DIMENSI FILSAFAT ILMU ADMINISTRASI
Oleh:
M. SYAIFUDDIN
(ADMINISTRASI PUBLIK UIN SUNAN
GUNUNG DJATI ABNDUNG)
ONTOLOGI
ILMU ADMINISTRASI
A. Kajian Filsafat Administrasi
Filsafat
adalah berpikir secara matang dan mendalam terhadap segala sesuatu yang
berkaitan dengan kepercayaan atau objek tertentu sampai kepada inti persoalan
yang sesungguhnya. Filsafat dan pengetahuan adalah satu kesatuan yang tidak
mungkin dipisahkan, karena pengetahuaan menelaah keberadaan terhadap sesuatu,
sedangkan filsafat mempertanyakan keberadaan sesuatu itu. Filsafat administrasi
adalah proses berpikir secara metode, berstruktur dan mendalam terhadap hakikat
dan makna yang terkandung dalam materi ilmu administrasi. (Makmur, 2007: 39)
B. Konsep Ontologi Administrasi
Ontologi
merupakan kegiatan mendasar dari filsafat, baik secara subtansial maupun
ditinjau dari segi historinya. Sebaliknya pula, perkembangan ontologi
memperkuat keberadaan filsafat. Ontologi berasal dari kata Yunani, yang terdiri
atas dua suku kata, ontos artinya ada dan logos artinya ilmu. Jadi ontologi
adalah ilmu yamng mempelajari tentang yang ada. (Mukhtar Latif, 2014: 132)
Pemikiran
ontologi dalam ilmu administrasi tentunya diawali dari pembuktian atau
penyelidikan yang dilakukan secara sadar dan mendalam sampai kepada akar
permasalahan yang sesungguhnya dan dapat diperlakukan kapan dan dimana saja,
serta relative fundamental kandungan kebenarannnya. Ontologi ilmu administrasi
menarik kesimpulan menurut asal mula dan akar kata yang paling terdalam. (Makmur,
2007: 41)
C. Positivisme Administrasi
Aliran
positivisme dalam ilmu administrasi pada dasarnya berpangkal dari hati nurani
manusi yang memancarkan kebenaran. Pancaran kebenaran hati nurani ini diproses
dalam pemikiran dengan menghubungkan realita konkret maupun realita abstraksi
tentang fenomena atau nomena administrasi, yang selanjutnya dipersepsikan
melalui argumentasi.
Positivisme
dalam ontologi ilmu administrasi sasaran utamanya adalah mencari kebenaran dan
kebaikan. Tetapi tidak selamnya positivisme mendapat penjelasan secara maksimal
tentang kebenaran dan kebaikan itu. Kekurangan hanya terdapat dalam mengada
yang terbatas, kemudian merealisasikan diri dalam suatu proses aktivitas.
Kekurangan dalam penghayatan materi ontolog ilmu administrasi secara polaritas
akan berkembang dan berproses dalam pembenahan untuk mengarah kepada kesempurnaan. (Makmur,
2007: 46)
D. Rasionalisme Administrasi
Rasio
atau akal manusia memiliki fungsi praktis yang mengarahkan manusia untuk
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan dan memiliki fungsi ilmiah yang
mengantarkan manusia untuk menalar suatu realita ke dalam alam pikir.
Rasionalisasi administrasi adalah suatu metode yang digunakan untuk memperoleh
pengetahuan di bidang administrasi. Paham rasionalisme beranggapan bahwa sumber
pengetahuan berasal dari akal pikiran. Di samping itu, aliran rasionalisme
tidak mengingkari adanya pengalaman, tetapi pengalaman itu menjadi perangsang
terhadap proses pemikiran. (Makmur, 2007: 53)
E. Bangunan Dasar Administrasi
Pengembangan
administrasi merupakan bagian yang tak terpisah dari pengembangan seluruh aspek
kehidupan manusia yang dimotori oleh pelaku bidang pemerintahan, Karena
administrasi berintikan pengaturan dan keteraturan dalam kehidupan suatu bangsa atau
Negara. Pemikiran dalam administrasi tidak dapat melepaskan diri dari
persoalan-persoalan ekonomi, politik, hukum, sosial, pemerintahan dan lain
sebagainya, di mana kesemuanya ini membutuhkan pengaturan dan keteraturan yang
lebih baik dan benar.
1. Batasan
Ilmu Administrasi
Batasan ilmu administrasi sering
juga diistilahkan dengan boundary, dengan menggunakan ruang tertentu sesuai dengan
pokok kajian. Batasan ilmu administrasi terdiri atas dua bagian utama. Pertama,
Administrasi Negara yang dewasa ini berkembang dalam istilah Administrasi Publik.
Kedua,
Administrasi Bisnis.
2. Potensi
Ilmu Administrasi
Potensi ilmu administrasi adalah
suatu kandungan kekuatan yang belum banyak dimanfaatkan, baik untuk
pengembangan bangunan dasar ilmu administrasi maupun dalam dunia profesi
admnistrasi itu sendiri.
3. Peran
Ilmuwan Administrasi
Pembangunan ilmu administrasi ada
dua komponen utama, yaitu ilmuwan dan praktisi administrasi, tetapi dalam
kenyataannya yang paling berperan adalah praktisi administrasi. Peran ilmuwan
administrasi hanyalah keterlibatan mereka dalam memberikan sumbangannya, baik
yang berupa konsep pemikiran maupun penyebarluasan pemahaman atau pengertian
(mengada) kepada pencari ilmu administrasi. (Makmur, 2007: 58)
EPISTEMOLOGI
ILMU ADMINISTRASI
A. Kajian Epistemologi
Administrasi
Epistemologi
berasal dari bahasa Yunani “Episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang
berarti ilmu. Epistemologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yangdifokuskan
pada telaah tentang bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar. (Mukhtar
Latif, 2014: 165)
Sasaran
utama materi/content epistemologi sebenarnya dapat dikatakan berorientasi pada
pertanyaan bagaimana sesuatu itu datang, bagaimana untuk mengetahuinya, dan
bagaimana membedakan antara satu dengan yang lainnya. (Makmur, 2007: 64)
B. Objektivisme Administrasi
Berpikir
apriori dalam ilmu administrasi merupakan salah satu kajian dari konsep
objektivisme, dengan bermuara kepada rasionalisme yang dalam perkembangannya
mengalami tiga tahapan proses berpikir manusia dalam bidang ilmu administrasi.
Pertama, kesadaran objek administrasi itu sendiri. Kedua,
kesadran bahwa adanya perbedaan penalaran terhadap objek administrasi.
Ketiga,
penahaman terhadap hubungan yang terjadi antarberbagai entitas, baik perbedaan
maupu persamaannya. (Makmur, 2007: 66)
C. Subjektivisme Administrasi
Cara
memandang kebenaran yang dikandung dalam nilai-nilai administrasi senantiasa
dilihat secara subjektif, apabila tidak meresapi dan mendalami administrasi itu
sesungguhnya. (Makmur, 2007: 69)
D. Skeptisisme Administrasi
Administrasi
adalah suatu proses pemikiran yang rasional dengan andalan utamnya diletakkan
pada pembenaran empiris. Ilmu administrasi otomatis menjadi salah satu kajian
dari filsafat ilmu yang menspesialisasikan diri kepada: (1) pemikiran bersifat
spekulatif yang dijadikan dasar dalam menyusun sistematika pemikiran dan
tindakan administrasi, (2) melukiskan hakikat realita secara lengkap terhadap
kondisi objektif administrasi, (3) menentukan batas-batas jangkauan dan
keabsahan proses pemikiran dan aktivitas bidang administrasi, (4) melakukan
penyelidikan tentang kondisi krisis akibat dari pengandaian atau pernyataan
yang diajukan oleh berbagai pemikir ilmu lainnya, (5) administrasi merupakan
salah satu bidang disiplin ilmu yang dapat membantu melihat apa yang dapat
dikatakan dan mengatakan apa yang dapat dilihat. Skeptisisme adalah suatu
kondisi atau perasaan yang dialami oleh seseorang
akibat tidak terpenuhinya sesuai
yang diinginkan. (Makmur, 2007: 71)
E. Etika dan Moralitas
Administrasi
1. Etika
Administrasi
Etika administrasi dapat
memberikan sumbangan dalam usaha mendapatkan suatu pemahaman, penglihatan, dan
pandangan yang tajam terhadap suatu realita yang harus dihadapi dalam rangka
mengimplementasikan berbagai aktivitas yang telah ditetapkan oleh administrasi,
terutama menghadapi permasalahan-permasalahan yang serba sulit. Etika
administrasi berangkat dari berpikir secara baik dan benar samapai kepada
tindakan atau perbuatan yang baik dan benar pula. Etika ilmu administrasi
bersumber kepada fakta bahwa kaidah dan aturan dalam suatu kehidupan komunitas
masyarakat manusia tertentu antara satu sama lain, mengalami perkembangan
dengan berbarengan.
2. Moralitas Administrasi
Moralitas cenderung merupakan
produk dari kematangan jiwa seorang manusia, sedangkan etika cenderung lebih
mengarah pada produk rekayasa untu menciptkan pengaturan dan keteraturan hidup
manusia. Oleh sebab itu, dalam rangka pelaksanaan aktivitas admnistrasi, baik
wujud dari pemikiran (mind)
maupun wujud dari profesi, membutuhkan landasan moralitas yang baik. (Makmur,
2007: 74)
F. Konseptual Administrasi
Konsep
ilmu administrasi merupakan produk dari suatu kesadaran yang sifatnya sangat
fundamental dan terdiri atas dua jenis. Pertama, kesadaran yang berkaitan
dengan dengan content atau objek, dan
kedua, keasdaran yang berkaitan dengan kegiatan atau
kenyataan. Konsep dalam ilmu administrasi cenderung merupakan pemikiran yang
didasarkan kepada perseptual dengan pembuktiannya untuk melahirkan suatu
jangkauan yang lebih luas, yang diistilahkan dengan teori. (Makmur, 2007: 81)
AKSIOLOGI
ILMU ADMINISTRASI
Aksiologis adalah cabang filsafat yang mempersoalkan nilai. Nilai
yang menjadi energi atau motivasi suatu ilmu dapat bertumbuh dan berkembang
sesuai watak nilai yang menuntunnnya, di mana selalu dijadikan dasar
pertimbangan sehingga suatu ilmu akan selalu eksis dan berhadapan dengan
pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan atas fakta. Perbedaan secara
filsafati antara pertimbangan fakta dan pertimbangan nilai adalah jika
pertimbangan fakta ialah pertimbangan atas realita tertentu walaupun hanya
dalam bentuk apa adanya dan hanya merupakan pernyataan deskriptif tentang
kualitas empiris atau yang berkaitan dengan hubungan antara sesuatu hal.
Sedangkan pertimbangan nilai ialah pertimbangan yang berkaitan dengan penilaian
yang dapat saja berlangsung secara subjektif dan objektif.
Administrasi bagi nilai, norma maupun asas adalah menjadi tempat
untuk menerapkan semua itu atau kelas sosial atau masyarakat secara
keseluruhan. Pada waktu berlangsungnya ilmu administrasi klasik, nilai-nilai
yang diharapkan untuk dimaksimalkan adalah nilai efisien, efektivitas, ekonomi
dan rasionalitas. Nilai efisien adalah nilai yang menghendaki terjadinya
perbandingan yang terbaik antara output dan input. Sedangkan nilai efektivitas
adalah nilai yang menghendaki adanya pengaruh yang diharapkan dapat diwujudkan,
sehingga substansinya adalah keteraturan yang dapat menciptakan kesesuaian dan
ketepatan apa yang direncakan dengan apa yang terlaksana. Nilai-nilai yang
berkembang sesuai perkembangan administrasi antarara lain: (Azhar Susanto,
2005:25)
1.
Nilai Pengembangan Organisasi/Kelembagaan
Nilai mendasar tentang aktualisasi
organisasi, yaitu:
(1) Nilai ilmu, yaitu nilai ilmiah
yang dikembangkan dalam rangka penegakan keteraturan dalam penataan kegiatan
organisasi.
(2) Nilai inkremental, yaitu nilai
keterbatasan yang dimiliki oleh manusia dalam rangka penciptaan keteraturan
dalam organisasi.
(3) Nilai pluralis, yaitu nilai
keragaman sebagai fakta yang dihadapi dalam rangka pengembangan keteraturan
dalam organisasi.
(4) Nilai kritik yaitu nilai skeptis
yang dikembangkan dalam menata keteraturan organisasi.
2. Nilai Pengembangan Model Hubungan
Kemanusiaan dalam Organisasi
Model (makna abstraksi) hubungan kemanusiaan dalam organisasi dilihat dalam tampilan pola atau bagan yang akan memperlihatkan adanya jaringan hubungan manusia dalam pelaksanaan tugas yang dibentuk secara fungsionalisme yang tercermin dalam struktur organisasi atau jenjang hubungan yang diperlakukan dalam mencapai tujuan bersama. Model (makna teori) hubungan kemanusiaan dalam organisasi adalah suatu pola yang melukiskan hubungan-hubungan kausalitas yang diarahkan pada pemecahan permasalahan hubungan dalam organisasi. Model (makna paradigma) hubungan kemanusiaan dalam organisasi berarti suatu model yang melukiskan fokus jaringan hubungan kemanusiaan dalam organisasi. Model (makna perspektif) hubungan kemanusiaan dalam organisasi adalah model hubungan kemanusiaan yang didekati dari sisi organisasi.
Model (makna abstraksi) hubungan kemanusiaan dalam organisasi dilihat dalam tampilan pola atau bagan yang akan memperlihatkan adanya jaringan hubungan manusia dalam pelaksanaan tugas yang dibentuk secara fungsionalisme yang tercermin dalam struktur organisasi atau jenjang hubungan yang diperlakukan dalam mencapai tujuan bersama. Model (makna teori) hubungan kemanusiaan dalam organisasi adalah suatu pola yang melukiskan hubungan-hubungan kausalitas yang diarahkan pada pemecahan permasalahan hubungan dalam organisasi. Model (makna paradigma) hubungan kemanusiaan dalam organisasi berarti suatu model yang melukiskan fokus jaringan hubungan kemanusiaan dalam organisasi. Model (makna perspektif) hubungan kemanusiaan dalam organisasi adalah model hubungan kemanusiaan yang didekati dari sisi organisasi.
Nilai-nilai yang mendorong perkembangan konotasi model model
hubungan kemanusian:
(1) Nilai kepuasaan kerja, yaitu nilai-nilai keperilakuan individu dalam organisasi.
(2) Nilai perkembangan pribadi, yaitu nilai-nilai individu yang secara psikologis harus dipertimbangkan dalam keteraturan.
(1) Nilai kepuasaan kerja, yaitu nilai-nilai keperilakuan individu dalam organisasi.
(2) Nilai perkembangan pribadi, yaitu nilai-nilai individu yang secara psikologis harus dipertimbangkan dalam keteraturan.
3.
Nilai Dalam Model Pilihan Publik
Nilai dalam model pilihan publik
yang menjadi energi dan motivasi pengembangan:
1) Nilai pilihan atau kehendak warga negara, yaitu nilai-nilai demokratis, nilai-nilai keberdayaan yang harus dikembangkan dalam keteraturan yang dikehendaki, sehingga hal ini harus berhadapan dengan tuntutan nilai awal seperti nilai efisiensi. Ilmu administrasi terbebani oleh persoalan nilai yang semakin kompleks sehingga lahirlah teori perumusan kebijakan publik dan teori pengambilan keputusan.
2) Nilai kesempatan mempergunakan pelayanan yang sama. Nilai ini bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat, diaman pelayanan yang diberikan tidak mutlak menjadi monopoli pemerintah (administrator), tetapi kewajiban swasta dan masyarakat.
1) Nilai pilihan atau kehendak warga negara, yaitu nilai-nilai demokratis, nilai-nilai keberdayaan yang harus dikembangkan dalam keteraturan yang dikehendaki, sehingga hal ini harus berhadapan dengan tuntutan nilai awal seperti nilai efisiensi. Ilmu administrasi terbebani oleh persoalan nilai yang semakin kompleks sehingga lahirlah teori perumusan kebijakan publik dan teori pengambilan keputusan.
2) Nilai kesempatan mempergunakan pelayanan yang sama. Nilai ini bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat, diaman pelayanan yang diberikan tidak mutlak menjadi monopoli pemerintah (administrator), tetapi kewajiban swasta dan masyarakat.
3) Nilai persaingan. Nilai ini memunculkan teori pemberdayaan,
teori partisipasi, teori demokrasi dan teori demokrasi. Keragaman dengan
potensi yang dimiliki memberi peluang terjadinya persaingan dan saat itulah peluang
terjadinya pilihan publik.
4. Nilai Mutakhir dalam
Pengembangan Administrasi
Nilai yang berkembang sejalan dengan
asksiologi administrasi adalah:
(1) Nilai daya tanggap adalah nilai yang mendorong administrasi untuk tanggap terhadap lingkungan. Nilai ini melahirkan studi ekologi administrasi.
(2) Nilai partisipasi pekerja dan warga negara dalam pembuatan keputusan. Inilah yang melahirkan keberdayaan atau demokratisasi dalam sistem pengambilan keputusan yang diharapkan adanya keterlibatan seluruh komponen Negara.
(3) Nilai keadilan sosial. Nilai yang menghendaki pelayanan masyarakat yang disamaratakan.
(4) Nilai pilihan warga Negara. Nilai yang menghendaki perencanaan bentuk-bentuk pelayanan alternative untuk memperluas pilihan.
(1) Nilai daya tanggap adalah nilai yang mendorong administrasi untuk tanggap terhadap lingkungan. Nilai ini melahirkan studi ekologi administrasi.
(2) Nilai partisipasi pekerja dan warga negara dalam pembuatan keputusan. Inilah yang melahirkan keberdayaan atau demokratisasi dalam sistem pengambilan keputusan yang diharapkan adanya keterlibatan seluruh komponen Negara.
(3) Nilai keadilan sosial. Nilai yang menghendaki pelayanan masyarakat yang disamaratakan.
(4) Nilai pilihan warga Negara. Nilai yang menghendaki perencanaan bentuk-bentuk pelayanan alternative untuk memperluas pilihan.
(5) Nilai tanggung jawab
administrasi untuk efektivitas program.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Faried. 1997. Ilmu Administrasi dan Pemerintahan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Ali,
Faried. 2004. Filsafat Administrasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dwiyanto,
Agus. 2011. Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi
Birokrasi. Jakarta: PT Gramedia
Latif, Mukhtar. 2014. Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu.
Bandung: Kencana.
Makmur.
2007. Filsafat Administrasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Silalahi,
Ulbert. 1992. Studi Tentang Ilmu Administrasi. Bandung: Sinar Baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar