PERADABAN ISLAM MASA KHULAFA’ AL-ROSYIDIN
Oleh:
M. SYAIFUDDIN
(ADMINISTRASI PUBLIK UIN SUNAN
GUNUNG DJATI BANDUNG)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah peradaban Islam memiliki
arti yang sangat penting dan tidak bisa kita abaikan begitu saja. Dengan
sejarah kita bisa mengetahui apa yang terjadi pada masa sebelumnya. Perkembangan
Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW. dan para sahabat merupakan periode keemasan
agama Islam, hal itu bisa terlihat bagaimana kemurnian Islam itu sendiri dengan
adanya pelaku dan faktor utamanya, yakni Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada zaman
selanjutnya, yaitu zaman para sahabat, terkhusus pada zaman khalifah empat atau
yang lebih dikenal dengan sebutan Khulafa al-Rasyidin, Islam berkembang lebih
pesat. Hal itu tentunya tidak terlepas dari perjuangan yang gigih dari para
sahabat.
Perkembangan Islam pada zaman inilah
merupakan titik tolak perubahan peradaban ke arah yang lebih maju. Maka tidak
heran para sejarawan mencatat bahwa Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW. dan
zaman Khulafa’ al-Rasyidin merupakan Islam yang luar biasa pengaruhnya. Namun
yang terkadang menjadi pertanyaan adalah kenapa pada zaman sekarang ini
seolah-olah kita melupakannya.
Sejalan dari uraian di atas, maka kami tertarik untuk mengkaji hal
ini lebih lanjut dan terdorong untuk menyusun sebuah makalah yang berjudul Peradaban
Islam Masa Khulafa’ al-Rasyidin.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan Masalah ini juga dapat mempermudah kinerja penulisan dalam
mencari atau menjawab permasalahan yang ada dalam makalah yang berjudul
Peradaban Islam Masa Khulafa’ al-Rasyidin.
1. Apa
pengertian Khulafa’ al-Rasyidin?
2. Bagaimana
peradaban islam pada periode Abu Bakar al-Shiddiq?
3. Bagaimana
peradaban islam pada periode Umar bin Khattab?
4. Bagaimana peradaban
islam pada periode Utsman bin Affan?
5. Bagaimana peradaban
islam pada periode Ali bin Abi Thalib?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian
Khulafa’ al-Rasyidin;
2. Untuk mengetahui peradaban islam
pada periode Abu Bakar al-Shiddiq;
3. Untuk mengetahui peradaban islam
pada periode Umar bin Khattab;
4. Untuk mengetahui peradaban islam
pada periode Utsman bin Affan;
5. Untuk mengetahui peradaban islam
pada periode Ali bin Abi Thalib.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Khulafa’ al-Rasyidin
Kata khulafa’ al-rasyidin itu
berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari kata “khulafa” dan “rasyidin”,
khulafa’ itu menunjukkan banyak khalifah, bila satu di sebut khalifah, yang
mempunyai arti pemimpin dalam arti orang yang mengganti kedudukan rasullah SAW
sesudah wafat melindungi agama dan siasat (politik) keduniaan agar setiap orang
menepati apa yang telah ditentukan oleh batas-batanya dalam melaksanakan
hukum-hukum syariat agama islam. Adapun kata rasyidin itu berarti arif dan
bijaksana. Jadi khulafa’ al-rasyidin mempunyai arti pemimpim yang bijaksana
sesudah nabi muhammad wafat. Para khulafa’ al-rasyidin itu adalah pemimpin yang
arif dan bijaksana. Mereka tiu terdiri dari para sahabat nabi muhammad SAW yang
berkualitas tinggi dan baik. Adapun sifat-sifat yang dimiliki khulafa’
al-rasyidin sebagai berikut:
a. Arif dan
bijaksana;
b. Berilmu yang
luas dan mendalam;
c. Berani
bertindak;
d. Berkemauan
yang keras;
e. Berwibawa;
f. Belas
kasihan dan kasih sayang;
g. Berilmu agama yang amat luas serta melaksanakan hukum-hukum
islam.
Para sahabat yang disebut khulafaurrasyidin terdiri dari empat
orang khalifah yaitu:
1 . Abu Bakar Al-Shidiq khalifah (11 – 13 H = 632 – 634 M)
2 . Umar bin Khattab (13 – 23 H = 634 – 644 M)
3. Utsman bin
Affan khalifah (23 – 35 H = 644 – 656 M)
4 . Ali bin Abi
Thalib khalifah (35 – 40 H = 656 – 661 M)
Tugas rasulullah SAW. Meliputi dua
hal, yaitu tugas kenabian dan tugas kenegaraan, sedangkan para khalifah hanya
menggantikan rasulullah dalam tugas kenegaraan, yaitu sebagai kepala negara,
kepala pemerintahan, dan pemimpin umat. Tugas beliau sebagai nabi dan rasul
tidak digantikan oleh siapapun, karena tugas kenabian yang diembannya itu
bersifat khusus atas pemilihan langsung oleh Allah SWT. Di samping itu, beliau
adalah nabi dan rasul terakhir. Tidak ada nabi dan rasul yang diangkat setelah
beliau wafat. Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al Ahzab 40.
Ù…َاكَانَ
Ù…ُØَÙ…َّدّ ُاَبَاَﺃØَدٍ Ù…ِÙ†ْ رِﺟﺎ Ù„ِÙƒُÙ… ْÙˆَÙ„َÙƒِÙ†ْ رَسُولَ الَّلهِ ÙˆَØ®َا تَÙ…َ
النَّبِÙŠِينَ ÙˆَÙƒَا َÙ†َ الَّلهُ بِÙƒُÙ„ Ø´َÙŠْØ¡ٍعَÙ„ِÙ…َ
Artinya: “ Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang
laki-laki di antara kamu, tetapi dia rasulullah dan penutup nabi-nabi, dan
Allah adalah maha mengetahui segala sesuatu.”
Masa kekhalifaan kurang lebih selama 30 tahun. Waktu yang sekian
lama itu Islam meluas ke daerah Syam, Irak, Palestina, Mesir, Sudan dan
beberapa daerah di benua Afrika.
2.2 Peradaban Islam pada Periode Abu Bakar al-Shiddiq
2.2.1 Biografi Abu Bakar al-Shiddiq
Abu Bakar
As-Shidiq adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang mempunyai nama
lengkap Abdullah bin Abi Quhafah at-Tamimi. Pada zaman pra Islam ia bernama
Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi SAW. menjadi Abdullah. Beliau lahir
pada tahun 573 M, dan wafat pada tanggal 23 Jumadil akhir tahun 13 H bertepatan
dengan bulan Agustus 634 M, dalam usianya 63 tahun, usianya lebih muda dari
Nabi SAW 3 tahun. Diberi julukan Abu Bakar atau pelopor pagi hari, karena
beliau termasuk orang laki-laki yang masuk Islam pertama kali.
Sedangkan gelar As-Shidiq diperoleh karena beliau senantiasa
membenarkan semua hal yang dibawa Nabi SAW terutama pada saat peristiwa Isra’
Mi’raj.
Abu Bakar
mempunyai empat istri. Pertama, Kutayla binti Abd’ Uzza yang melahirkan Abdullah
dan Asma; kedua, Ummu Rumman yang melahirkan Abdurrahman dan Aisyah; ketiga,
Asma binti Umays yang melahirkan Muhammad bin Abi Bakar; keempat, Habibah binti
Kharaja yang melahirkan Ummu Kultsum.
Pekerjaan
pokoknya adalah berniaga, sejak zaman jahiliyah sampai setelah diangkat menjadi
khalifah. Pengabdian Abu Bakar untuk Islam sangatlah besar. Ia menyerahkan
semua harta bendanya demi kepentingan Islam. Ia selalu mendampingi Rasulullah
dalam mengemban misi Islam sampai Nabi SAW wafat.
2.2.2 Proses Pengangkatan Khalifah
Abu Bakar al-Sshiddiq
Rasulullah yang
wafat tahun 11 H, tidak meninggalkan wasiat tentang orang yang akan
penggantikannya. Oleh karena itu, setelah rasulullah SAW wafat para sahabat
segera berkumpul untuk bermusyawarah di suatu tempat yaitu Tsaqifah Bani
Sa’idah guna memilih pengganti Rasulullah (Khalifah) memimpin ummat
Islam. Musyawarah itu secara spontanitas
diprakarsai oleh kaum Anshor. Sikap mereka itu
menunjukkan bahwa mereka lebih memiliki kesadaran politik dari pada yang
lain, dalam memikirkan siapa pengganti Rasulullah dalam memimpin umat Islam.
Dalam pertemuan
itu mereka mengalami kesulitan bahkan hampir terjadi perpecahan di antara
golongan, karena masing-masing kaum mengajukan calon pemimpin dari golongannya
sendiri-sendiri. Pihak Anshar mencalonkan Sa’ad bin Ubaidah, dengan alasan
mereka yang menolong Nabi ketika keadaan di Makkah genting. Kaum Muhajirin
menginginkan supaya pengganti Nabi SAW dipilih dari kelompok mereka, sebab
muhajirinlah yang telah merasakan pahit getirnya perjuangan dalam Islam
sejak awal mula Islam. Sedang di pihak lain terdapat
sekelompok orang yang menghendaki Ali Bin Abi Thalib, karena
jasa-jasa dan kedudukannya selaku menantu Rasulullah SAW. Hingga peristiwa
tersebut diketahui Umar. Ia kemudian pergi ke kediaman nabi dan mengutus
seseorang untuk menemui Abu Bakar. Kemudian keduanya berangkat dan diperjalanan
bertemu dengan Ubaidah bin Jarroh. Setibanya di balai Bani Sa’idah, mereka
mendapatkan dua golongan besar kaum Anshor dan Muhajirin bersitegang. Kemudian
Abu Ubaidah mengajak kaum Anshor agar bersikap toleransi, begitu juga Basyir
bin Sa’ad dari Khazraj (Anshor) agar kita tidak memperpanjang perselisihan ini.
Akhirnya situasi dapat sedikit terkendali.
Disela-sela
ketegangan itu kaum Anshor masih menyarankan bahwa harus ada dua kelompok.
Akhirnya dengan resiko apapun Abu Bakar tampil ke depan dan berkata “Saya
akan menyetujui salah seorang yang kalian pilih diantara kedua orang ini”.
Kemudian Umar berbicara untuk mendukung Abu Bakar dan mengangkat setia
kepadanya. Dia tidak memerlukan waktu lama untuk menyakinkan kaum Anshor dan
yang lain, bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling patut di Madinah untuk
menjadi penerus pertama dari Nabi Muhammad SAW.
Sesudah
argumentasi demi argumentasi dilontarkan, musyawarah secara bulat menunjuk Abu
Bakar untuk menjabat Khalifah dengan gelar “Amirul Mu’minin”. Dengan semangat
Islamiyyah terpilihlah Abu Bakar . Dia adalah orang yang ideal, karena sejak
mula pertama Islam diturunkan menjadi pendamping Nabi, dialah sahabat yang
paling memahami risalah Rasul. Disamping itu beliau juga pernah
menggantikan Rasulullah sebagai imam pada saat Rasulullah sakit.
Setelah mereka sepakat dengan gagasan Umar, sekelompok demi sekelompok maju
kedepan dan bersama-sama membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah. Baiat tersebut
dinamakan baiat tsaqifah karena bertempat di balai Tsaqifah Bani
Sa’idah. Pertemuan politik itu berlagsung hangat, terbuka dan demokratis.
Pertemuan
politik itu merupakan peristiwa sejarah yang penting bagi
umat Islam. Sesuatu yang megikat mereka tetap dalam satu kepemimpinan
pemerintahan. Dan terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah pertama, menjadi dasar
terbentuknya sistem pemerintahan Khalifah dalam Islam.
2.2.3 Kebijakan
yang Dilakukan pada Masa Khalifah Abu Bakar
Selama
kepemimpinannya yang berlangsung singkat (2 tahun 3 bulan 10 hari) Abu Bakar
mencapai keberhasilan sebagai berikut.
1. Penyelesaian
Perang Riddah
Kekhalifahan
Abu Bakar yang begitu singkat sangat disibukkan dengan peperangan. Dalam
pertempuran itu tidak hanya melawan musuh-musuh Islam dari luar, tetapi juga
dari dalam. Hal ini terjadi karena ada sekelompok orang yang memancangkan panji
pemberontakan terhadap negara Islam di
Madinah dan meninggalkan Islam (murtad) setelah Rasulullah
wafat. Gerakan riddah (gerakan belot agama) bermunculan. Abu Bakar
sebagai seorang Khalifah, tidak mendiamkan kejadian itu terus berlanjut. Beliau
memandang gerakan murtad itu sebagai bahaya besar, kemudian beliau menghimpun
para prajurit Madinah dan membagi mereka atas sebelas batalian dengan komando
masing-masing panglima dan ditugaskan keberbagai tempat di Arabia. Abu Bakar
menginstruksikan agar mengajak mereka kembali pada Islam, jika menolak maka
harus perangi.
Beberapa dari
suku itu tunduk tanpa peperangan, sementara yang lainnya tidak mau menyerah,
bahkan mengobarkan api peperangan. Oleh karena itu pecahlah peperangan melawan
mereka, dalam hal ini Kholid bin Walid yang diberi tugas untuk menundukan
Tulaiha, dalam perang Buzaka berhasil dengan cemerlang. Sedangkan Musailamah
seorang penuntut kenabian yang paling kuat, Abu Bakar mengirim Ikrimah dan
Surabil. Akan tetapi mereka gagal menundukan
Musailamah, kemudia Abu Bakar mengutus Kholid
untuk melawan nabi palsu dari Yaman itu.
Dalam pertempuran itu Kholid dapat mengahacurkan
pasukan Musailamah dan membunuh dalam taman
yang berdinding tinggi, sehingga taman disebut “taman maut”.
Adapaun nabi
palsu yang lainnya termasuk Tulaihah dan Sajah serta kepala suku yang murtad,
kembali masuk Islam. Dengan demikian, dalam waktu satu tahun semua perang Islam
diberkahi dengan keberhasilan. Abu Bakar dengan para panglimanya menghancurkan
semua kekuatan pengacau dan kaum murtad. Oleh karena itu, beliau tidak hanya
disebut sebagai Khalifah umat Islam, tetapi juga sebagai penyelamat Islam dari
kekacauan dan kehancuran bahkan telah menjadikan Islam sebagai agama Dunia.
Keberhasilan
perang melawan kelompok riddat membuat Islam memperoleh kembali kesetiaan dari
seluruh Jazirah Arabia. Selain itu, menurut Nasir kemenangan tersebut
dapat menunjukkan bahwa:
1) Kebenaran akan menang;
2) Menunjukkan
akan keutamaan kekuatan moral atas kekuatan material;
3) Dapat
menggetarkan musuh Islam dan membuktikan bahwa Islam mempunyai cukup kekuatan
untuk melawan para musuh-musuhnya;
4) Umat
Islam diyakinkan akan keunggulan Islam dan kekuatan moral yang menjadi
sifatnya.
Begitulah
usaha Khalifah Abu Bakar, dengan perjuangan
yang gigih, penuh kesabaran, kebijakan dan ketegasan, akhirnya
Khalifah Abu Bakar berhasil memberantas kaum riddat,
selanjutnya berakhirlah gerakan kaum riddat
di belahan semenanjung Arabia, dan semuanya menyatakan dirinya
kembali sebagai pemeluk agama Islam yang setia.
2. Melanjutkan
Rencana Nabi
Abu
Bakar mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah
bin Zaid, untuk memerangi kaum Romawi sebagai realisasi
dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup. Sebenarnya dikalangan
sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju dengan kebijaksanaan
Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat itu timbul gejala
kemunafikan dan kemurtadan yang
merambah untuk menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap
mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal itu
merupakan perintah Nabi SAW. Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam
pada saat itu merupakan langkah politik yang sangat strategis dan membawa
dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam
keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan
Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, di samping itu
juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat
intern.
Untuk
mengembangkan wilayah Islam keluar Arab, ini ditujukan ke Syiria
dan Persia. Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar
Heraklius), Abu Bakar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan
ditempatkan di Damaskus, Abu Ubaidah di Hims, Amir bin Ash di Palestina dan
Syurahbil bin Hasanah di Yordania. Melihat pasukan yang menang hanya Amr bin
Ash, Abu Bakar menyatukan pasukan menghadapi laskar Romawi di Yarmuk dengan
mengirimkan Khalid bin Walid untuk membantu pasukan di Syam. Beliau memimpin
pasukan berkekuatan 30.000 personil menghadapi tentara Romawi yang berkekuatan
10.000 personil di bawah panglima Theodore, saudara Heraklius, di pertempuran
Ajnadain tahun 13 H. Pada pertempuran itu umat Islam memperoleh kemenangan,
Heraklius pun melarikan diri ke Antokia. Saat perang tengah berkecamuk, datang
kabar bahwa khalifah Abu Bakar meninggal dunia
3. Pembagian
Wilayah
Wilayah-wilayah
dalam kekuasaan masa Abu Bakar dipimpin oleh amir dan wali. Amir
merupakan pemimpin wilayah yang memiliki otonomi penuh, sedangkan wali tidak
memiliki otonomi penuh. Di antara amir dan wali menurut Abdul Wahhab al-Najjar
yang dikutip Mubarok adalah: 1) Amir kota Makkah, yaitu Atab bin Asyad, 2) Amir
kota Thaif yaitu Utsman bin Abi al-Ash, 3) Wali kota Shan’a yaitu al-Muhajir
bin Abi Umayyah, 4) Wali kota Hadramaut yaitu Ziyad bin Labid, 5) Wali kota
Khaulan yaitu Ya’la bin Umayyah, 6) Wali kota Zubaid wa Rima’ yaitu Abu Musa
al- Asy’ari, 7) Amir kota Jand yaitu Mu’adz bin Jabal. 8) Wali kota Najran
yaitu Jarir bin Abdullah, 9) Wali kota Jarsy yaitu Abdullah bin Tsaur, dan 10)
Wali kota Bahrain yaitu al-‘Ala’ bin al-Hadhrami.
4. Kodifikasi
Al-Qur’an
Di samping itu, Jasa Abu Bakar yang abadi ialah atas usulan Umar, ia
berhasil membukukan al-Qur’an dalam satuan mushaf, sebab setelah banyak
penghafal al-Qur’an gugur dalam perang Riddah di Yamamah. Oleh karena
itu, khalifah menugaskan Zaid ibn Tsabit untuk membukukan al-Qur’an dibantu
oleh Ali ibn Abi Thalib. Naskah tersebut terkenal dengan naskah Hafsah yang
selanjutnya pada masa khalifah Usman membukukan al-Qur’an berdasarkan mushaf
itu, kemudian terkenal dengan Mushaf Utsmani yang sampai sekarang masih murni
menjadi pegangan kaum muslim tanpa ada perubahan atau pemalsuan.
5. Peningkatan
Kesejahteraan Umat
Sedangkan kemajuan yang dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu
Bakar membentuk lembaga "Baitul Mal", semacam kas negara atau lembaga
keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang
digelari "amin al-ummah" (kepercayaan umat). Selain itu didirikan
pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin Khattab.
Kebijaksanaan lain yang ditempuh Abu Bakar membagi sama rata hasil rampasan
perang (ghanimah). Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab
yang menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat.
Alasan yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas
nama Islam adalah akan mendapat balasan pahala dan Allah SWT di akhirat. Karena
itulah biarlah mereka mendapat bagian yang sama.
2.3 Peradaban Islam
pada Periode Umar bin Khattab
2.3.1 Biografi Umar bin Khattab
Nama lengkapnya
adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdil Uzza bin Ribaah bin Abdullah bin
Qarth bin Razaah bin Adiy bin Kaab. Ibunya adalah Hantamah binti Hasyim bin
Mughirah bin Abdillah bin Umar bin Mahzum. Ia berasal dari suku Adiy, suatu
suku dalam bangsa Quraisy yang terpandang mulia, megah dan
berkedudukan tinggi. Dia dilahirkan 14 tahun sesudah kelahiran
Nabi, tapi ada juga yang berpendapat bahwa ia dilahirkan 4 tahun sebelum perang
Pijar.
Sebelum masuk
Islam, dia adalah seorang orator yang ulung, pegulat tangguh, dan selalu
diminta sebagai wakil sukunya bila menghadapi konflik dengan suku Arab yang
lainnya. Terkenal sebagai orang yang sangat pemberani dalam menentang Islam,
punya ketabahan dan kemauan keras, tidak mengenal bingung dan ragu. Ia masuk Islam setelah mendengar ayat-ayat
Al-Quran yang dibaca oleh adiknya (Fatimah binti Khattab), padahal ketika itu
ia hendak membunuhnya karena mengikuti ajaran Nabi. Dengan masuknya Umar
kedalam Islam, maka terjawablah doa Nabi yang meminta agar Islam dikuatkan
dengan salah satu dari dua Umar (Umar bin Khattab atau Amr bin Hisyam) dan
sebagai suatu kemenangan yang nyata bagi Islam.
Masa
pemerintahan Umar bin Khatab berlangsung selama 10 tahun 6 bulan, yaitu dari
tahun 13 H/634M sampai tahun 23H/644M. Beliau
wafat pada usia 64 tahun.
2.3.2 Proses
Pengangkatan Khalifah Umar bin
Khattab
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah
dengan para pemuka sahabat, beliau telah menunjuk Umar sebagai pengganti
posisinya dengan meminta pendapat dari tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan
sahabat seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman, dan Tolhah bin Ubaidillah (Hasan,
1989:38) kemudian mengangkat Umar bin Khatthab sebagai penggantinya dengan
maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan
di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima
masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut
dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga
memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (pemimpin orang-orang yang
beriman).
2.3.3 Kebijakan
yang Dilakukan pada Masa Khalifah Umar bin Khattab
1.
Melakukan Ekspansi
Ketika para pembangkang di dalam negeri telah
dikikis habis oleh Khalifah Abu Bakar dan era penaklukan militer telah dimulai,
maka Umar menganggap bahwa tugas utamanya adalah mensukseskan ekspedisi yang
dirintis oleh pendahulunya. Belum lagi genap satu tahun memerintah, Umar telah
menorehkan tinta emas dalam sejarah perluasan wilayah kekuasaan Islam.
Pada tahun 635 M, Damascus, Ibu kota Syuriah, telah ia tundukkan. Setahun
kemudian seluruh wilayah Syuriah jatuh ke tangan kaum muslimin, setelah
pertempuran hebat di lembah Yarmuk di sebelah timur anak sungai Yordania.
Keberhasilan
pasukan Islam dalam penaklukan Syuriah di masa Khalifah Umar tidak lepas
dari rentetan penaklukan pada masa
sebelumnya. Khalifah Abu Bakar telah mengirim pasukan
besar dibawah pimpinan Abu Ubaidah Ibn al-Jarrah ke front Syuriah. Ketika
pasukan itu terdesak, Abu Bakar memerintahkan Khalid Ibn al-Walid yang sedang
dikirim untuk memimpin pasukan ke front Irak, untuk membantu pasukan di
Syuriah. Dengan gerakan cepat, Khalid bersama pasukannya menyeberangi gurun
pasir luas ke arah Syuriah. Ia bersama Abu
Ubaidah mendesak pasukan Romawi. Dalam keadaan
genting itu, wafatlah Abu Bakar dan diganti oleh Umar bin al-Khattab.
Khalifah yang
baru itu mempunyai kebijaksanaan lain. Khalid yang dipercaya untuk memimpin
pasukan di masa Abu Bakar, diberhentikan oleh Umar dan diganti oleh Abu Ubaidah
Ibn al-Jarrah. Hal itu tidak diberitahukan kepada pasukan hingga selesai
perang, dengan maksud supaya tidak merusak konsentrasi dalam menghadapi musuh.
Damascus jatuh ke tangan kaum muslimin setelah dikepung selama tujuh hari.
Pasukan Muslim yang dipimpin oleh Abu Ubaidah itu melanjutkan penaklukan ke
Hamah, Qinisrun, Laziqiyah dan Aleppo. Surahbil dan ‘Amr bersama pasukannya
meneruskan penaklukan atas Baysan dan Jerussalem di Palestina. Kota suci dan
kiblat pertama bagi umat Islam itu dikepung oleh pasukan Muslim selama empat
bulan. Akhirnya kota itu dapat ditaklukkan dengan syarat harus Khalifah Umar
sendiri yang menerima “kunci kota” itu dari Uskup Agung Shoporonius, karena
kekhawatiran mereka terhadap pasukan Muslim yang akan menghancurkan
gereja-gereja.
Dari Syuriah,
laskar kaum muslimin melanjutkan langkah ke Mesir dan membuat
kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika Utara. Bangsa Romawi telah menguasai
Mesir sejak tahun 30 SM. Dan menjadikan wilayah subur itu sebagai sumber
pemasok gandum terpenting bagi Romawi. Berbagai macam pajak naik sehingga
menimbulkan kekacauan di negeri yang pernah diperintah oleh raja Fir’aun itu.
‘Amr bin Ash meminta izin Khalifah Umar untuk menyerang wilayah itu, tetapi
Khalifah masih ragu-ragu karena pasukan Islam masih terpencar dibeberapa front
pertempuran. Akhirnya, permintaan itu dikabulkan juga oleh Khalifah dengan
mengirim 4000 tentara ke Mesir untuk membantu ekspedisi itu. Tahun 18 H,
pasukan muslimin mencapai kota Aris dan mendudukinya tanpa perlawanan. Kemudian
menundukkan Poelisium (Al-Farama), pelabuhan di pantai Laut Tengah yang
merupakan pintu gerbang ke Mesir. Satu bulan kota itu dikepung oleh pasukan
kaum muslimin dan dapat ditaklukkan pada tahun 19 H. Satu demi satu kota-kota
di Mesir ditaklukkan oleh pasukan muslimin. Kota Babylonia juga dapat
ditundukkan pada tahun 20 H, setelah tujuh bulan terkepung.
Iskandariah
(ibu kota Mesir) dikepung selama empat bulan sebelum ditaklukkan oleh pasukan
Islam di bawah pimpinan Ubaidah Ibn as-Samit yang dikirim oleh Khalifah dari
Madinah sebagai bantuan pasukan ‘Amr bin Ash yang sudah berada di front
peperangan Mesir. Cyrus menandatangani perjanjian damai dengan kaum muslimin.
Dengan jatuhnya Iskandariah ini, maka
sempurnalah penaklukan atas Mesir.
Ibu kota negeri itu dipindahkan ke kota
Fusthat yang dibangun oleh Amr bin Ash pada tahun 20 H. Dengan Syuriah sebagai
basis, gerak maju pasukan ke Armenia , Mesopotamia bagian utara, Georgia, dan
Azerbaijan menjadi terbuka.
Demikian juga
dengan serangan-serangan terhadap Asia Kecil yang dilakukan selama
bertahun-tahun. Seperti halnya perang Yarmuk yang menentukan nasib Syuriah,
perang Qadisia pada tahun 637 M, menentukan masa depan Persia. Khalifah Umar
mengirim pasukan di bawah pimpinan Saad bin Abi Waqash untuk menundukkan kota
itu. Kemenangan yang diraih di daerah itu membuka jalan bagi gerakan maju
tentara Muslim ke dataran Eufrat dan Tigris. Setelah dikepung selama 2 bulan,
Yazdagrid III, raja Persia melarikan diri. Pasukan Islam kemudian mengepung
Nahawan dan menundukkan Ahwaz tahun 22 H. Pada tahun itu pula, seluruh Persia
sempurna berada dalam kekuasaan Islam, sesudah pertempuran sengit di Nahawan.
Isfahan juga ditaklukan. Demikian juga dengan Jurjan (Georgia) dan Tabristan,
Azerbaijan. Orang-orang Persia yang jumlahnya jauh lebih besar dari pada
tentara Islam, yaitu 6 dibanding 1, menderita kerugian besar. Kaum
muslimin menyebut sukses ini dengan “kemenangan dari segala kemenangan” (fathul
futuh).
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kekuasaan Islam pada masa itu meliputi Jazirah Arabia,
Palestina, Syiria, Mesir dan sebagian besar Persia.
2. Penataan
Administrasi Pemerintahan (Pembentukan Ahlul Hall Wal ‘Aqdi)
Secara etimologi, ahlul hall wal aqdi adalah
lembaga penengah dan pemberi fatwa. Sedangkan menurut terminologi, adalah
wakil-wakil rakyat yang duduk sebagai anggota majelis syura, yang terdiri dari
alim ulama dan kaum cerdik pandai (cendekiawan) yang menjadi pemimpin-pemimpin
rakyat dan dipilih atas mereka.
Anggota dewan ini terpilih karena dua hal yaitu: pertama,
mereka yang telah mengabdi dalam dunia politik, militer, dan misi Islam, selama
8 sampai dengan 10 tahun. kedua, orang-orang yang terkemuka dalam hal
keluasan wawasan dan dalamnya pengetahuan tentang yurisprudensi dan Al-Quran. Dalam
masa pemerintahannya, Umar telah membentuk lembaga-lembaga yang disebut juga
dengan ahlul hall wal aqdi, di antaranya adalah:
1. Majelis Syura (Dewan Penasihat)
2. Al-Katib
(Sekretaris Negara), di antaranya adalah Abdullah bin Arqam.
3. Nidzamul Maly (Departemen Keuangan) mengatur
masalah keuangan dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah,
fai’ dan lain-lain.
4. Nidzamul Idary (Departemen Administrasi),
bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul
jund yang bertugas menggaji pasukan
perang dan pegawai
pemerintahan.
5. Departemen Kepolisian
dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam negara.
6. Departemen Pendidikan dan lain-lain .
Pada masa Umar, badan-badan tersebut belumlah
terbentuk secara resmi, dalam arti secara de jure belum terbentuk, tapi
secara de facto telah dijalankan tugas-tugas badan tersebut. Meskipun
demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar senantiasa mengajak
musyawarah para sahabatnya.
3. Melakukan Ijtihad
Ijtihadnya mencakup berbagai masalah kehidupan, baik dalam bidang ibadah
maupun bidang-bidang kemasyarakatan lainnya. Dalam bidang peribadatan, antara
lain pendapatnya mengenai empat takbir dalam salat jenazah, penyelenggaraan
salat tarawih berjemaah, penambahan kalimat as-salat khaiun mim an-naum (salat
lebih baik dari tidur) dalam azan subuh. Dalam bidang kesejahteraan umat, di
antara gagasannya adalah pemberian gaji bagi para imam dan muazin (tukang
azan), pengadaan lampu penerangan dalam masjid-masjid, pengorganisasian
khotbah-khotbah, pendirian baitulmal, penghapusan pembagian tanah rampasan
perang (fay’), pembangunan terusan dan kota-kota seperti Basra, Kufah, Fustat,
dan Mosul, dan pembangunan sekolah-sekolah.
Dalam bidang hukum ijtihadnya adalah mengenai pembagian harta warisan,
perumusan prinsip kias, talak tiga, pendirian pengadilan-pengadilan,
pengangkatan para hakim, pemakaian cambuk dalam melaksanakan hukum badan,
penetapan hukuman 80 kali dera bagi pemabuk, pemungutan zakat atas kuda yang
diperdagangkan, dan larangan penyebutan nama-nama wanita dalam lirik syair.
4. Mencanangkan Almanak Hijriah
khalifah bin Umar bin Khattab
menetapkan perhitungan tahun baru, yaitu tahun hijriayah yang dimulai dari
hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah (16 Juli 622 M). Saat itulah
dimulainya tahun hijriayah yang pertama. Disamping itu, Khalifah Umar
menetapkan lambang bulan sabit sebagai lambang negara. Hal ini diilhami oleh
bendera pasukan khusus Rasulullah SAW yang menggambarkan bulan sabit.
5. Peningkatan Kesejahteraan Umat
a. Al kharaj
kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala
sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah
itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan
pajak tanah (Al kharaj).
b. Ghanimah
Semua harta rampasan perang (Ghanimah), dimasukkan kedalam Baitul Maal ebagai salah satu pemasukan negara untuk
membantu rakyat. Ketika itu, peran diwanul jund, sangat berarti dalam
mengelola harta tersebut.
c. Pemerataan
zakat
Khalifah Umar bin Khatab juga melakukan pemerataan
terhadap rakyatnya dan meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan
kepada orang-orang yang diperjinakan hatinya (al-muallafatu qulubuhum).
d. Lembaga Perpajakan
Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah
Persia, Irak dan Syria serta Mesir sudah barang tentu yang menjadi persoalan
adalah pembiayaan, baik yang menyangkut
biaya rutin pemerintah maupun biaya tentara yang terus berjuang menyebarkan Islam ke wilayah tetangga
lainnya.
Sebenarnya konsep perpajakan secara dasar berawal dari
keinginan Umar untuk mengatur kekayaan untuk kepentingan rakyat. Kemudian secara teknis beliau
banyak memperoleh masukan dari orang bekas kerajaan Persia, sebab ketika itu
Raja Persia telah mengenal konsep perpajakan yang disebut sijil, yaitu
daftar seluruh pendapatan dan pengeluaran diserahkan dengan teliti kepada
negara. Berdasarkan konsep inilah Umar menugaskan stafnya untuk mendaftar
pembukuan dan menyusun kategori pembayaran pajak.
Masa pemerintahan Umar bin Khatab berlangsung selama
10 tahun 6 bulan, yaitu dari tahun 13 H/634M sampai tahun 23H/644M. Beliau
wafat pada usia 64 tahun. Ia meninggal pada tahun 644M karena ditikam oleh
Fairuz (Abu Lukluk), budak Mughirah bin Abu Sufyan dari perang Nahrrawain yang
sebelumnya adalah bangsawan Persia.
2.4 Peradaban Islam pada Periode Utsman bin Affan
2.4.1 Biografi Utsman
bin Affan
Utsman bin Affan, yang mempunyai nama lengkap Utsman bin Affan bin Abdil Ash bin Umayyah, merupakan
anak dari pasangan Affan dan Arwa. Utsman lahir pada tahun 576 H di Thaif dan
merupakan keturunan keluarga besar Bani Umayyah suku Quraisy. Ia mendapatkan
kehormatan menikahi dua orang putri Rasulullah SAW, yaitu Ruqayyah dan Ummi
Kultsum sehingga diberi julukan Dzu al-Nurain.
Sebelum memeluk Islam, ia
sudah dikenal sebagai seorang pedagang yang kaya raya. Ia juga mempunyai
sifat-sifat mulia lainnya, seperti sederhana, jujur, cerdas, shaleh dan
dermawan. Ketika telah memeluk agama Islam, pada usia usia 34 tahun bersama
Thalhah bin Ubaidilah, selain dikenal sebagai salah seorang sahabat terdekat
nabi, ia juga dikenal sebagai seorang penulis wahyu. Ia selalu bersama
Rasulullah SAW, dan selalu mengikuti semua peperangan kecuali perang Badar
karena Rasulullah SAW memerintahkan Utsman untuk menunggui istrinya, Ruqoyyah,
yang saat itu sedang sakit keras.
Sebagai seorang hartawan
yang kaya raya, Utsman mempergunakan hartanya demi kejayaan Islam. Ia tak
segan-segan menyumbangkan hartanya untuk biaya perang, maupun hal-hal lain yang
berhubungan dengan penyebaran dan kehormatan agama Islam.
2.4.2 Proses Pengangkatan Khalifah Utsman bin Affan
Sebelum khalifah Umar wafat, beliau
sempat berwasiat dan menunjuk tim yang terdiri dari 6 orang sahabat terkemuka,
sekaligus telah dijamin Nabi masuk surga, sebagai calon ganti kekhalifaannya.
Keenam orang tersebut adalah Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Abdurrahman
bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqash.
Kepada tim, Umar menganjurkan agar putranya, Abdullah bin Umar ikut sebagai
peserta musyawarah dan tidak boleh dipilih menjadi khalifah.awalnya hasil
musyawarah yang diketuai oleh Abdurrahman bin Auf menunjukkan bahwa suara pada
posisi seimbang, antara Ali dan Usman. Karena Usman lebih tua, Abdurrahman
menetapkan Usman bin Affan sebagai khalifah. Ketetapan itu disetujui oleh
anggota tim dengan berbagai pertimbangan yang matang. Di samping Utsman sebagai
salah seorang sahabat yang terdekat dengan Nabi, beliau juga seorang
Assabiqunal Awwalun yang terkenal kaya dan dermawan, jiwa dan hartanya
dikorbankan demi kejayaan Islam. Usman bin Affan dibaiat sebagai khalifah pada
tahun 23 H/644 M.
2.4.3 Kebijakan yang Dilakukan pada Masa Khalifah Utsman bin Affan
1. Melakukan Ekspansi
Setelah
Khalifah Umar bin Khattab berpulang ke rahmatullah terdapat daerah-daerah yang
membelot terhadap pemerintah Islam. Pembelotan tersebut ditimbulkan oleh
pendukung-pendukung pemerintahan yang lama atau dengan perkataan lain pamong
praja dari pemerintahan lama (pemerintahan sebelum daerah itu masuk ke daerah
kekuasaan Islam) ingin hendak mengembalikan kekuasaannya.
Sebagaimana yang dilakukan oleh kaisar Yazdigard yang berusaha
menghasut kembali masyarakat Persia agar melakukan perlawanan terhadap penguasa
Islam. Akan tetapi dengan kekuatannya, pemerintahan Islam berhasil memusnahkan
gerakan pemberontakan sekaligus melanjutkan perluasan ke negeri-negeri Persia
lainnya, sehingga beberapa kota besar seperti Hisrof, Kabul, Gasna, Balkh dan
Turkistan jatuh menjadi wilayah kekuasaan Islam.
Adapun
daerah-daerah lain yang melakukan pembelotan
terhadap pemerintahan Islam adalah Khurosan dan Iskandariyah. Khalifah
Utsman mengutus Sa’ad bin al-Ash bersama Khuzaifah Ibnu al-Yamaan serta
beberapa sahabat Nabi lainnya pergi ke negeri Khurosan dan sampai di Thabristan
dan terjadi peperangan hebat, sehingga penduduk mengaku kalah dan meminta
damai. Tahun 30 H/ 650 M pasukan Muslim berhasil menguasai Khurazan.
Selain itu,
Khalifah Ustman bin Affan juga mengutus Salman Robiah Al-Baini untuk berdakwah
ke Armenia. Ia berhasil mengajak kerjasama penduduk Armenia, bagi yang
menentang dan memerangi terpaksa dipatahkan dan kaum muslimin dapat menguasai
Armenia. Perluasan Islam memasuki Tunisia (Afrika Utara) dipimpin oleh Abdullah
bin Sa‘ad bin Abi Zarrah. Tunisia sebelum kedatangan pasukan Islam sudah lama
dikuasai Romawi. Tidak hanya itu saja pada saat Syiria bergubernurkan Muawiyah,
ia berhasil menguasai Asia kecil dan Cyprus.
Dimasa
pemerintahan Utsman, negeri-negeri yang telah masuk ke dalam kekuasaan Islam
antara lain: Barqoh, Tripoli Barat, sebagian Selatan negeri Nubah, Armenia dan
beberapa bagian Thabaristan bahkan tentara Islam telah melampaui sungai Jihun
(Amu Daria), negeri Balkh (Baktria), Hara, Kabul dan Gzaznah di Turkistan.
Jadi Enam tahun
pertama pemerintahan Ustman bin Affan ditandai dengan perluasan kekuasaan
Islam. Perluasan dan perkembangan Islam pada masa pemerintahannya telah sampai
pada seluruh daerah Persia, Tebristan, Azerbizan dan Armenia selanjutnya meluas
pada Asia kecil dan negeri Cyprus. Atas perlindungan pasukan Islam, masyarakat
Asia kecil dan Cyprus bersedia menyerahkan upeti sebagaimana yang mereka
lakukan sebelumnya pada masa kekuasaan Romawi atas wilayah tersebut.
2. Pembentukan Angkatan Laut
Bermula dari
adanya rencana Khalifah Ustman untuk mengirim pasukan ke Afrika,
Mesir, Cyprus dan Konstatinopel Cyprus. Untuk sampai ke daerah tersebut harus
melalui lautan. Oleh karena itu atas dasar usul Gubernur di daerah,
Ustman pun menyetujui pembentukan armada laut yang dilengkapi
dengan personil dan sarana yang memadai.
3. Otonomi Daerah
Berbeda dengan
masa khalifah Abu Bakar dan Umar yang memerintah daerah adalah amir dan wali,
pada masa Utsman semua wilayah dibagi menjadi sepuluh yang dipimpin oleh amir
(gubernur), yaitu 1) Makkah oleh Nafi’ bin Abdul Harits, 2) Thaif oleh Sufyan
bin Abdullah al-Tsaqafi, 3) Shan’a oleh Ya’la bin Munbih, 4) Jand oleh Abdullah
Abi Rabiah, 5) Bahrain oleh Utsman bin Abi al-Ash al-Tsaqafi, 6) Kufah oleh
Al-Mughirah bin Syu’bah al-Tsaqafi, 7) Basrah oleh Abu Musa Abdullah, 8)
Damaskus oleh Muawiyah bin Abi Sufyan, 9) Hims oleh Amr bin Sa’d, dan 10) Mesir
oleh Amir bin al:Ash.
4. Kodifikasi Al-Qur’an
Salah satu hal yang
muncul akibat perluasan wilayah islam adalah munculnya berbagai perbedaan qira’ah
Al-qur’an. Itu karena setiap daerah memiliki dialek bahasa tersendiri, dan
setiap kelompok umat islam mengikuti qiroah para sahabat terkemuka. Sebagaimana
diketahui ada beberapa orang sahabat yang menjadi kiblat atau rujukan bagi kaum
muslim mengenai bacaan Al-qur’an. Di masa Rosulullah dan dua khalifah
sebelumnya keadaan itu tidak menimbulkan permasalahan karena para sahabat bisa
mencari rujukan yang pasti mengenai bacaan yang benar dan diterima. Namun
seiring perubahan zaman dan perbedaan latar belakang sosial budaya
mayarakat islam, persoalan itu semakin meruncing dan berujung pada persoalan
aqidah. Sebagian kelompok umat menyalahkan kelompok lain karena perbedaan gaya
dan qiraah Al-qur’an. Bahkan mereka saling mendustkan, menyalahkan bahkan
mengkafirkan.
Kenyataan itu mendorong
usman untuk berijtihad melakukan sesuatu yang benar-benar baru. Pada akhir 24 H
awal 25 H, Usman mengumpulkan para sahabat lalu empat orang diantara mereka
menyusun mushaf yang akan menjadi rujukan umat islam. Keempat kodifikasi
panitia itu adalah para penghafal al-Qur’an yang telah dikenal baik yaitu Zaid
bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said ibn al-Ash dan Abdurrahman ibn al-Harist
ibn Hisyam. Panitia kodifikasi itu bekerja sangat cermat dan hati-hati.mereka
menghimpun berbagai qiraah yang ada ditengah umat kemudian memilih salah
satunya yang dianggap paling dipercaya. Mereka langsung menuliskan dalam satu
mushaf lafal atau bacaan yang disepakati bersama. Yang tersusun rapi dan
sistematis. Panitia kodifikasi Al-qur’an bekerja dengan cermat, teliti, dan
hati-hati sehingga menghasilkan sebuah mushaf. Sebetulnya karya itu bukan murni
dilakukan khalifah Usman, karena gagasan itu telah dirintis sejak kepemimpinan
Abu Bakar dan diteruskan khalifah Umar. Mushaf usmani itupun tuntas disusun dan
mushaf-mushaf lain yang berbeda dari mushaf utama itu diperintahkan untuk
dibakar.
2.4.4 Tuduhan Nepotisme dan Terbunuhnya Khalifah Ustman bin Affan
Ustman terlalu terikat dengan kepentingan-kepentingan
orang Mekah, khususnya kaum Quraisy dari kalangan Bani Umayyah. Kemenangan
Ustman sekaligus adalah suatu kesempatan yang baik bagi sanak saudaranya dari
keluarga besar Bani Umayah. Oleh karena itu, Ustman berada dalam pengaruh
dominisi seperti itu maka satu persatu kedudukan tinggi kekhalifahan diduduki
oleh anggota-anggota keluarga itu.
Kelemahan dan nepotisme telah membawa khalifah
kepuncak kebencian rakyat, yang pada beberapa waktu kemudian menjadi pertikaian
yang mengerikan di kalangan umat Islam.
Ketika Ustman mengangkat Marwan bin Hakam, sepupu
khalifah yang dituduh sebagai orang yang mementingkan diri sendiri dan intrik
menjadi sekretaris utamanya, segera timbul mosi tidak percaya dari rakyat.
Begitu pula dengan penempatan Muawiyah, Walid bin Uqbah dan Abdullah bin Sa’ad
masing-masing sebagai gubernur Suriah, Irak dan Mesir, sangat tidak disukai
oleh umum. Ditambah lagi tuduhan-tuduhan keras bahwa kerabat khalifah
memperoleh harta pribadi dengan memngorbankan kekayaan umum dan tanah negara.
Hakam ayah Marwan mendapatkan tanah Fadah, Marwan sendiri
menyalahgunakan harta baitul mal, Muawiyah mengambil alih tanah negara Suriah
dan khalifah mengizinkan Abdullah untuk mengambil seperlima dari harta rampasan
perang Tripoli untuk dirinya dan lain-lain.
Dari berbagai kecaman tersebut, khalifah telah berupaya
untuk membela diri dan melakukan tindakan politis sebatas kemampuan. Tentang
pemborosan uang negara misalnya, Ustman
menepis keras tuduhan keji itu. Benar jika dikatakan ia banyak membantu
saudara-saudaranya dari Bani Umayah, tetapi itu diambil dari kekayaan
pribadinya.
Sama sekali bukan dari kas negara, bahkan khalifah
tidak mengambil gaji yang menjadi haknya. Pada saat menjadi khalifah justru
Ustman jatuh miskin. Selain karena harta yang ia miliki digunakan untuk
membantu sanak familinya, juga karena seluruh waktunya dihabiskan untuk
mengurusi permasalahan kaum muslimin, sehingga tidak ada lagi kesempatan untuk
mengumpulkan harta seperti di masa sebelum menjadi khalifah.
Rasa tidak puas terhadap khalifah Ustman seamkin besar
dan menyeluruh. Pemberontakan pun terjadi dan berhasil mengusir gubernur yang
diangkat khalifah, lalu mereka yang terdiri dari 600 orang Mesir itu
berarak-arakan menuju ke Madinah. Para pemberontak dari Basrah dan Kufah
bertemu dan menggabungkan diri dengan kelompok dari Mesir.
Khalifah pun menuruti kemauan mereka dengan mengangkat
Muhammad bin abu Bakar sebagai gubernur di Mesir. Mereka puas dengan keputusan
khalifah tersebut dan pulang ke negeri mereka masing-masing.
Akan tetapi di tengah jalan para pemberontak menemukan
surat yang dibawa oleh utusan khusus yang menerangkan bahwa para wakil itu
harus dibunuh setelah sampai di Mesir. Menurut mereka surat itu ditulis oleh
sekretaris khalifah yaitu Marwan bin Hakam, sehingga mereka meminta kepada
khalifah untuk menyerahkan Marwan bin Hakam. Tuntutan itu tidak dipenuhi oleh
khalifah, tetapi mereka tidak menerimanya. Mereka mengepung rumah khalifah, dan
membunuhnya ketika Ustman membaca Alquran pada tahun 35 H/17 Juni 656 M.
Dengan demikian berakhirlah masa pemerintahan khalifah
Ustman bin Affan,setelah itu kekhalifahan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib,
menjadi khalifah yang keempat setelah Abu Bakar, Umar dan Ustman.
2.5 Peradaban Islam pada Periode Ali bin Abi Thalib
2.5.1 Biografi Ali
bin Abi Thalib
Nama lengkapnya Ali bin Abi Thalib
bin Abdul Muthalin bin Hasyim bin Abdul Mnaf. Beliau lahir pada tahun 21
sebelum hijrah (603) M) atau delapan tahun sebelum Nabi saw. diutus menjadi
rasul. Sewaktu lahir, ia diberi nama Haidarah oleh ibunya, kemudian diganti
oleh ayahnya dengan Ali. Beliau juga saudara sepupu Nabi SAW (anak
paman Nabi, Abu Thalib), yang jadi menantu Nabi SAW, suami dari putri
Rasulullah yang bernama Fathimah. Fathimah adalah satu-satunya putri
Rasulullah yang ada serta mempunyai keturunan. Dari pihak Fathimah inilah
Rasulullah mempunyai keturunan sampai sekarang.
Khalifah
Ali bin Abi Thalib merupakan orang yang pertama kali masuk Islam
dari kalangan anak-anak. Nabi Muhammad SAW, semenjak kecil diasuh oleh
kakeknya Abdul Muthalib, kemudian setelah kakeknya meninggal di
asuh oleh pamannya Abu Thalib. Karena hasrat hendak menolong
dan membalas jasa kepada pamannya, maka Ali di asuh Nabi SAW dan di
didik. Pengetahuannya dalam agama Islam amat luas. Karena dekatnya dengan
Rasulullah, beliau termasuk orang yang
banyak meriwayatkan Hadits Nabi.
Keberaniannya juga masyhur dan
hampir di seluruh peperangan
yang dipimpin Rasulullah, Ali senantiasa berada di barisan muka.
Selama
hidupnya, Ali menikah dengan sembilan wanita, yaitu: 1) Fatimah, puteri
Rasulullah, 2) Ummu Bamin binti Huzam dari Bani Amir, 3) Laila binti Mas’ud
at-Tamimah, 4) Asma binti Umair al-Kuimiah, janda Abu Bakar al-Shiddiq, 5)
As-Sahba binti Rabiahdari Bani Jasym, 6) Umamah binti Abi Ass bin ar-Rabb, 7)
Khanlah binti Ja’far al-Hanafiah, 8) Ummu Said binti Urwah bin Mas’ud, 9)
Mahyah binti Imri’ al-Qais al-Kalbiah dan mempunyai 19 orang putra-putri
2.5.2 Proses
Pengangkatan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Setelah terbunuhnya Utsman bin
Affan, masyarakat beramai-ramai datang dan membaiat Ali bin Abi
Thalib sebagai Khalifah. Beliau diangkat
melalui pemilihan dan pertemuan terbuka. Akan tetapi suasana pada
saat itu sedang kacau, karena hanya ada beberapa tokoh senior masyarakat Islam
yang tinggal di Madinah. Sehingga keabsahan pengangkatan Ali bin Abi Thalib
ditolak oleh sebagian masyarakat termasuk Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Meskipun
hal itu terjadi, Ali masih menjadi Khalifah dalam
pemerintahan Islam.
2.5.3 Kebijakan
yang Dilakukan Khalifah Ali bin Abi Thalib
1. Menyusun Kembali Aparatur Negara
Wali/Amir atau gubernur-gubernur
penguasa wilayah yang diangkat Khalifah Usman diganti dengan orang-orang baru.
• Kuwait, Abu Musa Al Asy’ari diganti Ammarah bin Syahab • Mesir, Abdullah bin
Sa’ad diganti Khais bin Tsabit • Basyrah, Abdullah bin Amr diganti Usnab bin
Hany Al Anshori • Syam (Syiria), Muawwiyah bin Abi Sofyan diganti Shal bin
Hanif. Hal ini dilakukan Khalifah Ali, karena mereka banyak yang tidak
disenangi oleh kaum muslimin, bahkan banyak yang menganggap bahwa mereka itulah
yang menyebabkan timbulnya pemberontakan-pemberontakan pada masa Khalifah Utsman.
2. Membenahi Keuangan Negara ( Baitul Mal )
Setelah mengganti para pejabat
yang kurang cakap, Khalifah Ali bin Abi Tahlib kemudian menyita harta para
pejabat tersebut yang diperoleh secara tidak benar. Harta tersebut
kemudian disimpan di Baitul Mal dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
3. Memajukan Bidang Ilmu Bahasa
Pada saat Kholifah Ali bin Abi
Thalib memegang pemerintahan , Wilayah Islam sudah mencapai India. Pada saat
itu , penulisan huruf hijaiyah belum dilengkapi dengan tanda baca, seperti
kasrah, fathah, dhommah dan syaddah. hal itu menyebabkan banyaknya kesalahan
bacaan teks Al-Qur'an dan Hadits di daerah-daerah yang jauh dari Jazirah Arab.
Untuk
menghindari kesalahan fatal dalam bacaan Al-Qur'an dan Hadits. Kholifah Ali bin
Abi Thalib memerintahkan Abu Aswad ad Duali untuk mengembangkan pokok-pokok
ilmu nahwu, yaitu ilmu yang mempelajarai tata bahasa Arab. Keberadaan ilmu
nahwu diharapkan dapat membantu orang-orang non Arab dalam mempelajari
sumber utama ajaran islam, yaitu Al-Qur'an dan Hadits.
4. Bidang Pembangunan
Salah satu pembangunan yang mendapat perhatian
khusus dari Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah pembangunan Kota Kuffah. Pada
awalnya kota Kufah disiapkan sebagai pusat pertahanan oleh Mu'awiyah bin Abi
Sufyan. Akan tetapi , Kota Kufah kemudian berkembang menjadi pusat ilmu
tafsir, ilmu hadits,ilmu nahwu dan ilmu pengetahuan lainya.
2.5.4 Pemberontakan dan Terbunuhnya
Khalifah Ali bin Abi Thalib
Umat Islam pada Khalifah Ali, pecah
menjadi beberapa kelompok. ini adalah akibat belum selesainya kasus wafatnya Usman
bin Affan. Oleh karena itu, masa pemerintahan Ali diwarnai berbagai kekecewaan
yang mengakibatkan pemberontakan-pemberontakan yang ingin menombangkan Khalifah
Ali.
1. Perang Jamal, dinamakan perang Jamal,
karena dalam perang itu Aisyah mengendarai unta. Perang ini terjadi antara
Khalifah Ali dengan Aisyah yang didukung oleh Zubair dan Thalhah. Ketiga
sahabat ini menuntut balas atas kematian Khalifah Usman bin Affan.perang ini
terjadi pada tahun 36 H dan tidak berlangsung lama. Zubair dan Thalhah tewas,
begitu juga unta yang tunggangi Aisyah terbunuh. Sedangkan Aisyah pun dapat
ditawan oleh pasukan Khalifah Ali bin Abi Tholib. “Sebaiknya Ibunda kembali ke
Madinah”, usul Khalifah Ali bin Abi Tholib, “Baiklah. Akan tetapi aku beramanat
agar engkau tetap mencari pembunuh Usman bin Affan dan memenggal kepala
penjahat itu”, sahut Aisyah. “Saya setuju , Demi Allah, saya akan mencari
pembunuh Usman bin Affan”, sumpah Khalifah Ali. Akhirnya Aisyah janda Nabi SAW
dikembalikan ka Mdinah dengan penuh kehormatan.
2. Perang Siffin, setelah Khalifah
Ali menundukkan pasukan berunta di Basrah, beliau bersama pasukannya menuju
Kufah. Dari Kufah beliau mengirim Jabir bin Abdullah Al Bajali untuk meminta
Muawwiyah mengurungkan niatnya menentang beliau, dan mengajak agar Muawwiyah
menyatakan bai’ahnya terhadap Khalifah Ali bin Abi Tholib. Utusan Ali diterima
oleh Muawwiyah. Ia memberi jawaban: 1. Ia tidak akan memberi bai’ah, sebelum
kematian Usman diselesaikan dengan tuntas 2. Kalau Ali mengabaikan pengusutan
terhadap pembunuhan Usman, bukan bai’ah yang dilakukan. Tetapi Muawwiyah akan
mengangkat senjata untuk melawan Ali. Dimulailah perang besar di dataran Siffin
dengan dahsyatnya antara Ali dengan Muawwiyah. Pertempuran berkecamuk hingga 4
hari lamanya. Dalam pertempuran tersebut tentara Muawwiyah mula-mula menang,
tetapi kemudian kalah, dan akhirnya hendak melarikan diri. Tiba-tiba amru
mengambil siasat damai dengan memerintahkan kepada seluruh tentaranya
mengacungkan Mushaf Al-Qur’an pada pucuk tombaknya serta menyeru “Marilah damai
dengan hukum Kitabullah”. Melihat situasi yang demikian, pasukan Ali pecah
menjadi dua golongan satu golongan menerima perdamaian, mengingat pertempuran
yang dilakukan sesama muslim, satu golongan yang lain berpendapat perang terus
hingga nyata siapa nanti yang menang, dengan dugaan mereka bahwa mengangkat
Kitabullah hanyalah semata-mata tipu daya musuh. Khalifah Ali terpaksa
mengikuti golongan pertama yang lebih banyak, yaitu menghentikan pertempuran
yang sedang berkobar dan menantikan keputusan yang akan dirundingkan tanggal 15
Rajab 37 H. Perundingan tersebut dikenal dengan perdamaian Daumatul Jandal,
karena terjadi di daerah Daumatul Jandal. Dalam perundingan itu, pihak
Muawwiyah mengangkat Amr bin Ash sebagai kepala utusan, dari pihak Ali mengangkat
Abu Musa Al Asy’ari. Tanya jawab diadakan dan akhirnya setuju untuk
mempersiapkan jawaban agar Ali dan Muawwiyah diturunkan dari keKhalifaan.
Kemudian diserahkan kepada umat untuk memilih Khalifah yang disukainya, demi
persatuan dan kesatuan umat Islam. Mula-mula Abu Musa berdiri, kemudian
memutuskan mencabut Ali dari keKhalifaan. Setelah itu Amr bin Ash juga berdiri
dan memutuskan memecat Ali seperti yang dikatakan Abu Musa dan menetapkan
Muawwiyah menjadi Khalifah atas pemilihan umat.
3. Peristiwa Tahkim dan Dampaknya
Akibat terjadinya perselisihan
pendapat dalam pasukan Ali, maka timbullah golongan Khawarij dan Syi’ah.
Khawarij adalah golonga yang semula pengikut Ali , setelah berhenti perang
Siffin mereka tidak puas, dan keluar dari golongan Ali, karena mereka ingin
melanjutkan peperangan yang sudah hampir menang, dan mereka tidak setuju dengan
perundingan Daumatul Jandal. Mereka berkomentar mengapa harus bertahkim kepada
manusia, padahal tidak ada tempat bertahkim kecuali allah. Maksudnya tidak ada
hukumselain bersumber kepada Allah. khawrij menganggap Ali telah keluar dari
garis Islam. Karena itu orang-orang yang melaksanakan hukum tidak berdasarka
Kitab Allah maka ia termasuk orang kafir. Sebaliknya golongan kedua Syi’ah
(golongan yang tetap setia mendukung Ali sebagai Khalifah) memberi tanggapan
bahwa tidak menutup kemungkinan kepemimpinan Muawwiyah bertindak salah, karena
ia manusia biasa, selain itu golongan Syi’ah beranggapan bahwa hanya Ali
satu-satunya yang berhak menjadi Khalifah. Mengingat perdebatan ini tidak titik
temunya dan mengakibatkan perundingan Daumatul Jandal gagal sehingga perdamaian
tidak terwujud.
Kaum Khawarij tidak lagi mempercayai
kebenaran pemimpin-pemimpin Isalam, dan mereka berpendapat bahwa pangkal
kekacauan Islam pada saat itu adalah karena adanya 3 orang imam, yaitu Ali,
Muawwiyah dan Amr. Kemudian kaum Khawarij membulatkan tekadnya, “tiga orang
imam itu harus dibunuh dalam satu saat, bila hal itu tercapai umat Islam akan
bersatu kembali”. Demikian tekad mereka. “Saya membunuh Ali”, kata Abdurrahman
bin Muljam, “Saya membunuh Muawwiyah”, sambut Barak bin Abdullah Attamimi, “Dan
saya membunuh Amr”, demikian kesanggupan Amr bin Bakr Attamimi. Mereka
bersumpah akan melaksanakan pembunuhan pada tanggal 17 Ramadhan 40 H/24 Januari
661 M di waktu subuh. Diantara tiga orang Khawarij tiu. Hanya Ibnu Muljam yang
berhasil membunuh Ali ketika beliau sedang sholat Subuh di Masjid Kufah tetapi
Ibnu Muljam pun tertangkap dan juga dibunuh. Barak menikam Muawwiyah mengenai
punggungnya, ketika Muawwiyah sedang sholat Subuh di Masjid Damaskus. Sedang
Amr bin Bakr berhasil membunuh wakil imam Amr bin Ash ketika ia sedang sholat
Subuhdi Masjid Fusthat Mesir. Amr bin sendiri tidak mengimami sholat, sedang
sakit perut di rumah kediamannya sehingga ia selamat. Khalifah Ali wafat dalam
usia 58 tahun, kemudian Hasan bin Ali dinobatkan menjadi Khalifah yang
berkedudukan di Kuffah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
Kata
khulafa’ al-rasyidin itu berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari kata
“khulafa” dan “rasyidin”, khulafa’ itu menunjukkan banyak khalifah, yang
mempunyai arti pemimpin. Adapun kata rasyidin itu berarti arif dan bijaksana.
Jadi khulafa’ al-rasyidin mempunyai arti pemimpim yang bijaksana sesudah nabi
muhammad wafat.
·
Hal-hal
yang terjadi di masa peradaban Islam periode Abu Bakar al-Shiddiq, antara lain:
1) Menumpas orang-orang murtad, orang-orang yang membangkang membayar zakat,
dan para nabi palsu; 2) Melanjutkan rencana nabi untuk melakukan ekspansi, 3) Pembagian
wilayah, 4) Kodifikasi Al-Qur’an, dan 5) Peningkatan kesejahteraan umat Islam
dengan membentuk Baitul Mal
·
Hal-hal
yang terjadi di masa peradaban Islam periode Umar bin Khattab, antara lain: 1)
Melakukan ekspansi, 2) Penataan administrasi pemerintahan, 3) Melakukan
ijtihad, seperti penetapan shalat tarawih berjamaah, 4) Mencanangkan almanak
hijriah, dan 5) Peningkatan kesejahteraan umat Islam seperti dengan membentuk
lembaga perpajakan.
·
Hal-hal
yang terjadi di masa peradaban Islam periode Utsman bin Affan, antara lain: 1)
Melakukan ekspansi, 2) Kodifikasi Al-Qur’an, 3) Otonomi daerah, dan 4) Adanya
pemberontakan-pemberontakan yang akhirnya menyebabkan meninggalnya khalifah
Utsman,
·
Hal-hal
yang terjadi di masa peradaban Islam periode Ali bin Abi Thalib, antara lain:
1) Menata kembali aparatur negara, 2) Membenahi keuangan negara, 3) Memajukan
bidang bahasa dan pembangunan, dan 4) Adanya pemberontakan pemberontakan yang
akhirnya menyebabkan meninggalnya khalifah Ali.
3.2 Saran
Sejarah
peradaban islam ini sangatlah penting buat kita yang umat Islam sekarang ini,
sebagai pengetahuan sekaligus sebagai inspirasi akan kejayaan Islam di masa
lampau. Kami berharap kepada pembaca setelah membaca tulisan ini, pembaca
mengetahui betul mengenai sejarah peradaban islam pada periode khulafa’
al-Rasyidin serta dapat mengambil hikmah dari para khalifah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
Amin. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher.
Abdulah,
Taufik. 2002. Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban. Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve.
Amin, Syamsul Munir. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Hamzah.
Anwar, Rosihon. 1962. Ajaran Dan Sejarah Islam
Untuk Anda. Jakarta: Pustaka Jaya.
Hasan, Ibrahim Hasan. 2001. Sejarah Kebudayaan Islam I. Jakarta: Kalam
Mulia.
Morodi, dkk. 1994. Sejarah
Kebudayaan Islam. Semarang: Karya Toha Putra.
Suntiah, Ratu & Maslani. 2014. Sejarah Kebudayaan Islam. Bandung:
Interes Media.
Yatim, Badri. 2006. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajagrafindo
Persada.
Wijdan, Ade, dkk. 2007.
Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Satria Insania Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar