Minggu, 16 April 2017

DIMENSI FILSAFAT ILMU ADMINISTRASI



DIMENSI FILSAFAT ILMU ADMINISTRASI
Oleh:
M. SYAIFUDDIN
(ADMINISTRASI PUBLIK UIN SUNAN GUNUNG DJATI ABNDUNG)

ONTOLOGI ILMU ADMINISTRASI
A. Kajian Filsafat Administrasi
Filsafat adalah berpikir secara matang dan mendalam terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan kepercayaan atau objek tertentu sampai kepada inti persoalan yang sesungguhnya. Filsafat dan pengetahuan adalah satu kesatuan yang tidak mungkin dipisahkan, karena pengetahuaan menelaah keberadaan terhadap sesuatu, sedangkan filsafat mempertanyakan keberadaan sesuatu itu. Filsafat administrasi adalah proses berpikir secara metode, berstruktur dan mendalam terhadap hakikat dan makna yang terkandung dalam materi ilmu administrasi. (Makmur, 2007: 39)
B. Konsep Ontologi Administrasi
Ontologi merupakan kegiatan mendasar dari filsafat, baik secara subtansial maupun ditinjau dari segi historinya. Sebaliknya pula, perkembangan ontologi memperkuat keberadaan filsafat. Ontologi berasal dari kata Yunani, yang terdiri atas dua suku kata, ontos artinya ada dan logos artinya ilmu. Jadi ontologi adalah ilmu yamng mempelajari tentang yang ada. (Mukhtar Latif, 2014: 132)
Pemikiran ontologi dalam ilmu administrasi tentunya diawali dari pembuktian atau penyelidikan yang dilakukan secara sadar dan mendalam sampai kepada akar permasalahan yang sesungguhnya dan dapat diperlakukan kapan dan dimana saja, serta relative fundamental kandungan kebenarannnya. Ontologi ilmu administrasi menarik kesimpulan menurut asal mula dan akar kata yang paling terdalam. (Makmur, 2007: 41)
C. Positivisme Administrasi
Aliran positivisme dalam ilmu administrasi pada dasarnya berpangkal dari hati nurani manusi yang memancarkan kebenaran. Pancaran kebenaran hati nurani ini diproses dalam pemikiran dengan menghubungkan realita konkret maupun realita abstraksi tentang fenomena atau nomena administrasi, yang selanjutnya dipersepsikan melalui argumentasi.
Positivisme dalam ontologi ilmu administrasi sasaran utamanya adalah mencari kebenaran dan kebaikan. Tetapi tidak selamnya positivisme mendapat penjelasan secara maksimal tentang kebenaran dan kebaikan itu. Kekurangan hanya terdapat dalam mengada yang terbatas, kemudian merealisasikan diri dalam suatu proses aktivitas. Kekurangan dalam penghayatan materi ontolog ilmu administrasi secara polaritas akan berkembang dan berproses dalam pembenahan untuk mengarah kepada kesempurnaan. (Makmur, 2007: 46)
D. Rasionalisme Administrasi
Rasio atau akal manusia memiliki fungsi praktis yang mengarahkan manusia untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan dan memiliki fungsi ilmiah yang mengantarkan manusia untuk menalar suatu realita ke dalam alam pikir. Rasionalisasi administrasi adalah suatu metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan di bidang administrasi. Paham rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan berasal dari akal pikiran. Di samping itu, aliran rasionalisme tidak mengingkari adanya pengalaman, tetapi pengalaman itu menjadi perangsang terhadap proses pemikiran. (Makmur, 2007: 53)
E. Bangunan Dasar Administrasi
Pengembangan administrasi merupakan bagian yang tak terpisah dari pengembangan seluruh aspek kehidupan manusia yang dimotori oleh pelaku bidang pemerintahan, Karena administrasi berintikan pengaturan dan keteraturan dalam kehidupan suatu bangsa atau Negara. Pemikiran dalam administrasi tidak dapat melepaskan diri dari persoalan-persoalan ekonomi, politik, hukum, sosial, pemerintahan dan lain sebagainya, di mana kesemuanya ini membutuhkan pengaturan dan keteraturan yang lebih baik dan benar.
1. Batasan Ilmu Administrasi
Batasan ilmu administrasi sering juga diistilahkan dengan boundary, dengan menggunakan ruang tertentu sesuai dengan pokok kajian. Batasan ilmu administrasi terdiri atas dua bagian utama. Pertama, Administrasi Negara yang dewasa ini berkembang dalam istilah Administrasi Publik. Kedua, Administrasi Bisnis.
2. Potensi Ilmu Administrasi
Potensi ilmu administrasi adalah suatu kandungan kekuatan yang belum banyak dimanfaatkan, baik untuk pengembangan bangunan dasar ilmu administrasi maupun dalam dunia profesi admnistrasi itu sendiri.
3. Peran Ilmuwan Administrasi
Pembangunan ilmu administrasi ada dua komponen utama, yaitu ilmuwan dan praktisi administrasi, tetapi dalam kenyataannya yang paling berperan adalah praktisi administrasi. Peran ilmuwan administrasi hanyalah keterlibatan mereka dalam memberikan sumbangannya, baik yang berupa konsep pemikiran maupun penyebarluasan pemahaman atau pengertian (mengada) kepada pencari ilmu administrasi. (Makmur, 2007: 58)

EPISTEMOLOGI ILMU ADMINISTRASI
A. Kajian Epistemologi Administrasi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “Episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti ilmu. Epistemologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yangdifokuskan pada telaah tentang bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar. (Mukhtar Latif, 2014: 165)
Sasaran utama materi/content epistemologi sebenarnya dapat dikatakan berorientasi pada pertanyaan bagaimana sesuatu itu datang, bagaimana untuk mengetahuinya, dan bagaimana membedakan antara satu dengan yang lainnya. (Makmur, 2007: 64)
B. Objektivisme Administrasi
Berpikir apriori dalam ilmu administrasi merupakan salah satu kajian dari konsep objektivisme, dengan bermuara kepada rasionalisme yang dalam perkembangannya mengalami tiga tahapan proses berpikir manusia dalam bidang ilmu administrasi. Pertama, kesadaran objek administrasi itu sendiri. Kedua, kesadran bahwa adanya perbedaan penalaran terhadap objek administrasi. Ketiga, penahaman terhadap hubungan yang terjadi antarberbagai entitas, baik perbedaan maupu persamaannya. (Makmur, 2007: 66)
C. Subjektivisme Administrasi
Cara memandang kebenaran yang dikandung dalam nilai-nilai administrasi senantiasa dilihat secara subjektif, apabila tidak meresapi dan mendalami administrasi itu sesungguhnya. (Makmur, 2007: 69)
D. Skeptisisme Administrasi
Administrasi adalah suatu proses pemikiran yang rasional dengan andalan utamnya diletakkan pada pembenaran empiris. Ilmu administrasi otomatis menjadi salah satu kajian dari filsafat ilmu yang menspesialisasikan diri kepada: (1) pemikiran bersifat spekulatif yang dijadikan dasar dalam menyusun sistematika pemikiran dan tindakan administrasi, (2) melukiskan hakikat realita secara lengkap terhadap kondisi objektif administrasi, (3) menentukan batas-batas jangkauan dan keabsahan proses pemikiran dan aktivitas bidang administrasi, (4) melakukan penyelidikan tentang kondisi krisis akibat dari pengandaian atau pernyataan yang diajukan oleh berbagai pemikir ilmu lainnya, (5) administrasi merupakan salah satu bidang disiplin ilmu yang dapat membantu melihat apa yang dapat dikatakan dan mengatakan apa yang dapat dilihat. Skeptisisme adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami oleh seseorang
akibat tidak terpenuhinya sesuai yang diinginkan. (Makmur, 2007: 71)
E. Etika dan Moralitas Administrasi
1. Etika Administrasi
Etika administrasi dapat memberikan sumbangan dalam usaha mendapatkan suatu pemahaman, penglihatan, dan pandangan yang tajam terhadap suatu realita yang harus dihadapi dalam rangka mengimplementasikan berbagai aktivitas yang telah ditetapkan oleh administrasi, terutama menghadapi permasalahan-permasalahan yang serba sulit. Etika administrasi berangkat dari berpikir secara baik dan benar samapai kepada tindakan atau perbuatan yang baik dan benar pula. Etika ilmu administrasi bersumber kepada fakta bahwa kaidah dan aturan dalam suatu kehidupan komunitas masyarakat manusia tertentu antara satu sama lain, mengalami perkembangan dengan berbarengan.
2. Moralitas Administrasi
Moralitas cenderung merupakan produk dari kematangan jiwa seorang manusia, sedangkan etika cenderung lebih mengarah pada produk rekayasa untu menciptkan pengaturan dan keteraturan hidup manusia. Oleh sebab itu, dalam rangka pelaksanaan aktivitas admnistrasi, baik wujud dari pemikiran (mind) maupun wujud dari profesi, membutuhkan landasan moralitas yang baik. (Makmur, 2007: 74)
F. Konseptual Administrasi
Konsep ilmu administrasi merupakan produk dari suatu kesadaran yang sifatnya sangat fundamental dan terdiri atas dua jenis. Pertama, kesadaran yang berkaitan dengan dengan content atau objek, dan kedua, keasdaran yang berkaitan dengan kegiatan atau kenyataan. Konsep dalam ilmu administrasi cenderung merupakan pemikiran yang didasarkan kepada perseptual dengan pembuktiannya untuk melahirkan suatu jangkauan yang lebih luas, yang diistilahkan dengan teori. (Makmur, 2007: 81)

AKSIOLOGI ILMU ADMINISTRASI
Aksiologis adalah cabang filsafat yang mempersoalkan nilai. Nilai yang menjadi energi atau motivasi suatu ilmu dapat bertumbuh dan berkembang sesuai watak nilai yang menuntunnnya, di mana selalu dijadikan dasar pertimbangan sehingga suatu ilmu akan selalu eksis dan berhadapan dengan pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan atas fakta. Perbedaan secara filsafati antara pertimbangan fakta dan pertimbangan nilai adalah jika pertimbangan fakta ialah pertimbangan atas realita tertentu walaupun hanya dalam bentuk apa adanya dan hanya merupakan pernyataan deskriptif tentang kualitas empiris atau yang berkaitan dengan hubungan antara sesuatu hal. Sedangkan pertimbangan nilai ialah pertimbangan yang berkaitan dengan penilaian yang dapat saja berlangsung secara subjektif dan objektif.
Administrasi bagi nilai, norma maupun asas adalah menjadi tempat untuk menerapkan semua itu atau kelas sosial atau masyarakat secara keseluruhan. Pada waktu berlangsungnya ilmu administrasi klasik, nilai-nilai yang diharapkan untuk dimaksimalkan adalah nilai efisien, efektivitas, ekonomi dan rasionalitas. Nilai efisien adalah nilai yang menghendaki terjadinya perbandingan yang terbaik antara output dan input. Sedangkan nilai efektivitas adalah nilai yang menghendaki adanya pengaruh yang diharapkan dapat diwujudkan, sehingga substansinya adalah keteraturan yang dapat menciptakan kesesuaian dan ketepatan apa yang direncakan dengan apa yang terlaksana. Nilai-nilai yang berkembang sesuai perkembangan administrasi antarara lain: (Azhar Susanto, 2005:25)
1.    Nilai Pengembangan Organisasi/Kelembagaan
Nilai mendasar tentang aktualisasi organisasi, yaitu:
(1) Nilai ilmu, yaitu nilai ilmiah yang dikembangkan dalam rangka penegakan keteraturan dalam penataan kegiatan organisasi.
(2) Nilai inkremental, yaitu nilai keterbatasan yang dimiliki oleh manusia dalam rangka penciptaan keteraturan dalam organisasi.
(3) Nilai pluralis, yaitu nilai keragaman sebagai fakta yang dihadapi dalam rangka pengembangan keteraturan dalam organisasi.
(4) Nilai kritik yaitu nilai skeptis yang dikembangkan dalam menata keteraturan organisasi.
2. Nilai Pengembangan Model Hubungan Kemanusiaan dalam Organisasi
Model (makna abstraksi) hubungan kemanusiaan dalam organisasi dilihat dalam tampilan pola atau bagan yang akan memperlihatkan adanya jaringan hubungan manusia dalam pelaksanaan tugas yang dibentuk secara fungsionalisme yang tercermin dalam struktur organisasi atau jenjang hubungan yang diperlakukan dalam mencapai tujuan bersama. Model (makna teori) hubungan kemanusiaan dalam organisasi adalah suatu pola yang melukiskan hubungan-hubungan kausalitas yang diarahkan pada pemecahan permasalahan hubungan dalam organisasi. Model (makna paradigma) hubungan kemanusiaan dalam organisasi berarti suatu model yang melukiskan fokus jaringan hubungan kemanusiaan dalam organisasi. Model (makna perspektif) hubungan kemanusiaan dalam organisasi adalah model hubungan kemanusiaan yang didekati dari sisi organisasi.
Nilai-nilai yang mendorong perkembangan konotasi model model hubungan kemanusian:
(1) Nilai kepuasaan kerja, yaitu nilai-nilai keperilakuan individu dalam organisasi.
(2) Nilai perkembangan pribadi, yaitu nilai-nilai individu yang secara psikologis harus dipertimbangkan dalam keteraturan.
3.      Nilai Dalam Model Pilihan Publik
Nilai dalam model pilihan publik yang menjadi energi dan motivasi pengembangan:
1) Nilai pilihan atau kehendak warga negara, yaitu nilai-nilai demokratis, nilai-nilai keberdayaan yang harus dikembangkan dalam keteraturan yang dikehendaki, sehingga hal ini harus berhadapan dengan tuntutan nilai awal seperti nilai efisiensi. Ilmu administrasi terbebani oleh persoalan nilai yang semakin kompleks sehingga lahirlah teori perumusan kebijakan publik dan teori pengambilan keputusan.
2) Nilai kesempatan mempergunakan pelayanan yang sama. Nilai ini bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat, diaman pelayanan yang diberikan tidak mutlak menjadi monopoli pemerintah (administrator), tetapi kewajiban swasta dan masyarakat.
3) Nilai persaingan. Nilai ini memunculkan teori pemberdayaan, teori partisipasi, teori demokrasi dan teori demokrasi. Keragaman dengan potensi yang dimiliki memberi peluang terjadinya persaingan dan saat itulah peluang terjadinya pilihan publik.
4. Nilai Mutakhir dalam Pengembangan Administrasi
Nilai yang berkembang sejalan dengan asksiologi administrasi adalah:
(1) Nilai daya tanggap adalah nilai yang mendorong administrasi untuk tanggap terhadap lingkungan. Nilai ini melahirkan studi ekologi administrasi.
(2) Nilai partisipasi pekerja dan warga negara dalam pembuatan keputusan. Inilah yang melahirkan keberdayaan atau demokratisasi dalam sistem pengambilan keputusan yang diharapkan adanya keterlibatan seluruh komponen Negara.
(3) Nilai keadilan sosial. Nilai yang menghendaki pelayanan masyarakat yang disamaratakan.
(4) Nilai pilihan warga Negara. Nilai yang menghendaki perencanaan bentuk-bentuk pelayanan alternative untuk memperluas pilihan.
(5) Nilai tanggung jawab administrasi untuk efektivitas program.
















DAFTAR PUSTAKA
Ali, Faried. 1997. Ilmu Administrasi dan Pemerintahan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ali, Faried. 2004. Filsafat Administrasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dwiyanto, Agus. 2011. Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi Birokrasi. Jakarta: PT Gramedia
Latif, Mukhtar. 2014. Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Bandung: Kencana.
Makmur. 2007. Filsafat Administrasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Silalahi, Ulbert. 1992. Studi Tentang Ilmu Administrasi. Bandung: Sinar Baru.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar