Minggu, 16 April 2017

MAKALAH PERADABAN ISLAM MASA KHULAFA AL-ROSYIDIN



PERADABAN ISLAM MASA KHULAFA’ AL-ROSYIDIN
Oleh:
M. SYAIFUDDIN
(ADMINISTRASI PUBLIK UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah peradaban Islam memiliki arti yang sangat penting dan tidak bisa kita abaikan begitu saja. Dengan sejarah kita bisa mengetahui apa yang terjadi pada masa sebelumnya. Perkembangan Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW. dan para sahabat merupakan periode keemasan agama Islam, hal itu bisa terlihat bagaimana kemurnian Islam itu sendiri dengan adanya pelaku dan faktor utamanya, yakni Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada zaman selanjutnya, yaitu zaman para sahabat, terkhusus pada zaman khalifah empat atau yang lebih dikenal dengan sebutan Khulafa al-Rasyidin, Islam berkembang lebih pesat. Hal itu tentunya tidak terlepas dari perjuangan yang gigih dari para sahabat.
Perkembangan Islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan peradaban ke arah yang lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW. dan zaman Khulafa’ al-Rasyidin merupakan Islam yang luar biasa pengaruhnya. Namun yang terkadang menjadi pertanyaan adalah kenapa pada zaman sekarang ini seolah-olah kita melupakannya.
Sejalan dari uraian di atas, maka kami tertarik untuk mengkaji hal ini lebih lanjut dan terdorong untuk menyusun sebuah makalah yang berjudul Peradaban Islam Masa Khulafa’ al-Rasyidin.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan Masalah ini juga dapat mempermudah kinerja penulisan dalam mencari atau menjawab permasalahan yang ada dalam makalah yang berjudul Peradaban Islam Masa Khulafa’ al-Rasyidin.
1. Apa pengertian Khulafa’ al-Rasyidin?
2. Bagaimana peradaban islam pada periode Abu Bakar al-Shiddiq?
3. Bagaimana peradaban islam pada periode Umar bin Khattab?
4. Bagaimana peradaban islam pada periode Utsman bin Affan?
5. Bagaimana peradaban islam pada periode Ali bin Abi Thalib?

1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian Khulafa’ al-Rasyidin;
2. Untuk mengetahui peradaban islam pada periode Abu Bakar al-Shiddiq;
3. Untuk mengetahui peradaban islam pada periode Umar bin Khattab;
4. Untuk mengetahui peradaban islam pada periode Utsman bin Affan;
5. Untuk mengetahui peradaban islam pada periode Ali bin Abi Thalib.














BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Khulafa’ al-Rasyidin
Kata khulafa’ al-rasyidin itu berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari kata “khulafa” dan “rasyidin”, khulafa’ itu menunjukkan banyak khalifah, bila satu di sebut khalifah, yang mempunyai arti pemimpin dalam arti orang yang mengganti kedudukan rasullah SAW sesudah wafat melindungi agama dan siasat (politik) keduniaan agar setiap orang menepati apa yang telah ditentukan oleh batas-batanya dalam melaksanakan hukum-hukum syariat agama islam. Adapun kata rasyidin itu berarti arif dan bijaksana. Jadi khulafa’ al-rasyidin mempunyai arti pemimpim yang bijaksana sesudah nabi muhammad wafat. Para khulafa’ al-rasyidin itu adalah pemimpin yang arif dan bijaksana. Mereka tiu terdiri dari para sahabat nabi muhammad SAW yang berkualitas tinggi dan baik. Adapun sifat-sifat yang dimiliki khulafa’ al-rasyidin sebagai berikut:
a. Arif dan bijaksana;
b. Berilmu yang luas dan mendalam;
c. Berani bertindak;
d. Berkemauan yang keras;
e. Berwibawa;
f. Belas kasihan dan kasih sayang;
g. Berilmu agama yang amat luas serta melaksanakan hukum-hukum islam.
Para sahabat yang disebut khulafaurrasyidin terdiri dari empat orang khalifah yaitu:
1 . Abu Bakar Al-Shidiq khalifah (11 – 13 H = 632 – 634 M)
2 . Umar bin Khattab (13 – 23 H = 634 – 644 M)
3. Utsman bin Affan khalifah (23 – 35 H = 644 – 656 M)
4 . Ali bin Abi Thalib khalifah (35 – 40 H = 656 – 661 M)
Tugas rasulullah SAW. Meliputi dua hal, yaitu tugas kenabian dan tugas kenegaraan, sedangkan para khalifah hanya menggantikan rasulullah dalam tugas kenegaraan, yaitu sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, dan pemimpin umat. Tugas beliau sebagai nabi dan rasul tidak digantikan oleh siapapun, karena tugas kenabian yang diembannya itu bersifat khusus atas pemilihan langsung oleh Allah SWT. Di samping itu, beliau adalah nabi dan rasul terakhir. Tidak ada nabi dan rasul yang diangkat setelah beliau wafat. Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al Ahzab 40.
 Ù…َاكَانَ Ù…ُØ­َÙ…َّدّ ُاَبَاَﺃحَدٍ Ù…ِÙ†ْ رِﺟﺎ Ù„ِÙƒُÙ… ْÙˆَÙ„َÙƒِÙ†ْ رَسُولَ الَّلهِ ÙˆَØ®َا تَÙ…َ النَّبِÙŠِينَ ÙˆَÙƒَا َÙ†َ الَّلهُ بِÙƒُÙ„ Ø´َÙŠْØ¡ٍعَÙ„ِÙ…َ
Artinya: “ Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia rasulullah dan penutup nabi-nabi, dan Allah adalah maha mengetahui segala sesuatu.”
Masa kekhalifaan kurang lebih selama 30 tahun. Waktu yang sekian lama itu Islam meluas ke daerah Syam, Irak, Palestina, Mesir, Sudan dan beberapa daerah di benua Afrika.
2.2 Peradaban Islam pada Periode Abu Bakar al-Shiddiq
2.2.1 Biografi Abu Bakar al-Shiddiq
Abu Bakar As-Shidiq adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang mempunyai nama lengkap Abdullah bin Abi Quhafah at-Tamimi. Pada zaman pra Islam ia bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi SAW. menjadi Abdullah. Beliau lahir pada tahun 573 M, dan wafat pada tanggal 23 Jumadil akhir tahun 13 H bertepatan dengan bulan Agustus 634 M, dalam usianya 63 tahun, usianya lebih muda dari Nabi SAW 3 tahun.  Diberi julukan Abu Bakar atau pelopor pagi hari, karena beliau termasuk orang laki-laki  yang  masuk Islam pertama kali. Sedangkan  gelar As-Shidiq diperoleh  karena beliau senantiasa membenarkan semua hal yang dibawa Nabi SAW terutama pada saat peristiwa Isra’ Mi’raj.
Abu Bakar mempunyai empat istri. Pertama, Kutayla binti Abd’ Uzza yang melahirkan Abdullah dan Asma; kedua, Ummu Rumman yang melahirkan Abdurrahman dan Aisyah; ketiga, Asma binti Umays yang melahirkan Muhammad bin Abi Bakar; keempat, Habibah binti Kharaja yang melahirkan Ummu Kultsum.
Pekerjaan pokoknya adalah berniaga, sejak zaman jahiliyah sampai setelah diangkat menjadi khalifah. Pengabdian Abu Bakar untuk Islam sangatlah besar. Ia menyerahkan semua harta bendanya demi kepentingan Islam. Ia selalu mendampingi Rasulullah dalam mengemban misi Islam sampai Nabi SAW wafat.
2.2.2 Proses Pengangkatan Khalifah Abu Bakar al-Sshiddiq
Rasulullah yang wafat tahun 11 H, tidak meninggalkan wasiat tentang orang yang akan penggantikannya. Oleh karena itu, setelah rasulullah SAW wafat para sahabat segera berkumpul untuk bermusyawarah di suatu tempat yaitu Tsaqifah Bani Sa’idah guna memilih pengganti Rasulullah (Khalifah) memimpin  ummat  Islam.  Musyawarah  itu  secara  spontanitas  diprakarsai  oleh  kaum Anshor.  Sikap mereka itu  menunjukkan bahwa mereka lebih memiliki  kesadaran politik dari pada yang lain, dalam memikirkan siapa pengganti Rasulullah dalam memimpin umat Islam.
Dalam pertemuan itu mereka mengalami kesulitan bahkan hampir terjadi perpecahan di antara golongan, karena masing-masing kaum mengajukan calon pemimpin dari golongannya sendiri-sendiri. Pihak Anshar mencalonkan Sa’ad bin Ubaidah, dengan alasan mereka yang menolong Nabi ketika keadaan di Makkah genting. Kaum Muhajirin menginginkan supaya pengganti Nabi SAW dipilih dari kelompok mereka, sebab muhajirinlah yang telah merasakan pahit getirnya  perjuangan dalam Islam sejak    awal mula Islam. Sedang di pihak lain terdapat sekelompok  orang yang menghendaki  Ali Bin Abi Thalib, karena jasa-jasa dan kedudukannya selaku menantu Rasulullah SAW. Hingga peristiwa tersebut diketahui Umar. Ia kemudian pergi ke kediaman nabi dan mengutus seseorang untuk menemui Abu Bakar. Kemudian keduanya berangkat dan diperjalanan bertemu dengan Ubaidah bin Jarroh. Setibanya di balai Bani Sa’idah, mereka mendapatkan dua golongan besar kaum Anshor dan Muhajirin bersitegang. Kemudian Abu Ubaidah mengajak kaum Anshor agar bersikap toleransi, begitu juga Basyir bin Sa’ad dari Khazraj (Anshor) agar kita tidak memperpanjang perselisihan ini. Akhirnya situasi dapat sedikit terkendali.
Disela-sela ketegangan itu kaum Anshor masih menyarankan bahwa harus ada dua kelompok. Akhirnya dengan resiko apapun Abu Bakar tampil ke  depan dan berkata “Saya akan menyetujui salah seorang yang kalian pilih diantara kedua orang ini”. Kemudian Umar berbicara untuk mendukung Abu Bakar dan mengangkat setia kepadanya. Dia tidak memerlukan waktu lama untuk menyakinkan kaum Anshor dan yang lain, bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling patut di Madinah untuk menjadi penerus pertama dari Nabi Muhammad SAW.
Sesudah argumentasi demi argumentasi dilontarkan, musyawarah secara bulat menunjuk Abu Bakar untuk menjabat Khalifah dengan gelar “Amirul Mu’minin”. Dengan semangat Islamiyyah terpilihlah Abu Bakar . Dia adalah orang yang ideal, karena sejak mula pertama Islam diturunkan menjadi pendamping Nabi, dialah sahabat yang paling memahami risalah Rasul. Disamping itu beliau juga pernah menggantikan   Rasulullah sebagai imam pada saat Rasulullah sakit. Setelah mereka sepakat dengan gagasan Umar, sekelompok demi sekelompok maju kedepan dan bersama-sama membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah. Baiat tersebut dinamakan baiat  tsaqifah  karena bertempat di balai Tsaqifah Bani Sa’idah. Pertemuan politik itu berlagsung hangat, terbuka dan demokratis.
Pertemuan politik  itu merupakan peristiwa sejarah  yang penting  bagi umat  Islam. Sesuatu yang megikat mereka tetap dalam satu kepemimpinan pemerintahan. Dan terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah pertama, menjadi dasar terbentuknya sistem pemerintahan Khalifah dalam Islam.
2.2.3 Kebijakan yang Dilakukan pada Masa Khalifah Abu Bakar
Selama kepemimpinannya yang berlangsung singkat (2 tahun 3 bulan 10 hari) Abu Bakar mencapai keberhasilan sebagai berikut.
1. Penyelesaian Perang Riddah
Kekhalifahan Abu Bakar yang begitu singkat sangat disibukkan dengan peperangan. Dalam pertempuran itu tidak hanya melawan musuh-musuh Islam dari luar, tetapi juga dari dalam. Hal ini terjadi karena ada sekelompok orang yang memancangkan panji pemberontakan  terhadap  negara  Islam  di  Madinah  dan  meninggalkan  Islam  (murtad) setelah Rasulullah wafat. Gerakan riddah  (gerakan belot agama) bermunculan. Abu Bakar sebagai seorang Khalifah, tidak mendiamkan kejadian itu terus berlanjut. Beliau memandang gerakan murtad itu sebagai bahaya besar, kemudian beliau menghimpun para prajurit Madinah dan membagi mereka atas sebelas batalian dengan komando masing-masing panglima dan ditugaskan keberbagai tempat di Arabia. Abu Bakar menginstruksikan agar mengajak mereka kembali pada Islam, jika menolak maka harus perangi.
Beberapa dari suku itu tunduk tanpa peperangan, sementara yang lainnya tidak mau menyerah, bahkan mengobarkan api peperangan. Oleh karena itu pecahlah peperangan melawan mereka, dalam hal ini Kholid bin Walid yang diberi tugas untuk menundukan Tulaiha, dalam perang Buzaka berhasil dengan cemerlang. Sedangkan Musailamah seorang penuntut kenabian yang paling kuat, Abu Bakar mengirim Ikrimah dan Surabil. Akan tetapi  mereka  gagal  menundukan  Musailamah,  kemudia  Abu  Bakar  mengutus  Kholid untuk  melawan  nabi  palsu  dari  Yaman  itu.  Dalam  pertempuran  itu  Kholid  dapat mengahacurkan  pasukan  Musailamah  dan  membunuh  dalam  taman  yang  berdinding tinggi, sehingga taman disebut “taman maut”.
Adapaun nabi palsu yang lainnya termasuk Tulaihah dan Sajah serta kepala suku yang murtad, kembali masuk Islam. Dengan demikian, dalam waktu satu tahun semua perang Islam diberkahi dengan keberhasilan. Abu Bakar dengan para panglimanya menghancurkan semua kekuatan pengacau dan kaum murtad. Oleh karena itu, beliau tidak hanya disebut sebagai Khalifah umat Islam, tetapi juga sebagai penyelamat Islam dari kekacauan dan kehancuran bahkan telah menjadikan Islam sebagai agama Dunia.
Keberhasilan perang melawan kelompok riddat membuat Islam memperoleh kembali kesetiaan dari seluruh Jazirah Arabia. Selain itu, menurut Nasir  kemenangan tersebut dapat menunjukkan bahwa:
1) Kebenaran akan menang;
2) Menunjukkan akan keutamaan kekuatan moral atas kekuatan material;
3) Dapat menggetarkan musuh Islam dan membuktikan bahwa Islam mempunyai cukup kekuatan untuk melawan para musuh-musuhnya;
4) Umat Islam diyakinkan akan keunggulan Islam dan kekuatan moral yang menjadi sifatnya.
Begitulah  usaha  Khalifah  Abu  Bakar,  dengan  perjuangan  yang  gigih,  penuh kesabaran, kebijakan dan ketegasan, akhirnya Khalifah Abu Bakar berhasil memberantas kaum  riddat,  selanjutnya  berakhirlah  gerakan  kaum  riddat  di  belahan  semenanjung Arabia, dan semuanya menyatakan dirinya kembali sebagai pemeluk agama Islam yang setia.
2. Melanjutkan Rencana Nabi
Abu Bakar mengirim  pasukan  dibawah  pimpinan  Usamah  bin  Zaid,  untuk  memerangi  kaum Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup. Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat  itu   timbul  gejala  kemunafikan  dan  kemurtadan   yang   merambah  untuk menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW. Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, di samping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern.
Untuk mengembangkan   wilayah Islam keluar Arab, ini ditujukan ke Syiria dan Persia. Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu Bakar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di Damaskus, Abu Ubaidah di Hims, Amir bin Ash di Palestina dan Syurahbil bin Hasanah di Yordania. Melihat pasukan yang menang hanya Amr bin Ash, Abu Bakar menyatukan pasukan menghadapi laskar Romawi di Yarmuk dengan mengirimkan Khalid bin Walid untuk membantu pasukan di Syam. Beliau memimpin pasukan berkekuatan 30.000 personil menghadapi tentara Romawi yang berkekuatan 10.000 personil di bawah panglima Theodore, saudara Heraklius, di pertempuran Ajnadain tahun 13 H. Pada pertempuran itu umat Islam memperoleh kemenangan, Heraklius pun melarikan diri ke Antokia. Saat perang tengah berkecamuk, datang kabar bahwa khalifah Abu Bakar meninggal dunia
3. Pembagian Wilayah
Wilayah-wilayah dalam kekuasaan masa Abu Bakar dipimpin oleh amir dan wali. Amir merupakan pemimpin wilayah yang memiliki otonomi penuh, sedangkan wali tidak memiliki otonomi penuh. Di antara amir dan wali menurut Abdul Wahhab al-Najjar yang dikutip Mubarok adalah: 1) Amir kota Makkah, yaitu Atab bin Asyad, 2) Amir kota Thaif yaitu Utsman bin Abi al-Ash, 3) Wali kota Shan’a yaitu al-Muhajir bin Abi Umayyah, 4) Wali kota Hadramaut yaitu Ziyad bin Labid, 5) Wali kota Khaulan yaitu Ya’la bin Umayyah, 6) Wali kota Zubaid wa Rima’ yaitu Abu Musa al- Asy’ari, 7) Amir kota Jand yaitu Mu’adz bin Jabal. 8) Wali kota Najran yaitu Jarir bin Abdullah, 9) Wali kota Jarsy yaitu Abdullah bin Tsaur, dan 10) Wali kota Bahrain yaitu al-‘Ala’ bin al-Hadhrami.
4. Kodifikasi Al-Qur’an
Di samping itu, Jasa Abu Bakar yang abadi ialah atas usulan Umar, ia berhasil membukukan al-Qur’an dalam satuan mushaf, sebab setelah banyak penghafal al-Qur’an gugur dalam perang Riddah di Yamamah. Oleh karena itu, khalifah menugaskan Zaid ibn Tsabit untuk membukukan al-Qur’an dibantu oleh Ali ibn Abi Thalib. Naskah tersebut terkenal dengan naskah Hafsah yang selanjutnya pada masa khalifah Usman membukukan al-Qur’an berdasarkan mushaf itu, kemudian terkenal dengan Mushaf Utsmani yang sampai sekarang masih murni menjadi pegangan kaum muslim tanpa ada perubahan atau pemalsuan.
5. Peningkatan Kesejahteraan Umat
Sedangkan kemajuan yang dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu Bakar membentuk lembaga "Baitul Mal", semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang digelari "amin al-ummah" (kepercayaan umat). Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin Khattab.
Kebijaksanaan lain yang ditempuh Abu Bakar membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam adalah akan mendapat balasan pahala dan Allah SWT di akhirat. Karena itulah biarlah mereka mendapat bagian yang sama.

2.3 Peradaban Islam pada Periode Umar bin Khattab
2.3.1 Biografi Umar bin Khattab
 Nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdil Uzza bin Ribaah bin Abdullah bin Qarth bin Razaah bin Adiy bin Kaab. Ibunya adalah Hantamah binti Hasyim bin Mughirah bin Abdillah bin Umar bin Mahzum. Ia berasal dari suku Adiy, suatu suku dalam bangsa Quraisy yang terpandang mulia, megah dan berkedudukan   tinggi. Dia dilahirkan 14 tahun sesudah kelahiran Nabi, tapi ada juga yang berpendapat bahwa ia dilahirkan 4 tahun sebelum perang Pijar.
Sebelum masuk Islam, dia adalah seorang orator yang ulung, pegulat tangguh, dan selalu diminta sebagai wakil sukunya bila menghadapi konflik dengan suku Arab yang lainnya. Terkenal sebagai orang yang sangat pemberani dalam menentang Islam, punya ketabahan dan kemauan keras, tidak mengenal bingung dan ragu. Ia masuk Islam setelah mendengar ayat-ayat Al-Quran yang dibaca oleh adiknya (Fatimah binti Khattab), padahal ketika itu ia hendak membunuhnya karena mengikuti ajaran Nabi. Dengan masuknya Umar kedalam Islam, maka terjawablah doa Nabi yang meminta agar Islam dikuatkan dengan salah satu dari dua Umar (Umar bin Khattab atau Amr bin Hisyam) dan sebagai suatu kemenangan yang nyata bagi Islam.
Masa pemerintahan Umar bin Khatab berlangsung selama 10 tahun 6 bulan, yaitu dari tahun 13 H/634M  sampai  tahun  23H/644M.  Beliau  wafat  pada  usia  64  tahun.
2.3.2 Proses Pengangkatan Khalifah Umar bin Khattab
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, beliau telah menunjuk Umar sebagai pengganti posisinya dengan meminta pendapat dari tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan sahabat seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman, dan Tolhah bin Ubaidillah (Hasan, 1989:38) kemudian mengangkat Umar bin Khatthab sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (pemimpin orang-orang yang beriman).

2.3.3 Kebijakan yang Dilakukan pada Masa Khalifah Umar bin Khattab

1. Melakukan Ekspansi
 Ketika para pembangkang di dalam negeri telah dikikis habis oleh Khalifah Abu Bakar dan era penaklukan militer telah dimulai, maka Umar menganggap bahwa tugas utamanya adalah mensukseskan ekspedisi yang dirintis oleh pendahulunya. Belum lagi genap satu tahun memerintah, Umar telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perluasan wilayah kekuasaan  Islam. Pada tahun 635 M, Damascus, Ibu kota Syuriah, telah ia tundukkan. Setahun kemudian seluruh wilayah Syuriah jatuh ke tangan kaum muslimin, setelah pertempuran hebat di lembah Yarmuk di sebelah timur anak sungai Yordania.
Keberhasilan pasukan Islam dalam penaklukan Syuriah di masa Khalifah Umar tidak lepas  dari  rentetan  penaklukan  pada  masa  sebelumnya.  Khalifah  Abu  Bakar  telah mengirim pasukan besar dibawah pimpinan Abu Ubaidah Ibn al-Jarrah ke front Syuriah. Ketika pasukan itu terdesak, Abu Bakar memerintahkan Khalid Ibn al-Walid yang sedang dikirim untuk memimpin pasukan ke front Irak, untuk membantu pasukan di Syuriah. Dengan gerakan cepat, Khalid bersama pasukannya menyeberangi gurun pasir luas ke arah  Syuriah.  Ia  bersama  Abu  Ubaidah  mendesak  pasukan  Romawi.  Dalam  keadaan genting itu, wafatlah Abu Bakar dan diganti oleh Umar bin al-Khattab.
Khalifah yang baru itu mempunyai kebijaksanaan lain. Khalid yang dipercaya untuk memimpin pasukan di masa Abu Bakar, diberhentikan oleh Umar dan diganti oleh Abu Ubaidah Ibn al-Jarrah. Hal itu tidak diberitahukan kepada pasukan hingga selesai perang, dengan maksud supaya tidak merusak konsentrasi dalam menghadapi musuh. Damascus jatuh ke tangan kaum muslimin setelah dikepung selama tujuh hari. Pasukan Muslim yang dipimpin oleh Abu Ubaidah itu melanjutkan penaklukan ke Hamah, Qinisrun, Laziqiyah dan Aleppo. Surahbil dan ‘Amr bersama pasukannya meneruskan penaklukan atas Baysan dan Jerussalem di Palestina. Kota suci dan kiblat pertama bagi umat Islam itu dikepung oleh pasukan Muslim selama empat bulan. Akhirnya kota itu dapat ditaklukkan dengan syarat harus Khalifah Umar sendiri yang menerima “kunci kota” itu dari Uskup Agung Shoporonius, karena kekhawatiran mereka terhadap pasukan Muslim yang akan menghancurkan gereja-gereja.
Dari Syuriah, laskar kaum muslimin melanjutkan langkah ke Mesir dan membuat kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika Utara. Bangsa Romawi telah menguasai Mesir sejak tahun 30 SM. Dan menjadikan wilayah subur itu sebagai sumber pemasok gandum terpenting bagi Romawi. Berbagai macam pajak naik sehingga menimbulkan kekacauan di negeri yang pernah diperintah oleh raja Fir’aun itu. ‘Amr bin Ash meminta izin Khalifah Umar untuk menyerang wilayah itu, tetapi Khalifah masih ragu-ragu karena pasukan Islam masih terpencar dibeberapa front pertempuran. Akhirnya, permintaan itu dikabulkan juga oleh Khalifah dengan mengirim 4000 tentara ke Mesir untuk membantu ekspedisi itu. Tahun 18 H, pasukan muslimin mencapai kota Aris dan mendudukinya tanpa perlawanan. Kemudian menundukkan Poelisium (Al-Farama), pelabuhan di pantai Laut Tengah yang merupakan pintu gerbang ke Mesir. Satu bulan kota itu dikepung oleh pasukan kaum muslimin dan dapat ditaklukkan pada tahun 19 H. Satu demi satu kota-kota di Mesir ditaklukkan oleh pasukan muslimin. Kota Babylonia juga dapat ditundukkan pada tahun 20 H, setelah tujuh bulan terkepung.
Iskandariah (ibu kota Mesir) dikepung selama empat bulan sebelum ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah pimpinan Ubaidah Ibn as-Samit yang dikirim oleh Khalifah dari Madinah sebagai bantuan pasukan ‘Amr bin Ash yang sudah berada di front peperangan Mesir. Cyrus menandatangani perjanjian damai dengan kaum muslimin. Dengan jatuhnya Iskandariah   ini,   maka  sempurnalah  penaklukan   atas   Mesir.   Ibu   kota   negeri   itu dipindahkan ke kota Fusthat yang dibangun oleh Amr bin Ash pada tahun 20 H. Dengan Syuriah sebagai basis, gerak maju pasukan ke Armenia , Mesopotamia bagian utara, Georgia, dan Azerbaijan menjadi terbuka.
Demikian juga dengan serangan-serangan terhadap Asia Kecil yang dilakukan selama bertahun-tahun. Seperti halnya perang Yarmuk yang menentukan nasib Syuriah, perang Qadisia pada tahun 637 M, menentukan masa depan Persia. Khalifah Umar mengirim pasukan di bawah pimpinan Saad bin Abi Waqash untuk menundukkan kota itu. Kemenangan yang diraih di daerah itu membuka jalan bagi gerakan maju tentara Muslim ke dataran Eufrat dan Tigris. Setelah dikepung selama 2 bulan, Yazdagrid III, raja Persia melarikan diri. Pasukan Islam kemudian mengepung Nahawan dan menundukkan Ahwaz tahun 22 H. Pada tahun itu pula, seluruh Persia sempurna berada dalam kekuasaan Islam, sesudah pertempuran sengit di Nahawan. Isfahan juga ditaklukan. Demikian juga dengan Jurjan (Georgia) dan Tabristan, Azerbaijan. Orang-orang Persia yang jumlahnya jauh lebih besar dari pada  tentara Islam, yaitu 6 dibanding  1, menderita  kerugian besar. Kaum muslimin menyebut sukses ini dengan “kemenangan dari segala kemenangan” (fathul futuh).
Dari  uraian  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa  kekuasaan  Islam  pada  masa  itu meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syiria, Mesir dan sebagian besar Persia.
2. Penataan Administrasi Pemerintahan (Pembentukan Ahlul Hall Wal ‘Aqdi)
Secara etimologi, ahlul hall wal aqdi adalah lembaga penengah dan pemberi fatwa. Sedangkan menurut terminologi, adalah wakil-wakil rakyat yang duduk sebagai anggota majelis syura, yang terdiri dari alim ulama dan kaum cerdik pandai (cendekiawan) yang menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih atas mereka.
Anggota dewan ini terpilih karena dua hal yaitu: pertama, mereka yang telah mengabdi dalam dunia politik, militer, dan misi Islam, selama 8 sampai dengan 10 tahun. kedua, orang-orang yang terkemuka dalam hal keluasan wawasan dan dalamnya pengetahuan tentang yurisprudensi dan Al-Quran. Dalam masa pemerintahannya, Umar telah membentuk lembaga-lembaga yang disebut juga dengan ahlul hall wal aqdi, di antaranya adalah:
1. Majelis Syura (Dewan Penasihat)
  2. Al-Katib (Sekretaris Negara), di antaranya adalah Abdullah bin Arqam.
3. Nidzamul Maly (Departemen Keuangan) mengatur masalah keuangan dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’ dan lain-lain.
4. Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul jund yang bertugas menggaji pasukan     perang    dan pegawai pemerintahan.
5. Departemen Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam negara.
6. Departemen Pendidikan dan lain-lain .
Pada masa Umar, badan-badan tersebut belumlah terbentuk secara resmi, dalam arti secara de jure belum terbentuk, tapi secara de facto telah dijalankan tugas-tugas badan tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar senantiasa mengajak musyawarah para sahabatnya.

3. Melakukan Ijtihad
Ijtihadnya mencakup berbagai masalah kehidupan, baik dalam bidang ibadah maupun bidang-bidang kemasyarakatan lainnya. Dalam bidang peribadatan, antara lain pendapatnya mengenai empat takbir dalam salat jenazah, penyelenggaraan salat tarawih berjemaah, penambahan kalimat as-salat khaiun mim an-naum (salat lebih baik dari tidur) dalam azan subuh. Da­lam bidang kesejahteraan umat, di antara gagasannya adalah pemberian gaji bagi para imam dan muazin (tukang azan), pengadaan lampu penerangan dalam masjid-masjid, pengorganisasian khotbah-khotbah, pendirian baitulmal, penghapusan pembagian tanah rampasan perang (fay’), pembangunan terusan dan kota-kota seperti Basra, Kufah, Fustat, dan Mosul, dan pembangunan sekolah-sekolah.
Dalam bidang hukum ijtihadnya adalah menge­nai pembagian harta warisan, perumusan prinsip kias, talak tiga, pendirian pengadilan-pengadilan, pengangkatan para hakim, pemakaian cambuk da­lam melaksanakan hukum badan, penetapan hukuman 80 kali dera bagi pemabuk, pemungutan zakat atas kuda yang diperdagangkan, dan larangan penyebutan nama-nama wanita dalam lirik syair.
4. Mencanangkan Almanak Hijriah
khalifah bin Umar bin Khattab menetapkan perhitungan tahun baru, yaitu tahun hijriayah yang dimulai dari hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah (16 Juli 622 M). Saat itulah dimulainya tahun hijriayah yang pertama. Disamping itu, Khalifah Umar menetapkan lambang bulan sabit sebagai lambang negara. Hal ini diilhami oleh bendera pasukan khusus Rasulullah SAW yang menggambarkan bulan sabit.
 5. Peningkatan Kesejahteraan Umat
 a. Al kharaj
kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (Al kharaj).

b. Ghanimah
Semua harta rampasan perang (Ghanimah), dimasukkan kedalam Baitul Maal ebagai salah satu pemasukan negara untuk membantu rakyat. Ketika itu, peran diwanul jund, sangat berarti dalam mengelola harta tersebut.
c. Pemerataan zakat
Khalifah Umar bin Khatab juga melakukan pemerataan terhadap rakyatnya dan meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang diperjinakan hatinya (al-muallafatu qulubuhum).
d. Lembaga Perpajakan
Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah Persia, Irak dan Syria serta Mesir sudah barang tentu yang menjadi persoalan adalah pembiayaan, baik yang menyangkut biaya rutin pemerintah maupun biaya tentara yang terus berjuang menyebarkan Islam ke wilayah tetangga lainnya.
Sebenarnya konsep perpajakan secara dasar berawal dari keinginan Umar untuk mengatur kekayaan untuk kepentingan rakyat. Kemudian secara teknis beliau banyak memperoleh masukan dari orang bekas kerajaan Persia, sebab ketika itu Raja Persia telah mengenal konsep perpajakan yang disebut sijil, yaitu daftar seluruh pendapatan dan pengeluaran diserahkan dengan teliti kepada negara. Berdasarkan konsep inilah Umar menugaskan stafnya untuk mendaftar pembukuan dan menyusun kategori pembayaran pajak.
Masa pemerintahan Umar bin Khatab berlangsung selama 10 tahun 6 bulan, yaitu dari tahun 13 H/634M sampai tahun 23H/644M. Beliau wafat pada usia 64 tahun. Ia meninggal pada tahun 644M karena ditikam oleh Fairuz (Abu Lukluk), budak Mughirah bin Abu Sufyan dari perang Nahrrawain yang sebelumnya adalah bangsawan Persia.

2.4 Peradaban Islam pada Periode Utsman bin Affan
2.4.1 Biografi Utsman bin Affan
Utsman bin Affan, yang mempunyai nama lengkap Utsman bin Affan bin Abdil Ash bin Umayyah, merupakan anak dari pasangan Affan dan Arwa. Utsman lahir pada tahun 576 H di Thaif dan merupakan keturunan keluarga besar Bani Umayyah suku Quraisy. Ia mendapatkan kehormatan menikahi dua orang putri Rasulullah SAW, yaitu Ruqayyah dan Ummi Kultsum sehingga diberi julukan Dzu al-Nurain.
Sebelum memeluk Islam, ia sudah dikenal sebagai seorang pedagang yang kaya raya. Ia juga mempunyai sifat-sifat mulia lainnya, seperti sederhana, jujur, cerdas, shaleh dan dermawan. Ketika telah memeluk agama Islam, pada usia usia 34 tahun bersama Thalhah bin Ubaidilah, selain dikenal sebagai salah seorang sahabat terdekat nabi, ia juga dikenal sebagai seorang penulis wahyu. Ia selalu bersama Rasulullah SAW, dan selalu mengikuti semua peperangan kecuali perang Badar karena Rasulullah SAW memerintahkan Utsman untuk menunggui istrinya, Ruqoyyah, yang saat itu sedang sakit keras.
Sebagai seorang hartawan yang kaya raya, Utsman mempergunakan hartanya demi kejayaan Islam. Ia tak segan-segan menyumbangkan hartanya untuk biaya perang, maupun hal-hal lain yang berhubungan dengan penyebaran dan kehormatan agama Islam.
2.4.2 Proses Pengangkatan Khalifah Utsman bin Affan
Sebelum khalifah Umar wafat, beliau sempat berwasiat dan menunjuk tim yang terdiri dari 6 orang sahabat terkemuka, sekaligus telah dijamin Nabi masuk surga, sebagai calon ganti kekhalifaannya. Keenam orang tersebut adalah Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqash. Kepada tim, Umar menganjurkan agar putranya, Abdullah bin Umar ikut sebagai peserta musyawarah dan tidak boleh dipilih menjadi khalifah.awalnya hasil musyawarah yang diketuai oleh Abdurrahman bin Auf menunjukkan bahwa suara pada posisi seimbang, antara Ali dan Usman. Karena Usman lebih tua, Abdurrahman menetapkan Usman bin Affan sebagai khalifah. Ketetapan itu disetujui oleh anggota tim dengan berbagai pertimbangan yang matang. Di samping Utsman sebagai salah seorang sahabat yang terdekat dengan Nabi, beliau juga seorang Assabiqunal Awwalun yang terkenal kaya dan dermawan, jiwa dan hartanya dikorbankan demi kejayaan Islam. Usman bin Affan dibaiat sebagai khalifah pada tahun 23 H/644 M.
2.4.3 Kebijakan yang Dilakukan pada Masa Khalifah Utsman bin Affan
1. Melakukan Ekspansi
Setelah Khalifah Umar bin Khattab berpulang ke rahmatullah terdapat daerah-daerah yang membelot terhadap pemerintah Islam. Pembelotan tersebut ditimbulkan oleh pendukung-pendukung pemerintahan yang lama atau dengan perkataan lain pamong praja dari pemerintahan lama (pemerintahan sebelum daerah itu masuk ke daerah kekuasaan Islam)  ingin  hendak mengembalikan kekuasaannya.  Sebagaimana  yang dilakukan  oleh kaisar Yazdigard yang berusaha menghasut kembali masyarakat Persia agar melakukan perlawanan terhadap penguasa Islam. Akan tetapi dengan kekuatannya, pemerintahan Islam berhasil memusnahkan gerakan pemberontakan sekaligus melanjutkan perluasan ke negeri-negeri Persia lainnya, sehingga beberapa kota besar seperti Hisrof, Kabul, Gasna, Balkh dan Turkistan jatuh menjadi wilayah kekuasaan Islam.
Adapun  daerah-daerah  lain  yang  melakukan  pembelotan  terhadap  pemerintahan Islam adalah Khurosan dan Iskandariyah. Khalifah Utsman mengutus Sa’ad bin al-Ash bersama Khuzaifah Ibnu al-Yamaan serta beberapa sahabat Nabi lainnya pergi ke negeri Khurosan dan sampai di Thabristan dan terjadi peperangan hebat, sehingga penduduk mengaku kalah dan meminta damai. Tahun 30 H/ 650 M pasukan Muslim berhasil menguasai Khurazan.
Selain itu, Khalifah Ustman bin Affan juga mengutus Salman Robiah Al-Baini untuk berdakwah ke Armenia. Ia berhasil mengajak kerjasama penduduk Armenia, bagi yang menentang dan memerangi terpaksa dipatahkan dan kaum muslimin dapat menguasai Armenia. Perluasan Islam memasuki Tunisia (Afrika Utara) dipimpin oleh Abdullah bin Sa‘ad bin Abi Zarrah. Tunisia sebelum kedatangan pasukan Islam sudah lama dikuasai Romawi. Tidak hanya itu saja pada saat Syiria bergubernurkan Muawiyah, ia berhasil menguasai Asia kecil dan Cyprus.
Dimasa pemerintahan Utsman, negeri-negeri yang telah masuk ke dalam kekuasaan Islam antara lain: Barqoh, Tripoli Barat, sebagian Selatan negeri Nubah, Armenia dan beberapa bagian Thabaristan bahkan tentara Islam telah melampaui sungai Jihun (Amu Daria), negeri Balkh (Baktria), Hara, Kabul dan Gzaznah di Turkistan.
Jadi Enam tahun pertama pemerintahan Ustman bin Affan ditandai dengan perluasan kekuasaan Islam. Perluasan dan perkembangan Islam pada masa pemerintahannya telah sampai pada seluruh daerah Persia, Tebristan, Azerbizan dan Armenia selanjutnya meluas pada Asia kecil dan negeri Cyprus. Atas perlindungan pasukan Islam, masyarakat Asia kecil dan Cyprus bersedia menyerahkan upeti sebagaimana yang mereka lakukan sebelumnya pada  masa kekuasaan Romawi atas wilayah tersebut.
2. Pembentukan Angkatan Laut
Bermula dari adanya rencana   Khalifah Ustman untuk mengirim pasukan ke Afrika, Mesir, Cyprus dan Konstatinopel Cyprus. Untuk sampai ke daerah tersebut harus melalui lautan. Oleh karena itu   atas dasar usul Gubernur di daerah, Ustman   pun menyetujui pembentukan armada laut yang dilengkapi dengan personil dan sarana yang memadai.
3. Otonomi Daerah
Berbeda dengan masa khalifah Abu Bakar dan Umar yang memerintah daerah adalah amir dan wali, pada masa Utsman semua wilayah dibagi menjadi sepuluh yang dipimpin oleh amir (gubernur), yaitu 1) Makkah oleh Nafi’ bin Abdul Harits, 2) Thaif oleh Sufyan bin Abdullah al-Tsaqafi, 3) Shan’a oleh Ya’la bin Munbih, 4) Jand oleh Abdullah Abi Rabiah, 5) Bahrain oleh Utsman bin Abi al-Ash al-Tsaqafi, 6) Kufah oleh Al-Mughirah bin Syu’bah al-Tsaqafi, 7) Basrah oleh Abu Musa Abdullah, 8) Damaskus oleh Muawiyah bin Abi Sufyan, 9) Hims oleh Amr bin Sa’d, dan 10) Mesir oleh Amir bin al:Ash.
4. Kodifikasi Al-Qur’an
Salah satu hal yang muncul akibat perluasan wilayah islam adalah munculnya berbagai perbedaan qira’ah Al-qur’an. Itu karena setiap daerah memiliki dialek bahasa tersendiri, dan setiap kelompok umat islam mengikuti qiroah para sahabat terkemuka. Sebagaimana diketahui ada beberapa orang sahabat yang menjadi kiblat atau rujukan bagi kaum muslim mengenai bacaan Al-qur’an. Di masa Rosulullah dan dua khalifah sebelumnya keadaan itu tidak menimbulkan permasalahan karena para sahabat bisa mencari rujukan yang pasti mengenai bacaan yang benar dan diterima. Namun seiring  perubahan zaman dan perbedaan latar belakang sosial budaya mayarakat islam, persoalan itu semakin meruncing dan berujung pada persoalan aqidah. Sebagian kelompok umat menyalahkan kelompok lain karena perbedaan gaya dan qiraah Al-qur’an. Bahkan mereka saling mendustkan, menyalahkan bahkan mengkafirkan.
Kenyataan itu mendorong usman untuk berijtihad melakukan sesuatu yang benar-benar baru. Pada akhir 24 H awal 25 H, Usman mengumpulkan para sahabat lalu empat orang diantara mereka menyusun mushaf yang akan menjadi rujukan umat islam. Keempat kodifikasi panitia itu adalah para penghafal al-Qur’an yang telah dikenal baik yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said ibn al-Ash dan Abdurrahman ibn al-Harist ibn Hisyam. Panitia kodifikasi itu bekerja sangat cermat dan hati-hati.mereka menghimpun berbagai qiraah yang ada ditengah umat kemudian memilih salah satunya yang dianggap paling dipercaya. Mereka langsung menuliskan dalam satu mushaf lafal atau bacaan yang disepakati bersama.  Yang tersusun rapi dan sistematis. Panitia kodifikasi Al-qur’an bekerja dengan cermat, teliti, dan hati-hati sehingga menghasilkan sebuah mushaf. Sebetulnya karya itu bukan murni dilakukan khalifah Usman, karena gagasan itu telah dirintis sejak kepemimpinan Abu Bakar dan diteruskan khalifah Umar. Mushaf usmani itupun tuntas disusun dan mushaf-mushaf lain yang berbeda dari mushaf utama itu diperintahkan untuk dibakar.
2.4.4 Tuduhan Nepotisme dan Terbunuhnya Khalifah Ustman bin Affan
Ustman terlalu terikat dengan kepentingan-kepentingan orang Mekah, khususnya kaum Quraisy dari kalangan Bani Umayyah. Kemenangan Ustman sekaligus adalah suatu kesempatan yang baik bagi sanak saudaranya dari keluarga besar Bani Umayah. Oleh karena itu, Ustman berada dalam pengaruh dominisi seperti itu maka satu persatu kedudukan tinggi kekhalifahan diduduki oleh anggota-anggota keluarga itu.
Kelemahan dan nepotisme telah membawa khalifah kepuncak kebencian rakyat, yang pada beberapa waktu kemudian menjadi pertikaian yang mengerikan di kalangan umat Islam.
Ketika Ustman mengangkat Marwan bin Hakam, sepupu khalifah yang dituduh sebagai orang yang mementingkan diri sendiri dan intrik menjadi sekretaris utamanya, segera timbul mosi tidak percaya dari rakyat. Begitu pula dengan penempatan Muawiyah, Walid bin Uqbah dan Abdullah bin Sa’ad masing-masing sebagai gubernur Suriah, Irak dan Mesir, sangat tidak disukai oleh umum. Ditambah lagi tuduhan-tuduhan keras bahwa kerabat khalifah memperoleh harta pribadi dengan memngorbankan kekayaan umum dan tanah negara.
Hakam ayah Marwan mendapatkan tanah Fadah, Marwan sendiri menyalahgunakan harta baitul mal, Muawiyah mengambil alih tanah negara Suriah dan khalifah mengizinkan Abdullah untuk mengambil seperlima dari harta rampasan perang Tripoli untuk dirinya dan lain-lain.
Dari berbagai kecaman tersebut, khalifah telah berupaya untuk membela diri dan melakukan tindakan politis sebatas kemampuan. Tentang pemborosan uang  negara misalnya, Ustman menepis keras tuduhan keji itu. Benar jika dikatakan ia banyak membantu saudara-saudaranya dari Bani Umayah, tetapi itu diambil dari kekayaan pribadinya.
Sama sekali bukan dari kas negara, bahkan khalifah tidak mengambil gaji yang menjadi haknya. Pada saat menjadi khalifah justru Ustman jatuh miskin. Selain karena harta yang ia miliki digunakan untuk membantu sanak familinya, juga karena seluruh waktunya dihabiskan untuk mengurusi permasalahan kaum muslimin, sehingga tidak ada lagi kesempatan untuk mengumpulkan harta seperti di masa sebelum menjadi khalifah.
Rasa tidak puas terhadap khalifah Ustman seamkin besar dan menyeluruh. Pemberontakan pun terjadi dan berhasil mengusir gubernur yang diangkat khalifah, lalu mereka yang terdiri dari 600 orang Mesir itu berarak-arakan menuju ke Madinah. Para pemberontak dari Basrah dan Kufah bertemu dan menggabungkan diri dengan kelompok dari Mesir.
Khalifah pun menuruti kemauan mereka dengan mengangkat Muhammad bin abu Bakar sebagai gubernur di Mesir. Mereka puas dengan keputusan khalifah tersebut dan pulang ke negeri mereka masing-masing.
Akan tetapi di tengah jalan para pemberontak menemukan surat yang dibawa oleh utusan khusus yang menerangkan bahwa para wakil itu harus dibunuh setelah sampai di Mesir. Menurut mereka surat itu ditulis oleh sekretaris khalifah yaitu Marwan bin Hakam, sehingga mereka meminta kepada khalifah untuk menyerahkan Marwan bin Hakam. Tuntutan itu tidak dipenuhi oleh khalifah, tetapi mereka tidak menerimanya. Mereka mengepung rumah khalifah, dan membunuhnya ketika Ustman membaca Alquran pada tahun 35 H/17 Juni 656 M.
Dengan demikian berakhirlah masa pemerintahan khalifah Ustman bin Affan,setelah itu kekhalifahan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, menjadi khalifah yang keempat setelah Abu Bakar, Umar dan Ustman.

2.5 Peradaban Islam pada Periode Ali bin Abi Thalib
2.5.1 Biografi Ali bin Abi Thalib
Nama lengkapnya Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalin bin Hasyim bin Abdul Mnaf. Beliau lahir pada tahun 21 sebelum hijrah (603) M) atau delapan tahun sebelum Nabi saw. diutus menjadi rasul. Sewaktu lahir, ia diberi nama Haidarah oleh ibunya, kemudian diganti oleh ayahnya dengan Ali. Beliau  juga saudara sepupu  Nabi SAW (anak paman Nabi, Abu Thalib), yang jadi menantu Nabi SAW, suami dari putri Rasulullah  yang bernama Fathimah. Fathimah adalah satu-satunya putri Rasulullah yang ada serta mempunyai keturunan. Dari pihak Fathimah inilah Rasulullah mempunyai keturunan sampai sekarang.
Khalifah Ali bin Abi Thalib merupakan orang yang pertama kali masuk Islam   dari kalangan anak-anak. Nabi Muhammad SAW, semenjak kecil diasuh  oleh kakeknya Abdul Muthalib, kemudian   setelah kakeknya meninggal di asuh oleh   pamannya Abu Thalib. Karena hasrat hendak menolong  dan membalas jasa  kepada pamannya, maka Ali  di asuh Nabi SAW dan di didik. Pengetahuannya dalam agama Islam  amat luas. Karena dekatnya dengan  Rasulullah,  beliau termasuk   orang yang  banyak    meriwayatkan  Hadits  Nabi. Keberaniannya     juga  masyhur  dan  hampir  di  seluruh  peperangan     yang  dipimpin Rasulullah, Ali senantiasa berada di barisan muka.
Selama hidupnya, Ali menikah dengan sembilan wanita, yaitu: 1) Fatimah, puteri Rasulullah, 2) Ummu Bamin binti Huzam dari Bani Amir, 3) Laila binti Mas’ud at-Tamimah, 4) Asma binti Umair al-Kuimiah, janda Abu Bakar al-Shiddiq, 5) As-Sahba binti Rabiahdari Bani Jasym, 6) Umamah binti Abi Ass bin ar-Rabb, 7) Khanlah binti Ja’far al-Hanafiah, 8) Ummu Said binti Urwah bin Mas’ud, 9) Mahyah binti Imri’ al-Qais al-Kalbiah dan mempunyai 19 orang putra-putri
2.5.2 Proses Pengangkatan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, masyarakat beramai-ramai   datang dan membaiat Ali bin Abi Thalib   sebagai Khalifah. Beliau diangkat   melalui   pemilihan dan pertemuan terbuka. Akan tetapi suasana pada saat itu sedang kacau, karena hanya ada beberapa tokoh senior masyarakat Islam yang tinggal di Madinah. Sehingga keabsahan pengangkatan Ali bin Abi Thalib ditolak oleh sebagian masyarakat termasuk Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Meskipun hal itu terjadi, Ali  masih  menjadi  Khalifah  dalam pemerintahan Islam.
2.5.3 Kebijakan yang Dilakukan Khalifah Ali bin Abi Thalib

1. Menyusun Kembali Aparatur Negara
Wali/Amir atau gubernur-gubernur penguasa wilayah yang diangkat Khalifah Usman diganti dengan orang-orang baru. • Kuwait, Abu Musa Al Asy’ari diganti Ammarah bin Syahab • Mesir, Abdullah bin Sa’ad diganti Khais bin Tsabit • Basyrah, Abdullah bin Amr diganti Usnab bin Hany Al Anshori • Syam (Syiria), Muawwiyah bin Abi Sofyan diganti Shal bin Hanif. Hal ini dilakukan Khalifah Ali, karena mereka banyak yang tidak disenangi oleh kaum muslimin, bahkan banyak yang menganggap bahwa mereka itulah yang menyebabkan timbulnya pemberontakan-pemberontakan pada masa Khalifah Utsman.
2. Membenahi Keuangan Negara ( Baitul Mal )
Setelah mengganti para pejabat yang kurang cakap, Khalifah Ali bin Abi Tahlib kemudian menyita harta para pejabat tersebut yang diperoleh secara tidak  benar. Harta tersebut kemudian disimpan di Baitul Mal dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

3. Memajukan Bidang Ilmu Bahasa
Pada saat Kholifah Ali bin Abi Thalib memegang pemerintahan , Wilayah Islam sudah mencapai India. Pada saat itu , penulisan huruf hijaiyah belum dilengkapi dengan tanda baca, seperti kasrah, fathah, dhommah dan syaddah. hal itu menyebabkan banyaknya kesalahan bacaan teks Al-Qur'an dan Hadits di daerah-daerah yang jauh dari Jazirah Arab.
    Untuk menghindari kesalahan fatal dalam bacaan Al-Qur'an dan Hadits. Kholifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Aswad ad Duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu nahwu, yaitu ilmu yang mempelajarai tata bahasa Arab. Keberadaan ilmu nahwu diharapkan dapat membantu orang-orang non  Arab dalam mempelajari sumber utama ajaran islam, yaitu Al-Qur'an dan Hadits.

4. Bidang Pembangunan
 Salah satu pembangunan yang mendapat perhatian khusus dari Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah pembangunan Kota Kuffah. Pada awalnya kota Kufah disiapkan sebagai pusat pertahanan oleh Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Akan tetapi , Kota Kufah kemudian berkembang  menjadi pusat ilmu tafsir, ilmu hadits,ilmu nahwu dan ilmu pengetahuan lainya.
2.5.4 Pemberontakan dan Terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib
Umat Islam pada Khalifah Ali, pecah menjadi beberapa kelompok. ini adalah akibat belum selesainya kasus wafatnya Usman bin Affan. Oleh karena itu, masa pemerintahan Ali diwarnai berbagai kekecewaan yang mengakibatkan pemberontakan-pemberontakan yang ingin menombangkan Khalifah Ali.
 1. Perang Jamal, dinamakan perang Jamal, karena dalam perang itu Aisyah mengendarai unta. Perang ini terjadi antara Khalifah Ali dengan Aisyah yang didukung oleh Zubair dan Thalhah. Ketiga sahabat ini menuntut balas atas kematian Khalifah Usman bin Affan.perang ini terjadi pada tahun 36 H dan tidak berlangsung lama. Zubair dan Thalhah tewas, begitu juga unta yang tunggangi Aisyah terbunuh. Sedangkan Aisyah pun dapat ditawan oleh pasukan Khalifah Ali bin Abi Tholib. “Sebaiknya Ibunda kembali ke Madinah”, usul Khalifah Ali bin Abi Tholib, “Baiklah. Akan tetapi aku beramanat agar engkau tetap mencari pembunuh Usman bin Affan dan memenggal kepala penjahat itu”, sahut Aisyah. “Saya setuju , Demi Allah, saya akan mencari pembunuh Usman bin Affan”, sumpah Khalifah Ali. Akhirnya Aisyah janda Nabi SAW dikembalikan ka Mdinah dengan penuh kehormatan.
2. Perang Siffin, setelah Khalifah Ali menundukkan pasukan berunta di Basrah, beliau bersama pasukannya menuju Kufah. Dari Kufah beliau mengirim Jabir bin Abdullah Al Bajali untuk meminta Muawwiyah mengurungkan niatnya menentang beliau, dan mengajak agar Muawwiyah menyatakan bai’ahnya terhadap Khalifah Ali bin Abi Tholib. Utusan Ali diterima oleh Muawwiyah. Ia memberi jawaban: 1. Ia tidak akan memberi bai’ah, sebelum kematian Usman diselesaikan dengan tuntas 2. Kalau Ali mengabaikan pengusutan terhadap pembunuhan Usman, bukan bai’ah yang dilakukan. Tetapi Muawwiyah akan mengangkat senjata untuk melawan Ali. Dimulailah perang besar di dataran Siffin dengan dahsyatnya antara Ali dengan Muawwiyah. Pertempuran berkecamuk hingga 4 hari lamanya. Dalam pertempuran tersebut tentara Muawwiyah mula-mula menang, tetapi kemudian kalah, dan akhirnya hendak melarikan diri. Tiba-tiba amru mengambil siasat damai dengan memerintahkan kepada seluruh tentaranya mengacungkan Mushaf Al-Qur’an pada pucuk tombaknya serta menyeru “Marilah damai dengan hukum Kitabullah”. Melihat situasi yang demikian, pasukan Ali pecah menjadi dua golongan satu golongan menerima perdamaian, mengingat pertempuran yang dilakukan sesama muslim, satu golongan yang lain berpendapat perang terus hingga nyata siapa nanti yang menang, dengan dugaan mereka bahwa mengangkat Kitabullah hanyalah semata-mata tipu daya musuh. Khalifah Ali terpaksa mengikuti golongan pertama yang lebih banyak, yaitu menghentikan pertempuran yang sedang berkobar dan menantikan keputusan yang akan dirundingkan tanggal 15 Rajab 37 H. Perundingan tersebut dikenal dengan perdamaian Daumatul Jandal, karena terjadi di daerah Daumatul Jandal. Dalam perundingan itu, pihak Muawwiyah mengangkat Amr bin Ash sebagai kepala utusan, dari pihak Ali mengangkat Abu Musa Al Asy’ari. Tanya jawab diadakan dan akhirnya setuju untuk mempersiapkan jawaban agar Ali dan Muawwiyah diturunkan dari keKhalifaan. Kemudian diserahkan kepada umat untuk memilih Khalifah yang disukainya, demi persatuan dan kesatuan umat Islam. Mula-mula Abu Musa berdiri, kemudian memutuskan mencabut Ali dari keKhalifaan. Setelah itu Amr bin Ash juga berdiri dan memutuskan memecat Ali seperti yang dikatakan Abu Musa dan menetapkan Muawwiyah menjadi Khalifah atas pemilihan umat.
3. Peristiwa Tahkim dan Dampaknya
Akibat terjadinya perselisihan pendapat dalam pasukan Ali, maka timbullah golongan Khawarij dan Syi’ah. Khawarij adalah golonga yang semula pengikut Ali , setelah berhenti perang Siffin mereka tidak puas, dan keluar dari golongan Ali, karena mereka ingin melanjutkan peperangan yang sudah hampir menang, dan mereka tidak setuju dengan perundingan Daumatul Jandal. Mereka berkomentar mengapa harus bertahkim kepada manusia, padahal tidak ada tempat bertahkim kecuali allah. Maksudnya tidak ada hukumselain bersumber kepada Allah. khawrij menganggap Ali telah keluar dari garis Islam. Karena itu orang-orang yang melaksanakan hukum tidak berdasarka Kitab Allah maka ia termasuk orang kafir. Sebaliknya golongan kedua Syi’ah (golongan yang tetap setia mendukung Ali sebagai Khalifah) memberi tanggapan bahwa tidak menutup kemungkinan kepemimpinan Muawwiyah bertindak salah, karena ia manusia biasa, selain itu golongan Syi’ah beranggapan bahwa hanya Ali satu-satunya yang berhak menjadi Khalifah. Mengingat perdebatan ini tidak titik temunya dan mengakibatkan perundingan Daumatul Jandal gagal sehingga perdamaian tidak terwujud.
Kaum Khawarij tidak lagi mempercayai kebenaran pemimpin-pemimpin Isalam, dan mereka berpendapat bahwa pangkal kekacauan Islam pada saat itu adalah karena adanya 3 orang imam, yaitu Ali, Muawwiyah dan Amr. Kemudian kaum Khawarij membulatkan tekadnya, “tiga orang imam itu harus dibunuh dalam satu saat, bila hal itu tercapai umat Islam akan bersatu kembali”. Demikian tekad mereka. “Saya membunuh Ali”, kata Abdurrahman bin Muljam, “Saya membunuh Muawwiyah”, sambut Barak bin Abdullah Attamimi, “Dan saya membunuh Amr”, demikian kesanggupan Amr bin Bakr Attamimi. Mereka bersumpah akan melaksanakan pembunuhan pada tanggal 17 Ramadhan 40 H/24 Januari 661 M di waktu subuh. Diantara tiga orang Khawarij tiu. Hanya Ibnu Muljam yang berhasil membunuh Ali ketika beliau sedang sholat Subuh di Masjid Kufah tetapi Ibnu Muljam pun tertangkap dan juga dibunuh. Barak menikam Muawwiyah mengenai punggungnya, ketika Muawwiyah sedang sholat Subuh di Masjid Damaskus. Sedang Amr bin Bakr berhasil membunuh wakil imam Amr bin Ash ketika ia sedang sholat Subuhdi Masjid Fusthat Mesir. Amr bin sendiri tidak mengimami sholat, sedang sakit perut di rumah kediamannya sehingga ia selamat. Khalifah Ali wafat dalam usia 58 tahun, kemudian Hasan bin Ali dinobatkan menjadi Khalifah yang berkedudukan di Kuffah.

















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·         Kata khulafa’ al-rasyidin itu berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari kata “khulafa” dan “rasyidin”, khulafa’ itu menunjukkan banyak khalifah, yang mempunyai arti pemimpin. Adapun kata rasyidin itu berarti arif dan bijaksana. Jadi khulafa’ al-rasyidin mempunyai arti pemimpim yang bijaksana sesudah nabi muhammad wafat.
·         Hal-hal yang terjadi di masa peradaban Islam periode Abu Bakar al-Shiddiq, antara lain: 1) Menumpas orang-orang murtad, orang-orang yang membangkang membayar zakat, dan para nabi palsu; 2) Melanjutkan rencana nabi untuk melakukan ekspansi, 3) Pembagian wilayah, 4) Kodifikasi Al-Qur’an, dan 5) Peningkatan kesejahteraan umat Islam dengan membentuk Baitul Mal
·         Hal-hal yang terjadi di masa peradaban Islam periode Umar bin Khattab, antara lain: 1) Melakukan ekspansi, 2) Penataan administrasi pemerintahan, 3) Melakukan ijtihad, seperti penetapan shalat tarawih berjamaah, 4) Mencanangkan almanak hijriah, dan 5) Peningkatan kesejahteraan umat Islam seperti dengan membentuk lembaga perpajakan.
·         Hal-hal yang terjadi di masa peradaban Islam periode Utsman bin Affan, antara lain: 1) Melakukan ekspansi, 2) Kodifikasi Al-Qur’an, 3) Otonomi daerah, dan 4) Adanya pemberontakan-pemberontakan yang akhirnya menyebabkan meninggalnya khalifah Utsman,
·         Hal-hal yang terjadi di masa peradaban Islam periode Ali bin Abi Thalib, antara lain: 1) Menata kembali aparatur negara, 2) Membenahi keuangan negara, 3) Memajukan bidang bahasa dan pembangunan, dan 4) Adanya pemberontakan pemberontakan yang akhirnya menyebabkan meninggalnya khalifah Ali.

3.2 Saran
Sejarah peradaban islam ini sangatlah penting buat kita yang umat Islam sekarang ini, sebagai pengetahuan sekaligus sebagai inspirasi akan kejayaan Islam di masa lampau. Kami berharap kepada pembaca setelah membaca tulisan ini, pembaca mengetahui betul mengenai sejarah peradaban islam pada periode khulafa’ al-Rasyidin serta dapat mengambil hikmah dari para khalifah tersebut.
























DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Abdulah,  Taufik.  2002.   Ensiklopedi  Tematis  Dunia Islam:  Pemikiran  dan Peradaban. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Amin, Syamsul Munir. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Hamzah.
Anwar,  Rosihon. 1962. Ajaran Dan Sejarah Islam Untuk Anda.  Jakarta: Pustaka Jaya.
Hasan, Ibrahim Hasan. 2001. Sejarah Kebudayaan Islam I. Jakarta: Kalam Mulia.
Morodi, dkk. 1994.  Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: Karya Toha Putra.
Suntiah, Ratu & Maslani. 2014. Sejarah Kebudayaan Islam. Bandung: Interes Media.
Yatim, Badri. 2006. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Wijdan, Ade, dkk. 2007. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Satria Insania Press.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar