila dibandingkan dengan keadaan
deawasa ini, atau bahkan sebaliknya oleh karena itu para sosiolog telah banyak yang meninggalkan teori-teori evolusi
(tentang, masyarakat).
Sementara itu, perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung
dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan
masyarakat (yaitu lembaga-lembaga) kemasyarakatan yang lazimnya dinamakan”
revolusi” . Unsur-unsur pokok revolusi adalah adanya perubahan yang cepat, dan
perubahan tersebut mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan
masyarakat. Di dalam revolusi, sebenarnya bersifat relatif karena revolusi
dapat memakan waktu lama.
Misalnya, revolusi industri di Inggris, di
mana perubahan-perubahan terjadi dari tahap reproduksi tanpa mesin menuju
ketahap produksi menggunakan mesin. Perubahan tersebut dianggap cepat karena
mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat, seperti sistem
kekeluargaan, hubungan antara buruh dengan majikan dan seterusnya. Suatu
revolusi dapat berlangsung dengan didahului oleh suatu pemberontakan (revolt
rebellion) yang kemudian menjelma menjadi revolusi. Pemberontakan para petani
di Banten pada 1888
misalnya, didahului dengan suatu kekerasan, sebelum menjadi revolusi yang
mengubah sendi-sendi kehidupan masyarakat. Secara sosiologis, agar suatu
revolusi dapat terjadi, harus dipenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain
sebagai berikut;
a.
Harus ada keinginan
umum untuk mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat, Harus ada perasaan
tidak puas terhadap keadaan dan suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan
perubahan keadaan tersebut;
b.
Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang
dianggap mampu mempin masyarakat tersebut;
c.
Adanya pemimpin
dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat untuk kemudian merumuskan serta
menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah gerakan;
d.
Pemimpin tersebut
harus dapat menunjukan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya tujuan tersebut
terutama bersifat konkret dan dapat dilihat oleh masyarakat. Disamping itu,
diperlukan juga suatu tujuan yang abstrak, misalnya, perumusan sesuatu ideologi tertenttu;
e.
Harus ada
“momentum”, yaitu saat dimana segala keadaan dan factor sudah tepat dan baik
untuk memulai suatu gerakan. Apabila “momentum” keliru, revolusi dapat gagal.
Proklamasi
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan contoh suatu
revolusi yang tepat “momentum”-nya. Pada waktu itu, perasaan tidak puas di
kalangan bangsa Indonesia telah mencapai puncaknya dan ada pemimpin-pemimpin
yang mampu menampung keinginan-keinginan tersebut, sekaligus merumuskan
tujuanya. Saat itu bertepatan dengan kekalahan kerajaan jepang yang menjajah
Indonesia sehingga sangat tepat untuk memulai suatu revolusi yang diawali
dengan proklamsi kemerdekaan Indonesia menjadi suatu Negara yang merdeka dan
berdaulat penuh.
2. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar
Agak sulit untuk merumuskan
masing-masing pengertian tersebut di atas karena batas-batas pembedaanya sangat
relatif. Sebagai
pegangan dapatlah dikatakan bahwa perubahan-perubahan kecil merupakan
perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak
membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Perubahan mode pakaian,
misalnya, tak akan membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat secara keseluruhan
karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Sebaliknya suatu proses industrialisasi yang berlangsung pada masyarakat
agraris, misalnya, merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh besar pada
masyarakat. Berbagai lembaga kemasyarakatn akan ikut terpengaruh misalnya
hubungan kerja, sistem milik tanah,
hubungan kekeluargaan, stratifikasi masyarakat, dan seterusnya.
Kepadatan
penduduk di pulau Jawa, misalnya,
telah melahirkan berbagai perubahan dengan pengaruh yang besar. Areal tanah
yang dapat diusahakan menjadi lebih sempit; pengangguran tersamar kian tampak
di desa-desa. Mereka yang tidak mempunyai tanah menjadi buruh tani dan banyak wanita serta anak-anak yang
menjadi “buruh” potong padi pada waktu panen. Sejalan dengan itu, terjadi pula
proses individualisasi milik tanah. Hak-hak ulayat desa semakin luntur karena
areal tanah tidak seimbang dengan kepadatan penduduk. Timbullah bermacam-macam
lembaga hubungan kerja, lembaga gadai tanah, lembaga bagi hasil dan seterusnya,
yang pada pokoknya bertujuan untuk mengambil manfaat yang sebesar mungkin dari
sebidang tanah yang tidak begitu luas. Warga masyarakat hanya hidup sedikit di
atas standar minimal. Keadaan atau system sosial yang demikian oleh Clifford
Geertz disebut shared poverty.
3. Perubahan yang Dikehendaki
(Intended-Change) atau Perubahan yang Direncanakan (Planed-Change) dan Perubahan
yang Tidak
Dikehendaki (Unintened-Change) atau Perubahan yang Tidak
Direncanakan (Unplanned-Change)
Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang
diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang
hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki
perubahan dinamakan agent of change, yaitu seorang atau sekelompok orang yang
mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih
lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Agent of change
memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial. Dalam melaksanakanya, agent of change langsung tersangkut
dalam tekanan-tekanan untuk mengadakan perubahan. Bahkan mungkin kemasyarakatan
lainnya. Suatu perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan selalu berada
di bawah pengendalian serta pengawasan agent of change tersebut. Cara-cara
memengaruhi masyarakat dengan sisitem yang teratur dan direncanakan terlebih
dahulu dinamakan rekayasa sosial (sosial engineering) atau sering pula
dinamakan perencanaan sosial (sosial planning).
Perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan
merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di
luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya
akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat. Apabila perubahan yang
tidak dikehendaki tersebut berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang
dikehendaki perubahan tersebut mungkin mempunyai pengaruh yang demikian
besarnya terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki. Dengan demikian.,
keadaan tersebut tidak mungkin diubah tanpa mendapat halangan-halangan
masyarakat itu sendiri, atau dengan kata lain, perubahan yang dikehendaki
bekerja sama dengan perubahan yang tidak di kehendaki dan kedua proses tersebut
saling mempenngaruhi.
Konsep perubahan yang dikehendaki dan yang tidak dikehendaki tidak
mencakup paham apakah perubahan-perubahan tadi diharapkan atau tidak diharapkan
oleh masyarakat. Mungkin suatu perubahan yang tidak dikehendaki
sangat diharapkan dan diterima oleh masyarakat. Mungkin suatu perubahan yang
tidak dikehendaki sangat diharapkan dan diterima oleh masyarakat. Bahkan para
agent of change yang merencanakan perubahan-perubahan yang dikehendaki telah
memperhitungkan terjadinya perubahan-perubahan yang tidak terduga (dikehendaki)
di bidang-bidang lain. Pada umunya sulit mengadakan ramalan tentang terjadinya
perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki. Karena proses tersebut biasanya
tidak hanya merupakan akibat dari satu gejala sosial saja, tetapi dari berbagai
gejala sosial sekaligus.
Contoh akibat dari adanya perubahan adalah sebagai berikut; Perubahan
yang terjadi di lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta sejak akhir kekuasaan
Belanda sekaligus merupakan perubahan-perubahan yang dikehendaki maupun tidak
dikehendaki. Perubahan yang dikehendaki menyangkut bidang politik dan administrasi,
yaitu suatu perubahan dari system sentralisme autokratis ke suatu
desentralisasi demokratis. Perubahan ini dipelopori oleh Sri sultan Hamengku
Buwono IX. Sebagai salah satu akibatnya timbul perubahan yang tidak
dikehendaki. Akan tetapi, telah diperhitungkan oleh pelopor perubahan, yaitu
para petugas pamong praja kehilangan wewenang atas pemerintah desa. Suatu
keadaan yang tidak diharapkan dalam kerangka ini adalah bertambah pentingnya
peranan dukuh (bagian-bagian desa atas dasar administratif) yang
menyebabkan berkurangnya ikatan antara kekuatan sosial yang merupakan
masyarakat desa. Akibat lain juga tidak diharapkan adalah hilangnya peranan
kaum bangsawan, secara berangsur-angsur, sebagai warga kelas tinggi.
Suatu perubahan yang dikehendaki dapat timbul sebagai reaksi (yang
direncanakan) terhadap perubahan-perubahan sosial dan kebuadayaan yang terjadi
sebelumnya, baik yang merupakan perubahan yang dikehendaki maupun tidak
dikehendaki. Terjadinya perubahan-perubahan yang dikehendaki, perubahan-perubahan yang
kemudian merupakan perkembangan selanjutnya meneruskan proses. Bila sebelumnya
terjadi perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki , perubahan-perubahan yang
kemudian merupakan perkembangan selanjutnya meneruskan proses. Bila sebelumnya
terjadi perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki, perubahan yang dikehendaki
dapat ditafsirkan sebagai pengakuan terhadap perubahan-perubahan sebelumnya
agar kemudian diterima secara luas oleh masyarakat.
Perubahan yang
dikehendaki merupakan suatu teknik sosial yang oleh Thomas dan Znaniecki
dutafsirkan sebagai suatu proses yang berupa perintah dan larangan. Artinya,
menetralisirkan suatu keadaan krisis dengan satu akomodasi (khususnya arbitrasi)
untuk melegakan hilangnya keadaan yang tidak dikehendaki atau berkembangnya
suatu keadaan yang dikehendaki. Legalisasi tersebut dilaksanakan dengan
tindakan-tindakan fisik yang bersifat arbitrative.
2.5 Faktor-faktor yang Menyebabkan
Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Untuk mempelajari perubahn masyarakat,
perlu diketahui sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya perubahan itu.
Apabila diteliti lebih mendalam mengenai sebab terjadinya suatu perubahan
masyarakat, mungkin dikarenakan adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak lagi
memuaskan. Mungkin saja perubahan terjadi
karena ada faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti
faktor yang lama itu. Mungkin juga masyarakat mengadakan perubahan karena
terpaksa demi untuk menyesuaikan suatu faktor dengan faktor-faktor lain yang
sudah mengalami perubahan terlebih dahulu.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa mungkin
ada sumber sebab-sebab tersebut yang terletak di dalam masyarakat itu sendiri
dan ada yang letaknya di luar. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu
sendiri, antara lain sebagai berikut.
1. Bertambah atau Berkurangnya Penduduk
Pertambahan
penduduk yang sangat cepat di pulau Jawa menyebabkan terjadinya perubahan dalam
struktur masyarakat, terutama lembaga-lembaga kemasyarakatan. Misal, orang
lantas mengenal hak milik individual atas tanah, gadai tanah, bagi hasil, dan
selanjutnya, yang sebelumnya tidak kenal.
Berkurangnya
penduduk mungkin disebabkan berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dari
daerah ke daerah lain (misalnya transmigrasi). Perpindahan penduduk
mengakibatkan kekosongan, misalnya, dalam bidang pembagian kerja dan
stratifikasi sosial, yang mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Perpindahan penduduk telah berlangsung berates-ratus ribu tahun lamanya di
dunia ini. Hal itu sejajar dengan bertambah banyaknya manusia penduduk bumi
ini. Pada masyarakat-masyarakat yang mata pencaharian utamanya berburu,
perpindahan sering kali dilakukan, yang tergantung dari persediaan hewan-hewan
buruannya. Apabila hewan-hewan tersebut habis, mereka akan berpindah ke tempat
lain.
2. Penemuan-penemuan Baru
Suatu
proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu
yang tidak terlalu lama disebut inovasi (innovation).
Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru
yang tersebar ke lain-lain bagian masyarakat, dan cara-cara unsur kebudayaan
baru tadi diterima, dipelajari, dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang
bersangkutan.
Penemuan-penemuan
baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam
pengertian-pengertian discovery dan invention. Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa
alat ataupun yang berupa gagasan yang diciptakan oleh seorang individu atau
serangkaian ciptaan pada individu.
Discovery
baru menjadi invention kalau
msyarakat sudah mengakui, menerima, serta menerapkan penemuan baru itu. Sering
kali proses dari discovery sampai ke invention membutuhkan suatu rangkaian
penciptaan-penciptaan.
Apabila
ditelaah lebih lanjut perihal penemuan-penemuan baru, terlihat ada beberapa
faktor pendorong yang dipunyai masyarakat bagi individu pendorong tersebut,
antara lain:
a. Kesadaran individu-individu akan kekurangan
dalam kebudayaannya;
b. Kualitas ahli-ahli dalam suatu kebudayaan;
c. Perangsang bagi aktivitas-aktivitas
penciptaan dalam masyarakat.
Di dalam setiap masyarakat tentu ada
individu yang sadar akan adanya kekurangan dalam kebudayaan masyarakatnya. Di
antara orang-orang tersebut banyak yang menerima kekurangan-kekurangan tersebut
sebagai sesuatu hal yang harus diterima saja. Orang lain mungkin tidak puas
dengan keadaan, tetapi tidak mampu memperbaiki keadaan tersebut. Mereka inilah
yang kemudian menjadi pencipta-pencipta baru tersebut.
Keinginan akan kualitas juga merupakan
pendorong bagi terciptanya penemuan-penemuan baru. Keinginan untuk mempertinggi
kualitas suatu karya merupakan pendorong untuk meneliti kemungkinan-kemungkinan
ciptaan baru. Sering kali bagi mereka yang telah menemukan hal-hal yang baru diberikan
hadiah atau tanda jasa atas jerih payahnya. Ini juga merupakan pendorong bagi
mereka untuk lebih bergiat lagi. Perlu diketahui bahwa penemuan baru dalam
kebudayaan rohaniah dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan.
Khusus penemuan-penemuan baru dalam kebudayaan jasmaniah atau kebendaan
menunjukkan adanya berbagai macam pengaruh pada masyarakat.
Di samping penemuan-penemuan baru di
bidang unsur-unsur kebudayaan jasmaniah, terdapat pula penemuan-penemuan baru
di bidang unsur-unsur kebudayaan rohaniah. Misalnya, ideologi baru,
aliran-aliran kepercayaan baru, sistem hukum yang baru, dan sebagainya.
Penemuan-penemuan baru oleh Ogburn dan Nimkoff dinamakan social invention adalah penciptaan pengelompokkan individu-individu
yang baru, atau penciptaan adat istiadat baru, maupun suatu perilaku sosial
yang baru. Akan tetapi, yang terpenting adalah akibatnya terhadap
lembaga-lembaga kemasyarakatan dan akibat lanjutnya pada bidang-bidang
kehidupan lain. Misalnya, dengan dikenalkannya nasionalisme di Indonesia pada
awal abad ke-20 melalui mereka yang pernah mengalami pendidikan Barat,
timbullah gerakan-gerakan yang menginginkan kemerdekaan politik yang kemudian
menimbulkan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang baru dikenal, yaitu partai
politik.
3. Pertentangan (Conflict)
Masyarakat
Pertentangan
msyarakat mungkin pula menjadi sebab terjadinya perubahan sosial dan
kebudayaan. Pertentangan-pertentangan mungkin terjadi antara individu dengan
kelompok atau perantara kelompok dengan kelompok.
Umumnya
msyarakat tradisional di Indonesia bersifat kolektif. Segala kegiatan
didasarkan pada kepentingan masyarakat. Kepentingan individu walaupun diakui,
tetapi mempunya fungsi sosial. Tidak jarang timbul pertentangan antara
kepentingan individu dengan kepentingan kelompoknya, yang dalam hal-hal
tertentu dapat menimbulkan perubahan-perubahan.
Pertentangan
antar kelompok mungkin terjadi antara generasi tua dengan generasi muda.
Pertentangan-pertentangan demikian itu kerap kali terjadi, apalagi pada
masyarakat yang sedang berkembang dari tahap tradisional ke tahap modern.
Generasi muda yang belum terbentuk kepribadiannya lebuh mudah menerima
unsur-unsur kebudayaan asing (kebudayaan Barat) yang dalam beberapa hal
mempunyai taraf yang lebih tinggi. Keadaan demikian menimbulkan
perubahan-perubahan tertentu dalam masyarakat, misalnya pergaulan yang lebih
bebas antara wanita dengan pria, atau kedudukan mereka yang kian sederajat di
dalam masyarakat dan lain-lainnya.
4. Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi
Contoh revolusi yang meletus pada Oktober 1917
di Rusia telah menyulut terjadinya perubahan-perubahan besar negara Rusia yang
mula-mula mempunyai bentuk kerajaan absolut berubah menjadi diktator
proletariat yang dilandaskan pada doktrin Marxis. Segenap lembaga
kemasyarakatan, mulai dari bentuk negara sampai keluarga, mengalami
perubahan-perubahan yang mendasar.
Suatu
perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang
berasal dari luar masyarakat itu sendiri, antara lain sebagai berikut.
a. Sebab-sebab yang Berasal dari Lingkungan Alam
Fisik yang Ada di Sekitar Manusia
Terjadinya
gempa bumi, topan, banjir besar, dan lain-lain mungkin menyebabkan
masyarakat-masyarakat yang mendiami daerah-daerah tersebut terpaksa harus
meninggalkan tempat tinggalnya. Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat
tinggalnya yang baru, mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang
baru tersebut. Kemungkinan hal tersebut mengakibatkan terjadinya
perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Bagi suatu masyarakat
yang mula-mula hidup dari berburu, kemudian menetap di suatu daerah pertanian,
perpindahan itu akan melahirkan perubahan-perubahan dalam diri masyarakat
tersebut, misalnya timbul lembaga kemasyarakatan baru, yaitu pertanian.
Sebab
yang bersumber pada lingkungan alam fisik kadang-kadang ditimbulkan oleh
tindakan para warga masyarakat itu sendiri. Misalnya penggunaan tanah secara
sembrono tanpa memperhitungkan kelestarian humus tanah, penebangan hutan tanpa
memikirkan penanaman kembali, dan lain sebagainya.
b. Peperangan
Peperangan
dengan negara lain dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan karena
biasanya negara yang menang akan memaksakan kebudayaannya pada negara yang
kalah. Contohnya adalah negara-negara yang kalah pada Perang Dunia Kedua banyak
sekali mengalami perubahan dalam lembaga kemasyarakatannya. Negara-negara yang
kalah dalam Perang Dunia Kedua seperti Jerman dan Jepang mengalami
perubahan-perubahan besar dalam masyarakat.
c. Pengaruh
Kebudayaan Masyarakat Lain
Apabila
sebab-sebab perubahan bersumber pada masyarakat lain, itu mungkin terjadi
karena kebudayaan dari masyarakat lain melancarkan pengaruhnya. Hubungan yang
dilakukan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai kecenderunagn untuk
menimbulkan pengaruh timbal balik. Artinya, masing-masing masyarakat
mempengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima pengaruh dari masyarakat
yang lain itu.
Namun,
apabila hubungan tersebut berjalan melalui alat-alat komunikasi massa, ada
kemungkinan pengaruh itu hanya datang dari satu pihak saja, yaitu dari
masyarakat pengguna alat-alat komunikasi tersebut. Sementara itu, pihak lain
hanya menerima pengaruh tanpa mempunyai kesempatan memberikan pengaruh balik.
Apabila pengaruh dari masyarakat tersebut diterima tidak karena paksaan, hasilnya
dinamakan demonstration effect.
Proses penerimaan pengaruh kebudayaan asing di dalam antropologi budaya disebut
akulturasi.
Di
dalam pertemuan dua kebudayaan tidak selalu akan terjadi proses saling
memengaruhi. Kadangkala pertemuan dua kebudayaan yang seimbang akan saling
menolak. Keadaan semacam itu dinamakan cultural
animosity. Cultural animosity
yang ada hingga kini adalah antara Surakarta dengan Yogyakarta yang dapat
dikembalikan pada 1755, kemudian perjanjian Salatiga pada 1757. Pertemuan dua
kebudayaan ini mula-mula diawali dengan pertentangan fisik yang kemudian
dilanjutkan dengan pertentangan-pertentangan dalam segi-segi kehidupan lainnya.
Sampai sekarang corak pakaian kedua belah pihak tetap berbeda, demikian pula
tari-tariannya, seni musik tradisional, gelar-gelar kebangsawanan, dan
seterusnya. Padahal mereka berasal dari sumber dan dasar yang sama, yaitu
kebudayaan khusus (sub-culture) Jawa.
Apabila
salah satu dari dua kebudayaan yang bertemu mempunyai taraf teknologi yang
lebih tinggi, maka yang terjadi adalah proses imitasi, yaitu oeniruan terhadap
unsur-unsur kebudayaan lain. Mula-mula unsur-unsur tersebut ditambahkan pada
kebudayaan asli. Akan tetapi, lambat-laun unsur-unsur kebudayaan aslinya diubah
dan diganti oleh unsur-unsur kebudayaan asing tersebut.
2.6 Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Jalannya Proses Kebudayaan
1. Faktor-faktor yang Mendorong Jalannya Proses
Perubahan
Di dalam
masyarakat dimana terjadi suatu proses perubahan, terdapat faktor-faktor yang
mendorong jalannya perubahan yang terjadi. Faktor-faktor tersebut antara lain
adalah sebagai berikut.
a. Kontak
dengan kebudayaan lain
Salah
satu proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion.
Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada
individu lain, dari satu masyarakat ke masyarakat lain.dengan proses tersebut,
manusia mampu menghimpun penemuan-penemuan baru yang telah dihasilkan. Dengan
terjadinya difusi, suatu penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat
dapat diteruskan dan disebarkan pada msyarakat luas. Proses tersebut merupakan
pendorong pertumbuhan suatu kebudayaan dan memperkaya kebudayaan-kebudayaan
masyarakat.
Ada
dua tipe difusi, yaitu difusi intramasyarakat (intrasociety diffusion) dan difusi antarmasyarakat (inter-society diffusion). Difusi
intramasyarakat terpengaruh oleh beberapa faktor, misalnya:
1) Suatu pengakuan bahwa unsur yang baru
tersebut mempunyai kegunaan;
2) Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang
mempengaruhiditerimanya atau tidak diterimanya unsur-unsur yang baru;
3) Unsur baru yang berlawanan dengan fungsi
unsur lama, kemungkinan besar tidak akan diterima;
4)
Kedudukan dan peranan sosial dari
individu yang menemukan sesuatu yang baru tadi akan mempengaruhi apakah hasil
penemuannya itu dengan mudah diterima atau tidak, dan;
5)
Pemerintah dapat membatasi proses difusi tersebut.
Difusi antarmasyarakat dipengaruhi oleh
beberapa faktor pula, antara lain:
1) Adanya kontak antara masyarakat-masyarakat
tersebut;
2) Kemampuan untuk mendemonstrasikan kemanfaatan
penemuan baru tersebut;
3)
Pengakuan akan kegunaan penemuan baru tersebut;
4)
Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang menyaingi unsur-unsur penemuan
baru tersebut;
5) Peranan masyarakat yang menyebarkan penemuan
baru di dunia ini, dan;
6)
Paksaan dapat juga dipergunakan untuk menerima suatu penemuan baru.
Pertemuan antara individu dari satu
masyarakat dengan individu dari masyarakat lainnya juga memungkinkan terjadinya
difusi. Misalnya hubungan antara individu dimana bentuk masing-masing
kebudayaannya hamper tidak berubah. Hubungan demikian dinamakan hubungan symbiotic. Cara lain yang mungkin pula
dilakukan adalah dengan pemasukan secara damai (penetration pacifique). Cara lain adalah paksan, misalnya
menaklukan masyarakat lain dengan peperangan. Sebenarnya, antara difusi dan
akulturasi terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa kedua
proses tersebut memerlukan adanya kontak. Akan tetapi, proses difusi
berlangsung dalam keadaan dimana kontak tersebut tidak perlu ada secara
langsung dan kontinu. Lain halnya dengan akulturasi yang memerlukan hubungan
dekat, langsung, serta kontinu (ada kesinambungan).
b. Sistem
pendidikan formal yang maju
Pendidikan
mengajarkan aneka macam kemampuan kepada individu. Pendidikan memberikan
nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta
menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah.
Pendidikan mengajarkan manusia untuk dapat berpikir secara objektif, yang akan
memberikan kemampuan untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan zaman atau tidak.
c. Sikap
menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju
Apabila
sikap tersebut melembaga dalam masyarakat, masyarakat merupakan pendorong bagi
usaha-usaha penemuan baru. Hadiah Nobel, misalnya merupakan pendorong untuk
menciptakan hasil-hasil karya yang baru. Di Indonesia juga dikenal sistem
penghargaan yang tertentu, walaupun masih dalam arti yang sangat terbatas dan
belum merata.
d. Toleransi
terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation), yang bukan merupakan delik
e. Sistem
terbuka lapisan masyarakat (open
stratification)
Sistem
terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal yang luas atau berarti
memberi kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan
sendiri. Dalam keadaan demikian, seseorang mungkin akan mengadakan identifikasi
dengan warga-warga yang mempunyai status lebih tinggi. Identifikasi merupakan
tingkah laku yang sedemikian rupa sehingga seseorang merasa berkedudukan sama
dengan orang atau golongan lain yang dianggap lebih tinggi. Identifikasi
terjadi di dalam hubungan superordinasi-subordinasi. Pada golongan yang
berkedudukan lebih rendah, acap kali terdapat perasaan tidak puas terhadap
kedudukan sosial sendiri. Keadaan tersebut dalam sosiologi disebut status-anxiety. Status-anxiety
menyebabkan seseorang berusaha untuk menaikkan kedudukan sosialnya.
f. Penduduk
yang heterogen
Pada
mayarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang mempunyai latar
belakang kebudayaan ras ideologi yang berbeda dan seterusnya, mudah terjadinya
pertentangan-pertentangan yang mengundang kegoncangan-kegoncangan. Keadaan
demikian menjadi pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam
masyarakat.
g. Ketidakpuasan
masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
h. Orientasi
ke masa depan
i. Nilai
bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya
2. Faktor-Faktor yang Mengahalangi Terjadinya
Perubahan
a. Kurangnya hubungan
dengan masyarakat lain
Kehidupan
terasing menyebabkan sebuah masyarakat tidak mengetahui
perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain yang mungkin
akan dapat memperkaya kebudayaannya sendiri. Hal itu juga menyebabkan para
warga masyarakat terkungkung pola-pola pemikirannya oleh tradisi.
b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang
terlambat
Hal
ini mungkin disebabkan hidup masyarakat tersebut terasing dan tertutup atau
mungkin karena lama dijajah oleh masyarakat lain.
c. Sikap masyarakat yang sangat
tradisional
Suatu
sikap yang mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau serta anggapan bahwa
tradisi secara mutlak tak dapat diubah menghambat jalannya proses perubahan.
Keadaan tersebut akan menjadi lebih parah apabila masyarakat yang bersangkutan
dikuasai oleh golongan konservatif.
d. Adanya kepentingan-kepentingan yang
telah tertanam dengan kuat atau vested
interests
Dalam
setiap organisasi sosial yang mengenal sistem lapisan, pasti akan ada
sekelompok orang yang menikmati kedudukan perubahan-perubahan. Misalnya dalam
masyarakat feodal dan juga pada masyarakat yang sedang mengalami transisi.
Dalam hal yang terakhir, ada golongan-golongan dalam masyarakat yang dianggap
sebagai pelopor proses taransisi. Karena selalu mengidentifiksikan diri denagn
usaha-usaha dan jasa-jasanya, sukar sekali bagi mereka untuk melepaskan kedudukannya
di dalam suatu proses perubahan.
e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan
pada integrasi kebudayaan
Memang
harus diakui kalau tidak mungkin integrasi semua unsur-unsur suatu kebudayaan
bersifat sempurna. Beberapa perkelompokan unsur-unsur tertentu mempunyai
derajat integrasi tinggi. Maksudnya unsur-unsur luar dikhawatirkan akan
menggoyahkan integrasi dan menyebabkan perubahan-perubahan pada aspek-aspek
tertentu.
f. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing
atau sikap tertutup
Sikap
yang demikian banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang pernah dijajah
bangsa-bangsa Barat. Mereka sangat mencurigai sesuatu yang berasal dari Barat
karena tidak pernah bisa melupakan pengalaman-pengalaman pahit selama
penjajahan. Kebetulan unsur-unsur baru kebanyakan berasal dari Barat, sehingga
prasangka kian besar lantaran khawatir bahwa melalui unsur-unsur tersebut
penjajahan bisa masuk lagi.
g.
Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis
Setiap
usaha perubahan pada unsur-unsur kebudayaan rohaniah biasanya diartikan sebagai
usaha yang berlawanan dengan ideologi masyarakat yang sudah menjadi dasar
integrasi masyarakat tersebut.
h.
Adat atau kebiasaan
Adat
atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat di dalam
memenuhi segala kebutuhan pokoknya. Apabila kemudian ternyata pola-pola
perilaku tersebut efektif lagi di dalam
memenuhi kebutuhan pokok, krisis akan muncul. Mungkin adat atau kebiasaan yang mencakup bidang
kepercayaan, sistem mata pencaharian, pembuatan rumah, cara berpakaian
tertentu, begitu kokoh sehingga sukar untuk diubah. Misalnya, memotong padi
dengan menggunakan mesin akan terasa akibatnya bagi tenaga kerja (terutama
wanita) yang mata pencaharian tambahannya adalah memotong padi dengan cara
lama. Hal ini merupakan suatu halangan
terhadap introduksi alat pemotong baru yang sebenarnya lebih efektif dan
efisien.
i.
Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki
2.7
Proses-proses Perubahan Sosial dan Kebudayaan
1. Penyesuaian Masyarakat terhadap
Perubahan
Keserasian masyarakat dimaksudkan sebagai suatu keadaan di mana
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok benar-benar berfungsi dan saling
mengisi. Adakalanya unsur-unsur baru dan lama yang bertentangan secara
bersamaan memengaruhi norma-norma dan nilai-nilai yang kemudian berpengaruh
pula pada warga masyarakat.
Keadaan tersebut berarti bahwa ketegangan-ketegangan serta kekecewaan
diantara para warga tidak mempunyai saluran pemecahan. Apabila ketidakserasian
dapat dipulihkan kembali setelah terjadi suatu perubahan, keadaan tersebut
dinamakan penyesuaian (adjustment). Bila sebaliknya terjadi, maka dinamakan
ketidakpenyesuaian sosial (maladjustment) yang mungkin mengakibatkan terjadinya
anomie.
2. Saluran-saluran Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Saluran-saluran perubahan social dan kebudayaan (avenue or channel of
change) merupakan saluran-saluran yang dilalui oeleh suatu proses perubahan.
Umumnya saluran-saluran tersebut adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, gama, rekreasi dll.
Lembaga kemasyarakatan yange mendapatkan penilaian tertinggi dari
masyarakat cenderung menjadi saluran utama perubahan sosial dan kebudayaan.
Perubahan lembaga kemasyarakatan merupakan suatu sistem yang terintegrasi.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa saluran tersebut berfungsi agar
sesuatu perubahan dikenal , diterima, diakui, serta dipergunakan oleh khalayak
ramai, atau dengan singkat, mengalami proses institutional-ization
(pelembagaan).
3. Disorganisasi (Disintegrasi) dan Reorganisasi
(Reintegrasi)
a. Pengertian
Organisasi
merupakan artikulasi dari bagian-bagian yang merupakan suatu kesatuan
fungsional. Maka, dapat dikatakan bahwa disorganisasi adalah suatu keadaan di
mana tidak ada keserasian pada bagian-bagian dari suatu kebulatan. Misalnya
dalam masyarakat, agar dapat berfungsi sebagai organisasi, harus ada keserasian
antarbagiannya.
Sementara
itu, reorganisasi atau reintegrasi adalah suatu proses pembentukan norma-norma
dan nilai-nilai baru agar serasi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang
telah mengalami perubahan. Tahap reorganisasi dilaksanakan apabila norma-norma
dan nilai-nilai yang baru telah melembaga (institutionalized) dalam warga
masyarakat.
b. Suatu Gambaran Mengenai Disorganisasi dan Reorganisasi
Gambaran mengenai disorganisasi dn reorganisasi dalam masyarakat pernah
dilukiskan oleh William. I. Thomas dan Florian Znaniecki dalam karya klasiknya
yang berjudul The Polish Peasant in Europe and Amerika. Khusus tentang On
Disorganization and Reorganization, mereka membentangkan pengaruh dari
suatu masyarakat yang tradisional dan masyarakat yang modern terhadap jiwa
anggotanya. Watak atau jiwa seseorang paling tidak merupakan pencerminan
kebudayaan masyarakatnya.
c. Ketidakserasian Perubahan-perubahan
dan Ketertinggalan Budaya (Cultural Lag)
Pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan tidak selalu
perubahan-perubahan pada unsur-unsur masyarakat dan kebudayaan mengalami
kelainan yang seimbang. Ada unsur-unsur yang dengan cepat berubah, tetapi ada
pula unsur-unsur yang sukar untuk berubah. Biasanya unsur-unsur kebudayaan
kebendaan lebih mudah berubah daripada unsur-unsur kebudayaan rohaniah.
Perbedaan antara taraf kemajuan dari berbagai bagian dalam kebudayaan dari
suatu masyarakat dinamakan cultural lag (artinya ketertinggalan kebudayaan).
Pengertian ketertinggalan dapat digunakan paling sedikit dalam dua arti. Pertama,
sebagai jangka waktu antara terjadi dan diterimanya penemuan baru. Kedua, dipakai untuk menunjuk pada tertinggalnya
suatu unsur tertentu terhadap unsur lainnya yang erat hubungannya.
Ketertinggalan yang mencolok adalah tertinggalnya alam pikiran dengan
perkembangan teknologi yang sangat pesat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
· Salah satu tokoh yang memberikan pengertian mengenai perubahan
sosial yaitu Selo Soemardjan, yang mana perubahan sosial merupakan
perubahan-perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhu sistem sosialnya,
termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara
kelompok-kelompok dalam masyarakat. Sedangkan pengertian kebudayaan menurut
ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan
hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar.
· Ada beberapa teori-teori perubahan sosial, yaitu: 1) Teori Evolusi;
2) Teori Konflik; 3) Teori Fungsionalis; 4) Teori Siklus/Siklis.
· Ada hubungan antara perubahan sosial
dengan perubahan kebudayaan, yang mana perubahan sosial merupakan bagian dari
perubahan kebudayaan.
· Perubahan sosial dan kebudayaan dapat
dibedakan ke dalam beberapa bentuk: 1) Perubahan lambat dan cepat; 2) Perubahan
kecil dan besar; 3) Perubahan yang dikehendaki atau perubahan yang direncakan
dan perubahan yang tidak dikehendaki atau perubahan yang tidak direncanakan.
· Ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan, yaitu bertambah atau berkurangnya
penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan masyarakat, dan terjadinya
pemberontakan atau revolusi.
· Jalannya proses perubahan sosial dan kebudayaan dipengaruhi oleh
dua faktor. Ada faktor yang mendorong jalannya proses perubahan, dan ada pula
faktor yang menghalangi jalannya proses perubahan.
· Ada beberapa proses perubahan sosial dan kebudayaan. Pertama,
penyesuaian masyarakat terhadap perubahan. Kedua, saluran-saluran perubahan
sosial dan kebudayaan. Ketiga, disorganisasi dan reorganisasi.
3.2 Saran
Dari uraian di atas, maka pembaca diharapkan untuk mengetahui
mengenai perubahan sosial dan kebudayaan, baik itu mengenai teori-teorinya
maupun proses-prosesnya, karena kita ini hidup sebagai masyarakat sosial bukan
makhluk individual.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat.
2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta: Jakarta.
Koentjaraningrat. 1964. Masyarakat Desa di Indonesia Masa Ini.
Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati. 2006. Sosiologi Suatu
Pengantar. RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Halaman
Web
http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-perubahan-sosial-teori-bentuk-dampak.html#_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar