PARADIGMA ADMINISTRASI NEGARA ERA 2000-AN
Oleh:
M. SYAIFUDDIN
(ADMINISTRASI PUBLIK UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG)
2.1 Pengertian Paradigma Administrasi Negara
Paradigma
merupakan kata yang berasal dari bahasa Yunani Paradeigma, yang berarti “model,
pola, atau contoh”. Secara istilah,
paradigma merupakan seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun
seseorang dalam bertindak dikehidupan sehari-hari.
Mustopadidjaja
(2001) mengartikan paradigma adalah sebagai “teori dasar “ atau cara pandang
fundamental, dilandasi nilai-nilai tertentu, berisikan teori pokok,
konsep, metodologi atau cara pendekatan yang dapat dipergunakan para
teoritisasi dan praktisi dalam menanggapi suatu permasalahan baik dalam kaitan
pengembangan ilmu maupun dalam upaya pemecahan permasalahan bagi kemajuan hidup
dan kehidupan manusia.
Secara umum
paradigma diartikan sebagai:
·
Cara kita memandang
sesuatu (point of view), sudut pandang, atau keyakinan (believe);
·
Cara kita memahami dan
menafsirkan suatu realitas;
·
Paradigma seperti
‘peta’ atau ‘kompas’ di kepala. Kita melihat atau memahami segala sesuatu
sebagaimana yang seharusnya.
American Heritage Dictionary merumuskan paradigma sebagai:
·
Serangkaian asumsi,
konsep, nilai-nilai, dan praktek-praktek yang diyakini oleh suatu komunitas dan
menjadi cara pandang suatu realitas ( A set of assumptions, concepts,
and values, and practices that constitutes a way of viewing reality for the
community that shares them)
Sedangkan menurut Thomas Kuhn, paradigma adalah suatu cara pandang,
nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar, atau cara memecahkan sesuatu
masalah, yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah pada masa tertentu.
Jadi paradigma administrasi negara merupakan suatu teori dasar atau
ontologi administrasi dengan cara pandang yang relatif fundamental dari
nilai-nilai kebenaran, konsep, dan metodologi serta pendekatan-pendekatan yang
dipergunakan.
2.2 Paradigma
Administrasi Negara Era 2000-an
Paradigma merupakan cara pandang
sekelompok akademisi tentang suatu permasalahan atau fenomena sosial. Paradigma
digunakan sebagai alat analisis untuk memotret dan memecahkan masalah-masalah
sosial. Paradigma mencapai statusnya karena paradigma lebih berhasil memecahkan
persoalan-persoalan yang gawat dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya atau para
kelompok praktisi. Konsep paradigma sendiri sebenarnya berasal dari ilmu-ilmu
alam yang kemudian diadopsi oleh scientists ilmu sosial guna memecahkan
masalah-masalah sosial yang semakin rumit.
Administrasi negara juga memiliki
paradigma atau cara pandang yang dapat dibagi berdasarkan konteks waktu
kemunculannya. Paradigma
administrasi negara
sudah jauh bergeser dan meninggalkan pendulum dikotomi politik-administrasi.
Dalam konteks kekinian, paradigma dikotomi politik-administrasi yang terkenal
dengan adagium when political end, administrative begin kurang relevan dengan
perkembangan teori dan praktik administrasi negara. Bahkan sebenarnya,
administrasi negara sudah lama meninggalkan paradigma ke-5 dalam ilmu
administrasi negara yaitu administrasi negara sebagai administrasi negara
(1970-?) sebagaimana yang dikemukakan oleh Henry. Henry hanya menentukan
bahwa paradigma ke-5 dimulai sejak tahun 1970, tetapi ia tidak memberi batasan
sampai berapa lama paradigma ke-5 bertahan. Sejak 1990 sampai saat ini teori
dan konsep administrasi negara sudah berkembang sangat pesat, terutama dengan
munculnya paradigma New Public Management (NPM) pada permulaan tahun 1990 yang
kemudian disusul oleh New Public Service (NPS) pada tahun 2000-an.
Dalam memahami teori administrasi
negara secara paradigmatik, tulisan Janet V. Denhardt dan Robert B. Denhardt
yang berjudul The New Public Service: Serving, not Steering dapat
digunakan untuk mengenali
perkembangan paradigma administrasi negara klasik sampai administrasi negara
kontemporer. Tulisan tersebut diterbitkan pertama kali dalam bentuk buku pada
tahun 2003 di New York. Sejak kemunculannya buku ini mendapat respon yang
positif dari kalangan cendikiawan administrasi negara karena dianggap mampu
memberikan perspektif alternatif dalam memandang administrasi negara. Sebelum
terbit berbentuk buku, pada tahun 2000 Denhardt dan Denhardt sudah pernah
mempublikasikan tulisan yang sama, namun dengan judul yang berbeda yaitu, The New Public Service: Serving
Rather than Steering dalam jurnal Public
Administration Review. Kemudian disusul
dengan tulisan yang lain tetapi kurang lebih dengan ide yang sama dalam
International Review of Public Administration pada tahun 2003, dengan judul The
New Public Service: An Approach to Reform.
Buku yang diterbitkan pada tahun 2003 adalah repetisi dan modifikasi
dari dua tulisan yang pernah muncul sebelumnya.
Denhardt dan Denhardt mencoba membagi
paradigma administrasi Negara atas tiga kelompok besar, yaitu paradigma The Old
Public Administration (OPA), The New Public Management (NPM) dan The New Public
Service (NPS). Menurut Denhardt dan Denhardt
paradigma OPA dan NPM kurang relevan dalam mengaddres
persoalan-persoalan publik.
Dari kajian Harbani Pasolong (2007), terdapat ide
pokok dalam New Public Service (NPS) ini, yaitu: (1) Serve citizent, not
customer; (2) Seek the public interest; (3) Value citizenship over
enterprenurship; (4) Think strategically, act democracally; (5) Recognized that
accountability is not simple; (6) Serve rather than steer; dan (7) Value
people, not just productivity.
2.2.1 NPS: Kritik terhadap NPM
Dalam pandangan NPM,
organisasi pemerintah diibaratkan sebagai sebuah kapal. Menurut Osborne dan
Gaebler, peran pemerintah di atas kapal tersebut hanya sebagai nahkoda yang
mengarahkan (steer) lajunya kapal bukan mengayuh (row) kapal tersebut. Urusan
kayuh-mengayuh diserahkan kepada
organisasi di luar pemerintah, yaitu organisasi privat dan organisasi
masyarakat sipil sehingga mereduksi fungsi domestikasi pemerintah. Tugas
pemerintah yang hanya sebagai pengarah memberikan pemerintah energi ekstra
untuk mengurus persoalan-persoalan domestik dan internasional yang lebih
strategis, misalnya persoalan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan
luar negeri.
Paradigma steering rather than
rowing ala NPM dikritik oleh Denhardt dan Denhardt sebagai paradigma yang
melupakan siapa sebenarnya pemilik kapal (who owned the boat). Seharusnya
pemerintah memfokuskan usahanya untuk melayani dan memberdayakan warga negara
karena merekalah pemilik “kapal”.
Akar dari NPS dapat ditelusuri
dari berbagai ide tentang demokrasi yang pernah dikemukakan oleh Dimock, Dahl
dan Waldo. NPS berakar dari beberapa teori, yang meliputi:
a. Teori tentang demokrasi
kewarganegaraan; perlunya pelibatan warganegara dalam pengambilan kebijakan dan
pentingnya deliberasi untuk membangun solidaritas dan komitmen guna menghindari
konflik;
b. Model komunitas dan masyarakat sipil; akomodatif
terhadap peran masyarakat sipil dengan membangun social trust, kohesi sosial
dan jaringan sosial dalam tata pemerintahan yang demokratis;
c. Teori organisasi humanis dan administrasi negara
baru; administrasi negara harus fokus pada organisasi yang menghargai
nilai-nilai kemanusiaan (human beings) dan respon terhadap nilai-nilai
kemanusiaan, keadilan dan isu-isu sosial lainnya;
d. Administrasi negara postmodern; mengutamakan
dialog (dirkursus) terhadap teori dalam memecahkan persoalan publik daripada
menggunakan one best way perspective.
Dilihat dari teori yang
mendasari munculnya NPS, nampak bahwa NPS mencoba mengartikulasikan berbagi
teori dalam menganalisis persoalan-persoalan publik. Oleh karena itu, dilihat
dari berbagai aspek, menurut Denhardt dan Denhardt paradigma NPS memiliki
perbedaan karakteristik dengan NPM. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan NPM dan NPS
Aspek
|
New Public Management
|
New Public Service
|
Dasar teoritis dan fondasi epistimologi
|
Teori ekonomi
|
Teori demokrasi
|
Rasionalitas dan model perilaku Manusia
|
Teknis dan rasionalitas ekonomi (economic man)
|
Rasionalitas strategis atau rasionaitas formal
(politik, ekonomi dan organisasi)
|
Konsep
kepentingan publik
|
Kepentingan publik mewakili agregasi
kepentingan individu
|
Kepentingan publik
adalah hasil dialog
berbagai nilai
|
Responsivitas
birokrasi publik
|
Customer
|
Citizen’s
|
Peran pemerintah
|
Steering
|
Serving
|
Pencapaian tujuan
|
Organisasi privat
dan nonprofit
|
Koalisi
antarorganisasi publik, nonprofit dan privat
|
Akuntabilitas
|
Bekerja sesuai dengan
kehendak pasar (keinginan pelanggan)
|
Multiaspek:
akuntabilitas
hukum, nilai-nilai,
komunitas, norma politik, standar profesional
|
Diskresi administrasi
|
Diskresi diberikan
secara luas
|
Diskresi dibutuhkan
tetapi dibatasi dan bertanggung-jawab
|
Struktur organisasi
|
Desentralisasi
organisasi dengan kontrol utama berada pada para agen
|
Struktur kolaboratif
dengan kepemilikan yang berbagi secara internal dan eksternal
|
Asumsi terhadap
motivasi pegawai
dan administrator
|
Semangat entrepreneur
|
Pelayanan publik
dengan
keinginan melayani
masyarakat
|
Seperti halnOsborne dan Gaebler,
Denhardt dan Denhardt juga merumuskan prinsip-prinsip NPS yang mengajak pemerintah untuk:
a. Melayani
masyarakat sebagai warga negara, bukan pelanggan; melalui pajak yang mereka
bayarkan maka warga negara adalah pemilik sah (legitimate) negara bukan pelanggan;
b. Memenuhi
kepentingan publik; kepentingan publik seringkali berbeda dan kompleks, tetapi
negara berkewajiban untuk memenuhinya. Negara tidak boleh melempar
tanggung-jawabnya kepada pihak lain dalam memenuhi kepentingan publik;
c. Mengutamakan
warganegara di atas kewirausahaan; kewirausahaan itu penting, tetapi warga
negara berada di atas segala-galanya;
d.
Berpikir strategis dan bertindak demokratis; pemerintah harus mampu
bertindak cepat dan menggunakan pendekatan dialog
dalam menyelesaikan persoalan publik;
e. Menyadari komplekstitas akuntabilitas;
pertanggungjawaban merupakan proses yang sulit dan terukur sehingga
harus dilakukan dengan metode yang tepat;
f. Melayani bukan mengarahkan; fungsi utama pemerintah
adalah melayani warga negara bukan mengarahkan;
g. Mengutamakan kepentingan masyarakat bukan
produktivitas; kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas meskipun
bertentangan dengan nilai-nilai produktivitas.
2.2.2
Otokritik terhadap NPS
NPS adalah cara pandang baru
dalam administrasi negara yang mencoba menutupi (cover) kelemahan-kelemahan
NPM. Namun demkian, NPS juga memiliki beberapa kelemahan.
a.
Pendekatan politik dalam administrasi negara
Secara epistimologis, NPS berakar
dari filsafat politik tentang demokrasi. Denhardt dan Denhardt
menspesifikasikkannya menjadi demokrasi kewargaaan. Demokrasi merupakan suatu
paham pemerintahan yang berdasarkan pada aturan untuk mewujudkan kesejahteraan
dan kebaikan bersama. Dalam konteks
demokrasi kewargaan, demokrasi dalam hal ini dimaknai sebagai pemerintahan yang
berorientasi pada kepentingan warga negara secara keseluruhan. Warga negara
memiliki hak penuh memperoleh perhatian dari pemerintah dan warga negara berhak
terlibat dalam setiap proses pemerintahan (politik dan pengambilan kebijakan).
Denhardt dan Denhardt berhasil
mencari akar mengapa pemerintah harus melayani (serve) bukan mengarahkan
(steer), mengapa pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai
warga negara (citizens) bukan sebagai pelanggan (customers), tetapi mereka lupa
bahwa nalar politik telah masuk dalam upaya pencarian state of the art
administrasi negara--pelayanan publik. Lebih jauh, Denhardt dan Denhardt telah
terjerembab dalam pendulum administrasi negara sebagai ilmu politik (paradigma
3). Padahal, dengan merumuskan NPS sebagai antitesa terhadap NPM berarti mereka
meyakini bahwa administrasi negara telah bergerak melewati paradigma.
b.
Standar ganda dalam mengkritik NPM
NPS berusaha mengkritik NPM,
tetapi tidak tegas karena kritikan terhadap NPS hanyalah kritik secara
filosofis-ideologis bukan kritik atas realitas pelaksanaan NPM yang gagal di
banyak negara. NPM memang sukses diterapkan di Amerika Serikat, Kanada,
Inggris, Selandia Baru dan beberapa negara maju lainnya, tetapi bagaimana
penerapannya di negara-negara berkembang? Kenyataannya, banyak negara
berkembang, termasuk Indonesia dan negara miskin, seperti negara-negara di
kawasan benua Afrika yang gagal menerapkan konsep NPM karena tidak sesuai
dengan landasan ideologi, politik, ekonomi dan sosial-budaya negara yang
bersangkutan. Akhirnya, negara tersebut tetap miskin dan tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda kemajuan.
c. Aplikasi NPS masih diragukan
Prinsip-prinsip NPS belum tentu
bisa diaplikasikan pada semua tempat, situasi dan kondisi. Administrasi negara
sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (ideologi, politik, hukum, ekonomi,
militer, sosial dan budaya), sehingga suatu paradigma yang sukses di suatu
tempat belum tentu berhasil diterapkan pada tempat yang lain. Prinsip-prinsip
NPS masih terlalu abstrak dan perlu dikonkritkan lagi. Prinsip dasar NPS
barangkali bisa diterima semua pihak, namun bagaimana prinsip ini bisa
diimplementasikan sangat bergantung pada aspek lingkungan.
Lagi pula, NPS terlalu
mensimplifikasikan peran pemerintah pada aspek pelayanan publik. Padahal,
urusan pemerintah tidak hanya berkaitan dengan bagaimana menyelenggarakan
pelayanan publik, tetapi juga menyangkut bagaimana melakukan pembangunan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di negara-negara maju seperti di Amerika
Serikat, Inggris dan Selandia Baru yang tidak lagi berkutat pada upaya
percepatan pembangunan (development
acceleration) dan peningkatan pertumbuhan ekonomi karena negara-negara
tersebut relatif sudah stabil, maka pelayanan publik menjadi program prioritas
yang strategis. Namun, bagi negara-negara berkembang, pelayanan publik bisa
jadi belum menjadi agenda prioritas karena masih berupaya mengejar pertumbuhan
dan meningkatkan pembangunan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
Paradigma administrasi negara merupakan suatu
teori dasar atau ontologi administrasi dengan cara pandang yang relatif
fundamental dari nilai-nilai kebenaran, konsep, dan metodologi serta
pendekatan-pendekatan yang dipergunakan.
·
Administrasi negara memiliki
paradigma atau cara pandang yang dapat dibagi berdasarkan konteks waktu
kemunculannya. Paradigma administrasi negara sudah jauh bergeser dan meninggalkan pendulum dikotomi
politik-administrasi. Dalam konteks kekinian, paradigma dikotomi politik kurang relevan dengan perkembangan teori dan praktik
administrasi negara. Bahkan sebenarnya, administrasi negara sudah lama
meninggalkan paradigma ke-5 dalam ilmu administrasi negara yaitu administrasi
negara sebagai administrasi negara (1970-?) sebagaimana yang dikemukakan oleh
Henry. Sejak 1990 sampai saat ini teori dan konsep administrasi
negara sudah berkembang sangat pesat, terutama dengan munculnya paradigma New
Public Management (NPM) pada permulaan tahun 1990 yang kemudian disusul oleh
New Public Service (NPS) pada tahun 2000-an.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak terdapat
kekurangan dan kelemahan, karena tiada gading yang tak retak. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sebagai
bahan introspeksi penulis untuk pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Syafiie, Inu Kencana.
2011. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Denhardt, Janet
V. dan Robert B. Denhardt. 2003. The New
Public Service: Serving, not Steering. Armonk, New York: M.E Sharpe.
Denhardt, Robert B. dan Janet V. Denhardt. 2000. “The
New Public Service: Service Rather than Steering”. Public Administration Review 60 (6).
SUMBER HALAMAN
http://kouzinet.blogspot.com/2010/03/teori-administrasi-negara.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar