Minggu, 16 April 2017

MAKALAH PARADIGMA ADMINISTRASI NEGARA ERA 2000-an



PARADIGMA ADMINISTRASI NEGARA ERA 2000-AN

Oleh:

M. SYAIFUDDIN

(ADMINISTRASI PUBLIK UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG)


2.1 Pengertian Paradigma Administrasi Negara
Paradigma merupakan kata yang berasal dari bahasa Yunani Paradeigma, yang berarti “model, pola, atau contoh”.  Secara istilah, paradigma merupakan seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dikehidupan sehari-hari.
Mustopadidjaja (2001) mengartikan paradigma adalah sebagai “teori dasar “ atau cara pandang fundamental, dilandasi nilai-nilai tertentu, berisikan teori  pokok, konsep, metodologi atau cara pendekatan yang dapat dipergunakan para teoritisasi dan praktisi dalam menanggapi suatu permasalahan baik dalam kaitan pengembangan ilmu maupun dalam upaya pemecahan permasalahan bagi kemajuan hidup dan kehidupan manusia.
Secara umum paradigma diartikan sebagai:
·    Cara kita memandang sesuatu (point of view), sudut pandang, atau keyakinan (believe);
·    Cara kita memahami dan menafsirkan suatu realitas;
·    Paradigma seperti ‘peta’ atau ‘kompas’ di kepala. Kita melihat atau memahami segala sesuatu sebagaimana yang seharusnya.
American Heritage Dictionary merumuskan paradigma sebagai:
·      Serangkaian asumsi, konsep, nilai-nilai, dan praktek-praktek yang diyakini oleh suatu komunitas dan menjadi cara  pandang suatu realitas ( A set of assumptions, concepts, and values, and practices that constitutes a way of viewing reality for the community that shares them)
Sedangkan menurut Thomas Kuhn, paradigma adalah suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar, atau cara memecahkan sesuatu masalah, yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah pada masa tertentu.
Jadi paradigma administrasi negara merupakan suatu teori dasar atau ontologi administrasi dengan cara pandang yang relatif fundamental dari nilai-nilai kebenaran, konsep, dan metodologi serta pendekatan-pendekatan yang dipergunakan.
2.2 Paradigma Administrasi Negara Era 2000-an
Paradigma merupakan cara pandang sekelompok akademisi tentang suatu permasalahan atau fenomena sosial. Paradigma digunakan sebagai alat analisis untuk memotret dan memecahkan masalah-masalah sosial. Paradigma mencapai statusnya karena paradigma lebih berhasil memecahkan persoalan-persoalan yang gawat dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya atau para kelompok praktisi. Konsep paradigma sendiri sebenarnya berasal dari ilmu-ilmu alam yang kemudian diadopsi oleh scientists ilmu sosial guna memecahkan masalah-masalah sosial yang semakin rumit.
Administrasi negara juga memiliki paradigma atau cara pandang yang dapat dibagi berdasarkan konteks waktu kemunculannya. Paradigma administrasi negara sudah jauh bergeser dan meninggalkan pendulum dikotomi politik-administrasi. Dalam konteks kekinian, paradigma dikotomi politik-administrasi yang terkenal dengan adagium when political end, administrative begin kurang relevan dengan perkembangan teori dan praktik administrasi negara. Bahkan sebenarnya, administrasi negara sudah lama meninggalkan paradigma ke-5 dalam ilmu administrasi negara yaitu administrasi negara sebagai administrasi negara (1970-?) sebagaimana yang dikemukakan oleh Henry.  Henry hanya menentukan bahwa paradigma ke-5 dimulai sejak tahun 1970, tetapi ia tidak memberi batasan sampai berapa lama paradigma ke-5 bertahan. Sejak 1990 sampai saat ini teori dan konsep administrasi negara sudah berkembang sangat pesat, terutama dengan munculnya paradigma New Public Management (NPM) pada permulaan tahun 1990 yang kemudian disusul oleh New Public Service (NPS) pada tahun 2000-an.
Dalam memahami teori administrasi negara secara paradigmatik, tulisan Janet V. Denhardt dan Robert B. Denhardt yang berjudul The New Public Service: Serving, not Steering dapat digunakan untuk mengenali perkembangan paradigma administrasi negara klasik sampai administrasi negara kontemporer. Tulisan tersebut diterbitkan pertama kali dalam bentuk buku pada tahun 2003 di New York. Sejak kemunculannya buku ini mendapat respon yang positif dari kalangan cendikiawan administrasi negara karena dianggap mampu memberikan perspektif alternatif dalam memandang administrasi negara. Sebelum terbit berbentuk buku, pada tahun 2000 Denhardt dan Denhardt sudah pernah mempublikasikan tulisan yang sama, namun dengan judul yang berbeda yaitu, The New Public Service: Serving Rather than Steering dalam jurnal Public Administration Review.  Kemudian disusul dengan tulisan yang lain tetapi kurang lebih dengan ide yang sama dalam International Review of Public Administration pada tahun 2003, dengan judul The New Public Service: An Approach to Reform.  Buku yang diterbitkan pada tahun 2003 adalah repetisi dan modifikasi dari dua tulisan yang pernah muncul sebelumnya.
Denhardt dan Denhardt mencoba membagi paradigma administrasi Negara atas tiga kelompok besar, yaitu paradigma The Old Public Administration (OPA), The New Public Management (NPM) dan The New Public Service (NPS). Menurut Denhardt dan Denhardt  paradigma OPA dan NPM kurang relevan dalam mengaddres persoalan-persoalan publik.
Dari kajian Harbani Pasolong (2007), terdapat ide pokok dalam New Public Service (NPS) ini, yaitu: (1) Serve citizent, not customer; (2) Seek the public interest; (3) Value citizenship over enterprenurship; (4) Think strategically, act democracally; (5) Recognized that accountability is not simple; (6) Serve rather than steer; dan (7) Value people, not just productivity.


2.2.1 NPS: Kritik terhadap NPM
Dalam pandangan NPM, organisasi pemerintah diibaratkan sebagai sebuah kapal. Menurut Osborne dan Gaebler, peran pemerintah di atas kapal tersebut hanya sebagai nahkoda yang mengarahkan (steer) lajunya kapal bukan mengayuh (row) kapal tersebut. Urusan kayuh-mengayuh  diserahkan kepada organisasi di luar pemerintah, yaitu organisasi privat dan organisasi masyarakat sipil sehingga mereduksi fungsi domestikasi pemerintah. Tugas pemerintah yang hanya sebagai pengarah memberikan pemerintah energi ekstra untuk mengurus persoalan-persoalan domestik dan internasional yang lebih strategis, misalnya persoalan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan luar negeri.
Paradigma steering rather than rowing ala NPM dikritik oleh Denhardt dan Denhardt sebagai paradigma yang melupakan siapa sebenarnya pemilik kapal (who owned the boat). Seharusnya pemerintah memfokuskan usahanya untuk melayani dan memberdayakan warga negara karena merekalah pemilik “kapal”.
Akar dari NPS dapat ditelusuri dari berbagai ide tentang demokrasi yang pernah dikemukakan oleh Dimock, Dahl dan Waldo. NPS berakar dari beberapa teori, yang meliputi:
a. Teori tentang demokrasi kewarganegaraan; perlunya pelibatan warganegara dalam pengambilan kebijakan dan pentingnya deliberasi untuk membangun solidaritas dan komitmen guna menghindari konflik;
b.    Model komunitas dan masyarakat sipil; akomodatif terhadap peran masyarakat sipil dengan membangun social trust, kohesi sosial dan jaringan sosial dalam tata pemerintahan yang demokratis;
c.    Teori organisasi humanis dan administrasi negara baru; administrasi negara harus fokus pada organisasi yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan (human beings) dan respon terhadap nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan isu-isu sosial lainnya;
d.    Administrasi negara postmodern; mengutamakan dialog (dirkursus) terhadap teori dalam memecahkan persoalan publik daripada menggunakan one best way perspective.
Dilihat dari teori yang mendasari munculnya NPS, nampak bahwa NPS mencoba mengartikulasikan berbagi teori dalam menganalisis persoalan-persoalan publik. Oleh karena itu, dilihat dari berbagai aspek, menurut Denhardt dan Denhardt paradigma NPS memiliki perbedaan karakteristik dengan NPM. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan  NPM dan NPS
Aspek
New Public Management
New Public Service
Dasar teoritis dan fondasi epistimologi
Teori ekonomi
Teori demokrasi
Rasionalitas dan model perilaku Manusia
Teknis dan rasionalitas ekonomi (economic man)
Rasionalitas strategis atau rasionaitas formal (politik, ekonomi dan organisasi)
Konsep
kepentingan publik
Kepentingan publik mewakili agregasi kepentingan individu
Kepentingan publik
adalah hasil dialog
berbagai nilai
Responsivitas
birokrasi publik
Customer
Citizen’s
Peran pemerintah
Steering
Serving
Pencapaian tujuan
Organisasi privat dan nonprofit
Koalisi antarorganisasi publik, nonprofit dan privat
Akuntabilitas
Bekerja sesuai dengan kehendak pasar (keinginan pelanggan)
Multiaspek: akuntabilitas
hukum, nilai-nilai, komunitas, norma politik, standar profesional
Diskresi administrasi
Diskresi diberikan secara luas
Diskresi dibutuhkan tetapi dibatasi dan bertanggung-jawab
Struktur organisasi
Desentralisasi organisasi dengan kontrol utama berada pada para agen
Struktur kolaboratif dengan kepemilikan yang berbagi secara internal dan eksternal
Asumsi terhadap
motivasi pegawai
dan administrator
Semangat entrepreneur
Pelayanan publik dengan
keinginan melayani
masyarakat













Seperti halnOsborne dan Gaebler, Denhardt dan Denhardt juga merumuskan prinsip-prinsip NPS yang mengajak pemerintah untuk:
a.    Melayani masyarakat sebagai warga negara, bukan pelanggan; melalui pajak yang mereka bayarkan maka warga negara adalah pemilik sah (legitimate) negara bukan pelanggan;
b.    Memenuhi kepentingan publik; kepentingan publik seringkali berbeda dan kompleks, tetapi negara berkewajiban untuk memenuhinya. Negara tidak boleh melempar tanggung-jawabnya kepada pihak lain dalam memenuhi kepentingan publik;
c.    Mengutamakan warganegara di atas kewirausahaan; kewirausahaan itu penting, tetapi warga negara berada di atas segala-galanya;
d.   Berpikir strategis dan bertindak demokratis; pemerintah harus mampu
bertindak cepat dan menggunakan pendekatan dialog dalam menyelesaikan persoalan publik;
e.     Menyadari komplekstitas akuntabilitas; pertanggungjawaban         merupakan proses yang sulit dan terukur sehingga harus dilakukan dengan metode yang tepat;
f.     Melayani bukan mengarahkan; fungsi utama pemerintah adalah melayani warga negara bukan mengarahkan;
g.    Mengutamakan kepentingan masyarakat bukan produktivitas; kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas meskipun bertentangan dengan nilai-nilai produktivitas.

2.2.2  Otokritik terhadap NPS
NPS adalah cara pandang baru dalam administrasi negara yang mencoba menutupi (cover) kelemahan-kelemahan NPM. Namun demkian, NPS juga memiliki beberapa kelemahan.
     a.  Pendekatan politik dalam administrasi negara
Secara epistimologis, NPS berakar dari filsafat politik tentang demokrasi. Denhardt dan Denhardt menspesifikasikkannya menjadi demokrasi kewargaaan. Demokrasi merupakan suatu paham pemerintahan yang berdasarkan pada aturan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebaikan bersama.  Dalam konteks demokrasi kewargaan, demokrasi dalam hal ini dimaknai sebagai pemerintahan yang berorientasi pada kepentingan warga negara secara keseluruhan. Warga negara memiliki hak penuh memperoleh perhatian dari pemerintah dan warga negara berhak terlibat dalam setiap proses pemerintahan (politik dan pengambilan kebijakan).
Denhardt dan Denhardt berhasil mencari akar mengapa pemerintah harus melayani (serve) bukan mengarahkan (steer), mengapa pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai warga negara (citizens) bukan sebagai pelanggan (customers), tetapi mereka lupa bahwa nalar politik telah masuk dalam upaya pencarian state of the art administrasi negara--pelayanan publik. Lebih jauh, Denhardt dan Denhardt telah terjerembab dalam pendulum administrasi negara sebagai ilmu politik (paradigma 3). Padahal, dengan merumuskan NPS sebagai antitesa terhadap NPM berarti mereka meyakini bahwa administrasi negara telah bergerak melewati paradigma.
b. Standar ganda dalam mengkritik NPM
NPS berusaha mengkritik NPM, tetapi tidak tegas karena kritikan terhadap NPS hanyalah kritik secara filosofis-ideologis bukan kritik atas realitas pelaksanaan NPM yang gagal di banyak negara. NPM memang sukses diterapkan di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Selandia Baru dan beberapa negara maju lainnya, tetapi bagaimana penerapannya di negara-negara berkembang? Kenyataannya, banyak negara berkembang, termasuk Indonesia dan negara miskin, seperti negara-negara di kawasan benua Afrika yang gagal menerapkan konsep NPM karena tidak sesuai dengan landasan ideologi, politik, ekonomi dan sosial-budaya negara yang bersangkutan. Akhirnya, negara tersebut tetap miskin dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kemajuan.
c.  Aplikasi NPS masih diragukan
Prinsip-prinsip NPS belum tentu bisa diaplikasikan pada semua tempat, situasi dan kondisi. Administrasi negara sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (ideologi, politik, hukum, ekonomi, militer, sosial dan budaya), sehingga suatu paradigma yang sukses di suatu tempat belum tentu berhasil diterapkan pada tempat yang lain. Prinsip-prinsip NPS masih terlalu abstrak dan perlu dikonkritkan lagi. Prinsip dasar NPS barangkali bisa diterima semua pihak, namun bagaimana prinsip ini bisa diimplementasikan sangat bergantung pada aspek lingkungan.
Lagi pula, NPS terlalu mensimplifikasikan peran pemerintah pada aspek pelayanan publik. Padahal, urusan pemerintah tidak hanya berkaitan dengan bagaimana menyelenggarakan pelayanan publik, tetapi juga menyangkut bagaimana melakukan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di negara-negara maju seperti di Amerika Serikat, Inggris dan Selandia Baru yang tidak lagi berkutat pada upaya percepatan pembangunan (development acceleration) dan peningkatan pertumbuhan ekonomi karena negara-negara tersebut relatif sudah stabil, maka pelayanan publik menjadi program prioritas yang strategis. Namun, bagi negara-negara berkembang, pelayanan publik bisa jadi belum menjadi agenda prioritas karena masih berupaya mengejar pertumbuhan dan meningkatkan pembangunan.




















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
·           Paradigma administrasi negara merupakan suatu teori dasar atau ontologi administrasi dengan cara pandang yang relatif fundamental dari nilai-nilai kebenaran, konsep, dan metodologi serta pendekatan-pendekatan yang dipergunakan.
·           Administrasi negara memiliki paradigma atau cara pandang yang dapat dibagi berdasarkan konteks waktu kemunculannya. Paradigma administrasi negara sudah jauh bergeser dan meninggalkan pendulum dikotomi politik-administrasi. Dalam konteks kekinian, paradigma dikotomi politik kurang relevan dengan perkembangan teori dan praktik administrasi negara. Bahkan sebenarnya, administrasi negara sudah lama meninggalkan paradigma ke-5 dalam ilmu administrasi negara yaitu administrasi negara sebagai administrasi negara (1970-?) sebagaimana yang dikemukakan oleh Henry. Sejak 1990 sampai saat ini teori dan konsep administrasi negara sudah berkembang sangat pesat, terutama dengan munculnya paradigma New Public Management (NPM) pada permulaan tahun 1990 yang kemudian disusul oleh New Public Service (NPS) pada tahun 2000-an.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan dan kelemahan, karena tiada gading yang tak retak. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sebagai bahan introspeksi penulis untuk pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Syafiie, Inu Kencana. 2011. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Denhardt, Janet V. dan Robert B. Denhardt. 2003. The New Public Service: Serving, not Steering. Armonk, New York: M.E Sharpe.
Denhardt, Robert B. dan Janet V. Denhardt. 2000. “The New Public Service: Service Rather than Steering”. Public Administration Review 60 (6).

SUMBER HALAMAN
http://kouzinet.blogspot.com/2010/03/teori-administrasi-negara.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar